Duka

1.7K 11 0
                                    

Ruangan ICU malam itu terasa seperti menelan seluruh harapan. Lampu-lampu redup menerangi tubuh Regal yang terbaring lemah, terhubung dengan berbagai alat bantu yang berusaha mempertahankan hidupnya.

Monitor detak jantung berdetak lemah, garis-garisnya tak lagi stabil. Lisa duduk di sudut ruangan, memeluk Aurora yang terus menggeliat gelisah. Bayi itu tampak tidak nyaman, seolah merasakan duka yang menyelimuti ibunya dan suasana di sekitarnya.

Lisa berusaha keras menahan air matanya.

"Aurora, ayo tenang, Sayang," bisiknya sambil menggoyang-goyangkan tubuh kecil itu. Namun, Aurora mulai menangis keras.

Lisa tahu tangisan itu bukan karena lapar atau sakit, tapi karena kehilangan yang perlahan mulai mendekat.

Dokter masuk ke ruangan dengan wajah penuh duka. Ia menghampiri Lisa yang masih memeluk Aurora erat.

"Lisa," panggil dokter itu pelan, memilih kata-kata dengan hati-hati.

Lisa menoleh dengan pandangan penuh harap, meskipun di dalam hatinya, ia sudah tahu apa yang akan dikatakan.

"Bagaimana keadaan Papa?" tanyanya, suaranya hampir berbisik.

Dokter menarik napas panjang.

"Kondisinya sangat kritis. Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi tubuhnya tidak lagi merespons. Organ-organ vitalnya mulai berhenti bekerja. Waktu yang tersisa mungkin hanya beberapa jam..."

Lisa merasakan lututnya lemas. Ia hampir terjatuh jika tidak mendekap Aurora dengan erat. Air matanya mulai mengalir deras.

"Tidak... tidak mungkin," isaknya.

"Papa kuat. Dia pasti bisa bertahan. Dia harus bertahan!"

Dokter hanya mengangguk dengan tatapan penuh empati, lalu meninggalkan ruangan untuk memberi Lisa waktu bersama Regal.

Lisa mendekati ranjang Regal, menggenggam tangannya yang dingin.

"Papa, aku nggak tahu Papa bisa dengar aku atau nggak," katanya dengan suara gemetar.

"Tapi aku mohon... Bangunlah, Papa. Aurora butuh Papa. Abel butuh Papa."

Lisa terkejut ketika melihat setitik air mata mengalir dari sudut mata Regal. Dia menggenggam tangan pria itu lebih erat, yakin bahwa Papanya mendengar.

"Papa, Papa dengar aku, kan? Kalau Papa bisa dengar, jangan menyerah! Aku mohon..."

Namun, monitor mulai berbunyi pelan, detaknya semakin melemah. Garis-garisnya perlahan menjadi datar. Dokter dan perawat kembali masuk, mencoba tindakan terakhir untuk mempertahankan Regal, tapi tubuhnya sudah tidak merespons.

Lisa menjerit, "Papa, jangan pergi! Jangan tinggalkan kami!"

Tapi jeritannya tak mampu mengubah kenyataan. Dengan satu tarikan napas terakhir yang dalam, Regal pergi dengan tenang.

Air mata terakhir mengalir di pipinya, seolah menunjukkan bahwa meski tak bisa berbicara, ia mendengar dan mencintai keluarga kecilnya sampai detik terakhir.

Lisa jatuh terduduk di lantai, tubuhnya terguncang oleh isak tangis yang tak bisa ia tahan lagi. Aurora, yang terbangun karena tangisan Kakaknya, ikut menangis kencang.

Lisa memeluk bayi itu erat, seolah mencoba memberikan kehangatan yang kini tak lagi bisa diberikan oleh Regal.

Dokter menutup mata Regal dengan lembut, memberikan ruang bagi Lisa untuk mengucapkan selamat tinggal.

"Dia pergi dengan damai," ucap dokter pelan.

Lisa mendekati ranjang, menatap wajah Regal yang tampak begitu tenang.

OM REGAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang