"Aku tak mengerti, kenapa Tuan Putri kabur? Bukannya bagus jika mengetahui pahlawan di awal-awal?" Ini suara Envy, dosa besar yang mempertanyakan keputusanku kemarin.
"Dia justru ketakutan dengan pahlawan. Sungguh sulit dipercaya jika dia anak dari Raja Iblis Lucifer."
"Pride! Jaga omonganmu!" teriak Wrath.
"Apa? Aku yakin sebagian dari kalian juga berpikir hal yang sama denganku."
Pride tak salah. Keheningan itu adalah jawaban. Saat ini, mereka, para dosa besar dan kebajikan sedang berkumpul di tengah api unggun sisa semalam. Aku yang baru bangun dari tidurku entah mengapa ingin bersembunyi dari balik pohon dan mendengarkan celotehan mereka. Yah, aku akui memang aku pengecut.
"Sepertinya Putri Lucifer mengalami trauma." Kini Humility yang angkat bicara. "Kematian pahlawan terdahulu, Zachary Rhys, pasti meninggalkan kesan baginya."
"Putri juga memarahi kita ketika pahlawan itu mati, bukan?" tanya Charity.
"Yah, Tuan Putri pasti jatuh cinta padanya."
"Hah?!"
Ucapan Lust kompak membuat semuanya mematung dengan wajah melongo. Begitu juga denganku yang langsung menoleh padanya. Cinta? Apa maksudnya? Aku yang masih anak kecil ini?
"Tuan Putri adalah makhluk malang yang baru kehilangan ayah dan ibunya. Lalu dipertemukan dengan pemuda tampan yang baik hati. Bukannya ini seperti cerita di dongeng-dongeng?" imbuh Lust memainkan rambut merahnya sembari meliuk-liuk bagaikan bermain drama.
Aku hanya menepuk jidat mendengar hal ini. Boro-boro memikirkan cinta, lelaki saja tak pernah kupikirkan. Ah, ayolah, aku masih tujuh tahun! Aku hanya mengerti cinta orang tua daripada cinta-cinta semacam itu!
"Kalau masalahnya sesepele itu, tak mungkin Putri Lucifer itu melarikan diri," sela Temperance mengembalikan suasana yang dingin. "Toh, yang sebenarnya membunuh pahlawan adalah Lucifer, kan? Bisa jadi, Putri takut jika Lucifer kembali mengambil alih tubuhnya."
"Ah, aku juga penasaran tentang hal itu. Semenjak kita meninggalkan kota, Raja Iblis sudah tak pernah muncul lagi. Apa kali ini dia benar-benar mati?" tanya Kindness.
"Hei, jangan sembarangan!"
Tentu saja itu memicu perdebatan di antara Dosa Besar. Perbincangan itu berakhir dengan perkelahian antar mulut dan sihir kecil. Mereka mulai melenceng dari topik utama pembicaraan.
Ngomong-ngomong, pahlawan baru lahir setelah 7 tahun aku hidup. Butuh berapa tahun untuknya membunuhku? Apa tidak ada cara untuk mempertahankan kedamaian dunia tanpa harus membunuh satu sama lain? Ah, sial. Aku kekurangan pengetahuan tentang ini semua. Lagipula, sejak awal tujuanku ke Kota Pahlawan kan untuk mencari misteri ini.
"Ah, akademi!" Aku berteriak spontan karena teringat sesuatu. Melupakan jika aku sedang bersembunyi. Mengabaikan pula reaksi terkejut mereka dan langsung antusias sendiri. "Ada akademi di sekitar sini, kan? Ayo, kita ke sana!"
***
Akademi. Aku pernah mendengarnya dari ibuku, beliau bilang, jika akademi adalah tempat belajar seluruh manusia untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Ada satu akademi di negeri ini. Di sebelah utara dari Kota Pahlawan, Akademi Vanellope didirikan. Tidak ada batas usia untuk masuk ke akademi ini. Karena yang terpenting adalah kau bisa membayar di sini. Makanya, akademi biasanya hanya diisi oleh bangsawan.
"10 juta Gold per bulan?!" Greed menjerit sembari menggebrak meja.
"Betul, Tuan dan Nyonya. Itu belum termasuk makan siang, buku-buku, seragam, dan biaya tambahan lainnya," ucap pegawai Akademi ketika kami berkunjung ke sana.
Tentu tidak semuanya. Hanya Humility, Greed, Kindness, Envy, dan aku. Meskipun aku bilang baik-baik saja jik masuk akademi sendiri, mereka tidak membiarkanku. Kindness dan Envy yang memiliki raga seperti anak kecil turut serta sebagai sepupuku. Itu berarti, Greed harus mengeluarkan biaya tiga kali lipat.
Tentu saja dia tidak bisa menawarnya. Ini instansi pendidikan yang bahkan pemerintah tak bisa seenaknya mengontrol. Jadilah, Greed tetap membayar dengan biaya yang sudah ditentukan. Dengan catatan, Dosa Besar dan Kebajikan yang tidak ikut masuk akademi akan bekerja rodi untuk mengembalikan uangnya dan membiayai kami sampai lulus.
"Tunggu, kita harus menentukan identitas! Tidak mungkin kalian akan memakai nama yang sekarang, kan?" ungkapku ketika kami kembali ke rumah baru.
Rumah yang sederhana dengan cat biru tua dan sebagian besar terbuat dari kayu. Berbeda dengan rumah di Kota Pahlawan. Rumah di dekat Akademi Venellope sudah modern. Dengan berbagai warna, model, dan banyak jendela. Di jalanan bahkan sudah ada kereta yang melintas menggunakan rel dan kabel di atasnya. Kota Terpelajar memang berbeda.
"Kurasa tidak akan jadi masalah, Putri Lucifer. Tidak ada manusia yang pernah menemui kami sebelum ini," ucap Humility.
"Itu! Kau juga harus mengubah panggilan 'Putri Lucifer'! Nanti kalau ada manusia yang mendengar dan tahu kalau aku anak raja iblis bagaimana?!" tambahku mengingatkan para Kebajikan yang memanggilku dengan sebutan Putri Lucifer. Tentu ini juga berlaku untuk Dosa Besar yang memanggilku sebagai Tuan Putri. Jika melihat wujud dan situasi sekarang, akan terasa aneh sebutan mereka.
"Baiklah, bagaimana jika begini?" Dryard, yang menyembunyikan elemen alam yang menempel di tubuhnya memberikan usulan. Dia membagi peran sesuai dengan wujud manusia yang digunakan.
Pride dan Humility akan menjadi ayah dan ibuku. Disusul Temperance sebagai kakak pertama dan Wrath sebagai kakak perempuan yang galak. Greed dan Charity menjadi pasangan muda yang kaya raya. Lust dan Chastity menjadi orang tua bagi Kindness dan Envy yang berlagak seperti anak kembar. Terakhir, Patience dan Gluttony menjadi pasangan dengan anak Diligence si rajin dan Sloth yang suram. Dryard? Dia menjadi pembantu di rumah besar itu.
"Dan, untuk nama, mungkin tetap saja. Kita hanya tinggal menambahkan nama keluarga saja. Bagaimana?"
Yah, tidak ada bantahan jika Dryard sudah turun langsung. Mereka lalu mengambil namaku, Iiona sebagai marga. Lalu, kami langsung mengambil peran dan melakukan tugas masing-masing.
Aku, Envy, dan Kindness masuk ke akademi saat tahun ajaran baru dibuka. Kami diberikan seragam yang cukup baik. Untuk yang perempuan menggunakan kemeja putih dengan hiasan pita hijau di ujung lengan, jubah tanggung yang hanya sepanjang siku dan perut, rok hitam hijau yang selaras dengan jubahnya, sepatu boots yang nyaris selutut, dan tas ransel berwarna cokelat. Untuk yang lelaki dengan warna yang mirip, tapi mereka memakai dasi panjang, celana di atas lutut, dan sepatu boots di bawah mata kaki. Mungkin karena masih memasuki musim panas, pakaian ini lebih terbuka. Katanya akan ada perubahan seragam di musim dingin kelak.
Ah, aku membayangkan wajah geram Greed ketika mendengar ini.
"Selamat datang, murid-murid baru di Akademi Venellope!" sapa sosok pria tua berkacamata bundar di tengah-tengah panggung. Melihat banyak mendali menempel di jubahnya, dia pasti orang yang memiliki posisi tinggi di akademi ini. "Di gerbang Akademi Venellope yang agung ini, di tengah-tengah menara-menara yang menjulang ke langit berbintang dan di bawah naungan pohon-pohon Hikmah yang berbisik, kita berkumpul hari ini untuk merayakan awal dari sebuah perjalanan yang luar biasa. Kalian telah terpilih dari sekian banyak calon, bakat-bakat muda yang menunjukkan potensi yang luar biasa. Ingatlah, seleksi ini bukanlah akhir, melainkan sebuah permulaan. Di sinilah, di ruang suci pengetahuan ini, kalian akan mengasah kemampuan, memperdalam pemahaman, dan menemukan kekuatan sejati kalian. Kepada para guru dan staf yang terhormat, terima kasih atas dedikasi dan bimbingan kalian. Kepada para murid baru, sambutlah petualangan ini dengan hati terbuka dan semangat membara. Mari bersama-sama kita ukir sejarah baru di Akademi Venellope!"
Pidato singkat itu diakhiri dengan tepukan tangan dan semangat yang begitu terpancar dari wajah para murid baru. Bahkan Kindness juga ikut terlena dengan memberikan tepuk tangan yang meriah.
"Ah, iya. Ada satu lagi kabar yang menggembirakan." Pria tua itu mengembalikan atensi padanya. "Pahlawan baru sudah lahir! Dunia akan kembali menjemput kedamaian! Mari, sebagai warga yang menjunjung tinggi pengetahuan, kita sepatutnya bangga dan mulai mempersiapkan diri untuk membantu pahlawan di masa depan."
Sorakan demi sorakan kembali terdengar. Namun, untukku, itu sama sekali bukan berita bahagia.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu Iblis [END-LENGKAP]
FantasiJUARA 3 dalam Event Novel Cetakbuku #1 Cerita tentang Raja Iblis sudah biasa kita dengar. Lalu, bagaimana dengan Ratu Iblis? Bukan, ini bukan tentang Istri sang Raja Iblis. Melainkan anak perempuannya yang sepenuhnya bukan iblis. Setengah dari tubu...