Satu

6K 607 76
                                    

Archimedes menemukan hukum gaya apung pada fluida ketika dia sedang berendam dalam bak mandi. Saat itu, dia terlalu lelah memikirkan tugas yang diberikan Raja Hireon II untuk menyelidiki kemurnian emas pada mahkota baru raja dari Sirakusa itu. Dengan pikiran yang berat, dia lantas menceburkan dirinya dalam sebuah bak mandi.

Tanpa disangka, justru dari bak mandilah, dia menemukan jawabannya. Air yang bercipratan ke luar seiring tubuhnya yang masuk ke dalam bak mandi, benar-benar memberikan inspirasi kepadanya. Dari sanalah, sebuah teori yang kemudian dikenal sebagai hukum Archimedes ditemukan. Bahwa sebuah benda jika dicelupkan ke dalam zat cair, maka benda tersebut akan memperoleh gaya angkat ke atas—gaya apung, sebesar zat cair yang dipindahkannya.

Sebuah teori yang berawal dari hal yang sederhana, namun bisa mengubah dunia. Teori yang dari hukum itu, manusia mengenal adanya kapal selam, kapal laut, hidrometer hingga balon udara. 

Bukan hanya Archimedes, bahkan Isaac Newton pun juga begitu. Dari hal yang sederhana pula, dia berhasil menemukan teori gravitasi.

Saat itu, kampusnya—tempat dia berkuliah—harus ditutup karena wabah penyakit. Meski hanya di rumah, dia selalu belajar untuk bisa memecahkan soal Matematika. Hingga suatu hari, saat dia duduk di bawah pohon apel di depan rumahnya, sebuah apel jatuh mengenai kepalanya. Dalam keheningan malam itu, Newton terus tepekur menatap apel yang jatuh tegak lurus dari atas pohon ke tanah. Dari sanalah, teori gravitasi itu ditemukan.

Dalam benak ilmuwan seperti Archimedes, Newton maupun ilmuwan lainnya, mereka selalu dipenuhi dengan pertanyaan; apa, mengapa dan bagaimana. Di manapun dan kapanpun, bahkan saat sedang gabut sekalipun.

Seperti halnya dengan dirinya.

Selalu ada banyak pertanyaan yang muncul dalam pikiran seorang Gemintang Kanessa Adhitama. Apa? Mengapa? Lalu, bagaimana?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dalam benaknya seakan seperti milyaran bintang yang mengelilingi pusat galaksi.

Sementara seseorang yang berada di bawah sana tidak sama sepertinya.
Ketika gelembung-gelembung air sabun itu beterbangan di udara, telunjuk milik seseorang itu sigap menyentuhnya satu per satu. Menciptakan letusan lembut begitu bersentuhan dengan kulit.

Lalu, tawa gadis mungil yang berada dalam gendongan seseorang itu berderai riang. Membuat dia—seseorang itu, tersenyum lebar, memperlihatkan dua cekungan yang tercetak jelas di kedua pipinya.

"Ternyata bikin bahagia ponakan Om itu murah banget, ya?" Seseorang itu bersuara disusul dengan tawa geli hingga membuat sudut matanya berkerut dalam.

Perempuan berhijab instan yang memegang botol berisi air sabun itu tampak mendengus pelan. "Bilang aja pelit," cibirnya dengan tatapan malas.

Alis tebal milik seseorang itu terangkat sebelah. "Seminggu yang lalu siapa yang beliin tas sampai lumayan nguras tabungannya? Lupa?"

"Siapa juga yang nyuruh beliin tas mahal? Aku kan cuma minta dibeliin tas buat dateng ke kondangan temen. Nggak nyebut merk juga, kan?"

"Itu tanda kalau Abangmu ini begitu murah hati. Nggak pelit seperti yang kamu bilang. Ngerti?" sanggah seseorang itu seraya mengarahkan ujung telunjuknya ke dahi perempuan itu.

Perempuan itu sontak menarik tangan seseorang itu, menjauh dari dahinya. Dia kemudian mendesis pelan, "Tapi, kalau ujungnya ngungkit-ungkit jadinya kayak nggak ikhlas."

Seseorang itu hendak membalas cibiran perempuan itu, namun urung ketika suara anak perempuan berumur tujuh tahun menahannya.

"Om Jib. Lihat deh! Gelembung sabunku pasti lebih banyakkan punyaku ketimbang punya Onty Vita," seru Kyla, anak perempuan itu, girang.

InertiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang