𝐓𝐚𝐩𝐢 𝐝𝐢𝐭𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧𝐤𝐮, 𝐞𝐧𝐠𝐤𝐚𝐮 𝐭𝐮𝐦𝐛𝐮𝐡
𝐍𝐚𝐝𝐢𝐧 𝐀𝐦𝐢𝐳𝐚𝐡-
Sedikit catatan :
Mawar. Dia cantik, menawan, dan kadang cepat kering dan sedikit lemah. Biasa diperuntukkan untuk perumpamaan gadis - gadis pribumi. Lalu, ada satu jenis bunga yang mahal, berkilau lalu dianggap langka, itu bunga Tulip. Biasa diperuntukkan untuk perempuan - perempuan Eropa masa Kolonial.
"Wat?!"
Pria berparas Eropa yang bernama Maurice itu berjengit. Netranya tergeser pada seseorang didepannya. Dia simpan cangkir berisi cairan cokelat panas itu keatas meja. Kemudian tangannya meraih kacang goreng yang dia pesan dan mulai menyemilinya.
"Will, kau mengagetkanku"
Namun sang teman yang diajak bicara tak kunjung menjawab. Pria itu seperti memerhatikan sesuatu dengan serius. Maka Maurice mengikuti pandangan William, mencari sosok manakah yang sedang William perhatikan.
"Apa yang sedang kau lihat, Will?" Keningnya berkedut, terlihat berpikir.
William menempelkan jari telunjuknya dibibir, "Hou je mond!, ik ben aan het afluisteren" (Diam! Aku sedang menguping) katanya, sedikit berbisik.
"Siapa?"
"Sir Jenandra Bersama seorang gadis pribumi"
Sir Jenandra? Maurice memang sempat melihat residen Belanda itu. Tapi dia tidak menyangka jika yang duduk didepannya adalah seorang gadis pribumi. Sepertinya gadis itu adalah seorang babu? Namun, sang residen terlihat sangat bersahaja dengan gadis pribumi didepannya itu.
Maurice menggeserkan kembali netranya pada sang lawan bicara, "Lalu?"
"Aku mendengar Sir Jenan mengajak gadis itu tinggal bersamanya."
Maurice kembali dibuat berpikir keras dengan apa yang dikatakan William. Dia mengedutkan keningnya, "Lalu, Will?" tanyanya lagi, heran. "Apa urusanmu?"
William mendecak, dia menggulirkan bola matanya kesal. "Stomme" (Bodoh)
Pletak!
Satu kacang polong kering berhasil mendarat pada dahi William. Membuat sang empunya mengernyit kesakitan. Dia menggosok dahinya yang masih terasa sedikit ngilu.
"Eikel, Maurice!" (Brengsek, Maurice)
"Kau baru saja mengataiku bodoh?" terlihat gurat kekesalan dalam ekspresi Maurice meski terlihat samar.
"Iya, memang kenapa? Aku salah?"
"Aku hanya bertanya! Apa urusan mereka denganmu?"
William menyesap sedikit cokelat panasnya, kemudian dia berucap "Aku hanya penasaran sebenarnya apa hubungan mereka?"
YOU ARE READING
Melia : Sebuah Cinta yang Tertinggal
Historical Fiction"𝐀𝐤𝐮 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐞𝐦𝐩𝐮𝐭𝐤𝐮, 𝐭𝐚𝐩𝐢 𝐝𝐢𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐝𝐚𝐭𝐚𝐧𝐠" -𝐌𝐞𝐥𝐢𝐚 𝐈𝐬𝐯𝐚𝐫𝐚 Caruban Nagari, Hindia Belanda 1875