"Dia beneran sudah pergi?" tanya Magani sembari melongok ke luar jendela kamar Nessa yang terbuka.
Nessa yang berada di meja belajarnya hanya menoleh pada Magani tanpa memberikan tanggapan. Minggu pagi seperti ini, biasanya Gibran akan berada di balkon kamarnya. Jika ada Magani, mereka akan mengobrol bersama, sementara Nessa hanya menjadi penyimak obrolan mereka. Kebiasaan itu mereka lalui hampir setiap minggu selama beberapa bulan lalu. Namun, sejak Gibran mengirim email itu, kebiasaan itu sudah tidak ada lagi.
"Terus gimana kamu?" tanya Magani lagi.
"Apanya?"
Magani berjalan mendekat, menarik kursi lain agar berada di sebelah Nessa. "Gimana perasaanmu?" tanyanya setelah duduk.
Nessa hanya bergeming menatap Magani.
"Kamu lega setelah dia pergi? Atau sebaliknya?"
Nessa mengalihkan pada buku yang dibacanya. Dia enggan menjawab karena tanpa dijawab pun seharusnya Magani sudah bisa menebaknya.
"Tapi, kenapa dia mundur duluan? Kamu nggak nebak-nebak siapa yang ngasih tahu sebelumnya?"
Hingga kini Nessa pun bertanya-tanya siapa yang memberitahu Gibran soal dia yang merasa terbebani karena perjodohan ini. Apakah mungkin Arion memberitahu Lovita, lalu menceritakannya pada Gibran?
Untuk kali ini, Nessa memilih menggeleng, lalu menjawab, "Aku nggak tahu soal itu." Dia kemudian bersuara lagi, "Katanya kamu pengin baca novel Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa? Kamu mau baca bukunya sekarang?"
"Ah, iya. Mana bukunya?"
Sengaja Nessa mengalihkan pembicaraan mereka pada yang lain agar Magani tidak lagi membahas laki-laki itu. Karena mengingat laki-laki bernama Ravindra Gibran hanya akan membuat hati Nessa kian rusuh bercampur resah.
***
Nessa hampir terlonjak ketika sesuatu yang halus menyentuh punggung kakinya. Selang air yang dipegangnya hampir mengenai makhluk itu jika tidak cepat-cepat mengalihkan ke arah yang lain. Begitu tahu hewan apa yang berada di kakinya, dia segera menutup keran air, lalu menyingkirkan selang menjauh darinya.
Nessa menekuk lutut, lalu mengelus kucing berbulu putih itu lembut.
"Meooong," sapa kucing itu dengan suara halus.
"Kenapa kamu ke sini?"
"Meooong."
Nessa meraih kucing sejenis anggora itu, lalu menggendongnya pelan. Meski kucing ini bukan miliknya, beberapa kali kucing ini akan mendekati saat melihat keberadaan Nessa. Seolah ada ikatan yang terjalin antara kucing ini dengan dirinya.
"Gigemi, kamu ada di mana, sih?" Suara seseorang terdengar dari luar.
Nessa menatap kucing bernama Gigemi itu lurus-lurus. Tahu kucing ini dicari pemiliknya, dia lantas berjalan menuju pintu gerbang yang terbuka sebagian. Sebelum sampai pada pintu gerbang, seseorang sudah lebih dulu melongok ke dalam.
"Dicariin dari tadi, ternyata kamu sama Nessa ya?" desah Tante Sekar, mama Gibran, setelah melihat Gigemi dalam gendongan Nessa.
"Maaf, Tante. Tadi ... dia ... mm ... Gigemi tiba-tiba datang ke sini," jelas Nessa merasa rikuh karena kedapatan menggendong kucing itu.
Menyadari Nessa yang merasa canggung sendiri, Tante Sekar buru-buru menimpali, "Oh, nggak pa-pa kok, Sa. Tante malah seneng kalau Gigemi ada sama kamu." Setelah mengambil jeda sejenak, dia kemudian berkata lagi, "Sebenernya Tante tuh alergi sama bulu kucing. Tante kepikiran mau nitipin Gigemi ke pet shop aja. Soalnya kalau nggak ada Gibran kan mau nggak mau Tante yang urus sendiri. Kadang bikin Tante bersin-bersin."

KAMU SEDANG MEMBACA
Inertia
General FictionSelalu ada banyak pertanyaan yang muncul dalam pikiran seorang Gemintang Kanessa Adhitama. Apa? Mengapa? Lalu, bagaimana?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dalam benaknya seakan seperti milyaran bintang yang mengelilingi pusat galaksi. Namun...