2. 'Cah Ayu'

214 99 97
                                    

Melia kembali tercekat, bola matanya seperti akan keluar karena terlalu terkejut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Melia kembali tercekat, bola matanya seperti akan keluar karena terlalu terkejut. Apa yang baru saja diucapkan oleh meneer dihadapannya itu membuat dia tertegun untuk beberapa saat. Dia mundur menjauh, membuat tangan sang pria Belanda yang tadinya masih menopang dagu gadis berkebaya merah itu jatuh meluruh ke udara.

"Meneer, saya tidak seharusnya berada dalam radius sedekat ini dengan anda."

Jenandra yang kesadarannya mulai kembali kemudian tersenyum, sangat tipis lalu berucap, "Kenapa tidak?" tanyanya

Melia mundur sebanyak dua langkah, lantas dia mendongak menatap Jenan yang tingginya terpaut jauh dengannya, "Saya permisi, meneer"

Perempuan berkebaya merah itu memutarkan tubuhnya, dia pergi dari sana dengan jalan yang terburu - buru. Gejolak dalam dirinya membuatnya tak bisa berpikir dengan jernih. Ucapan, perilaku bahkan hangatnya jari sang pria Belanda itu masih bisa dia rasakan.

Dia keluar rumah, berdiam diri disebuah taman yang ada didepan rumah itu, memikirkan apa tujuan sang meneer Belanda tadi bersikap seperti itu. Apakah dia sama dengan Belanda lain yang hanya ingin memuaskan nafsunya pada gadis pribumi lalu menelantarkannya begitu saja?. Melia tidak ingin menjadi salah satu korban cinta yang menyedihkan seperti itu.

Sebaiknya dia menjaga jarak dengan meneer Jenandra, pikirnya.

Tapi sungguh, ucapan pria Belanda itu terus terngiang dalam kepalanya bak sebuah dering peringatan yang memutar tanpa izin. Kemudian, entah kenapa hatinya terasa sakit, seperti ada belati yang menusuk menembus tanpa ampun.

Dia mendudukkan dirinya disalah satu bangku taman disana, memegangi jantungnya yang tidak mau berhenti berdebar kencang sedari tadi. Perasaan apa ini? Kenapa dia rasanya ingin pergi kembali kepada pria itu.

Matahari mulai menyembunyikan sinarnya, tandanya sore sudah tiba. Maka, sudah waktunya untuk Melia pulang. Rumahnya tidak jauh dari rumah dinas Belanda itu, dia hanya perlu mengkayuh sepeda usangnya itu dalam kisaran waktu 15 menitan. Sepeda usang tua yang selalu dia gunakan untuk bepergian entah itu kepasar, kantor pos atau pergi bekerja kerumah keluarga Bert.

Dia bekerja untuk keluarga Bert saat umurnya masih 18 tahun, kepiawayannya dalam memasak membuat keluarga Bert merekrut dirinya sebagai juru masak dirumah Belanda itu. Kepandaiannya dalam memasak rupanya merupakan turunan dari sang ibu, rasa masakan Melia dan juga sang ibu bahkan tidak bisa dibedakan.

Sang ayah juga bekerja untuk keluarga Bert, dia menjadi kepala bagian gudang untuk pabrik gula yang didirikan oleh keluarga Bert. Maka bisa dibilang keluarga Bert dan juga keluarganya telah mengenal jauh satu sama lain.

Mengingat sang ayah yang bekerja sebagai kepala bagian disana membuat keluarga Meliapun dikenal oleh orang - orang pribumi disana. Pun Melia, selain terkenal dengan kepiawayannya dalam menyajikan hidangan, dia juga dikenal karena parasnya 'sing ayu ', tak sedikit pula pria Netherland yang diam - diam menaruh hati padanya.

Melia : Sebuah Cinta yang TertinggalWhere stories live. Discover now