CHAPTER 17

166 19 3
                                    

Saat di parkiran, suasana terasa santai. Rasya berdiri di samping motor sportnya yang sederhana namun tetap gagah. Ia menoleh ke teman-temannya yang mulai bersiap-siap pulang atau sekadar menunggu jemputan.

"Eh, sebelum pulang, gue pengen bilang makasih, ya," ujar Rasya sambil menyalakan motor. "Hari ini kita udah kerja keras. Besok, semoga kita bisa kasih yang lebih baik lagi buat adik-adik baru."

Alfian tersenyum lelah tapi puas. "Sama-sama, bro. Tapi lo jangan lupa jaga kesehatan. Jangan kebanyakan mikirin OSIS sama basket, ntar lo drop lagi kayak waktu itu."

Rasya tertawa kecil sambil mengangguk. "Iya, gue tau kok. Thanks, Al. Jangan lupa lo juga harus istirahat."

Irsyad yang sudah bersandar di mobil jemputannya ikut bersuara. "Eh, ngomong-ngomong soal basket, lo yakin mau ajak Dika latihan malam ini atau nanti setelah MOS selesai aja?"

Rasya berpikir sejenak. "Mungkin nanti aja. Gue gak mau maksa dia. Tapi gue bakal pastiin dia tahu kalau kita selalu terbuka kalau dia mau join."

"Fair point," kata Arga sambil melirik jam tangannya. "Kalau gitu, gue pulang dulu. Latihan nanti ketemuan di lapangan ya."

"Siap!" jawab Rasya, Azka, Malik, dan Irsyad hampir bersamaan .Sedangkan yang lainnya hanya menjawabnya dengan acungan jempol.

Satu per satu mereka pun meninggalkan sekolah. Rasya masih sempat duduk di motornya, memandangi langit sore yang mulai memerah. Dalam hati, ia merasa optimis. Ada sesuatu tentang Dika yang membuatnya yakin bahwa Dika bisa menjadi tambahan yang luar biasa untuk tim mereka.

"Semua ini baru permulaan," gumamnya sebelum akhirnya memutar gas motornya dan meluncur pergi, siap untuk menghadapi latihan malam nanti dan tantangan yang menunggu keesokan harinya.

Skip

Di rumah Rasya, suasana hangat khas keluarga terasa begitu hidup. Usai magrib, Rasya baru saja selesai menunaikan salat dan melipat sajadah. Ia berjalan ke ruang keluarga, di mana bundanya, Alice, sedang menyiapkan teh hangat sambil menonton berita.

"Bun, aku mau latihan basket sama anak-anak di sekolah. Malam ini, persiapan buat pertandingan minggu depan," kata Rasya hati-hati sambil berdiri di dekat meja makan.

Alice menoleh, ekspresinya langsung berubah khawatir. "Latihan lagi, malam-malam gini? Rasya, kamu kan baru aja selesai giniin MOS tadi. Bunda tahu kamu capek,gak mau istirahat aja?"

Rasya menghela napas, mencoba tetap tenang. "Enggak, Bun, aku masih kuat kokk. Latihannya juga enggak bakalan lama, ."

"Tapi kamu ingat enggak? Waktu itu kamu sakit gara-gara terlalu memaksakan diri,"ujar Alice tegas. Ia menatap putranya dengan penuh perhatian. "Bunda enggak mau kamu kecapekan lagi. Apalagi dokter bilang kamu harus jaga stamina."

"Bun, please," pinta Rasya, kali ini lebih serius. "Aku janji bakal jaga diri. Enggak bakal maksa badan aku."

Alice mendesah panjang. Ia tahu betapa seriusnya Rasya dengan basket, tapi sebagai seorang ibu, rasa khawatirnya tetap sulit diabaikan. "Kenapa harus sekarang, Rasya? Kan kamu bisa latihan besok atau lusa. Ini udah malam, sayang."

Rasya mendekat, mencoba melunakkan hati bundanya. "Bun, tim butuh aku. Ini bukan cuma buat aku, tapi buat semuanya. Kalau aku enggak ikut, rasanya enggak adil buat mereka. Aku cuma mau bantu mereka buat lebih baik."

Alice terdiam sesaat, merenungkan kata-kata Rasya. Ia akhirnya menghela napas panjang. "Baiklah, Bunda izinkan. Tapi satu syarat kamu harus janji langsung pulang kalau udah selesai, enggak ada ngobrol-ngobrol lama di parkiran."

Rasya tersenyum lebar, wajahnya bersinar penuh semangat. " Iyaa bunda Rasya Janji,Makasih, bunda.",ucapnya sambil mencium tangan ibunda nya itu.

Alice mengangguk kecil, tapi rasa khawatirnya tetap terlihat jelas di matanya. Saat Rasya berjalan menuju pintu, ia menambahkan, "Rasya, jaga diri kamu, ya. Kalau kamu merasa enggak enak badan sedikit aja, langsung pulang. Jangan sampai Bunda dengar kamu sakit lagi, ya."

SECRET PROTECTER (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang