Malam berganti siang, matahari perlahan terbit, menggantikan tugas bulan untuk menyinari bumi.
Bianca terbangun karena merasa ada sesuatu yang menimpa perutnya. Dengan mata yang masih setengah terbuka, dia melirik ke arah sumber gangguan itu. Ternyata Abyan, dengan santainya memeluk tubuh Bianca menggunakan tangan kekarnya.
"Ish, minggir!" seru Bianca dengan nada tinggi sambil menyingkirkan tangan Abyan dengan kasar.
Abyan yang masih setengah tidur pun terbangun. "Sayang..." panggilnya lembut, namun Bianca tidak menggubris. Dia langsung bangkit dan melangkah cepat menuju kamar mandi.
Brak!
Pintu kamar mandi tertutup dengan suara keras, membuat Abyan yang masih terbaring kaget dan spontan beristighfar.
Sekitar 15 menit kemudian, Bianca keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk mandi. Tanpa menoleh sedikit pun ke arah Abyan, dia berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian yang sudah disiapkan Abyan.
"Sayangku, cintaku, baby, honey, zaujati..." Abyan terus memanggil dengan berbagai sebutan mesra, mencoba menarik perhatian Bianca. Tapi Bianca hanya menganggapnya angin lalu, tak sedikit pun menoleh.
Namun, suasana itu mendadak terhenti ketika suara ponsel berbunyi.
Dring...
Layar ponsel Bianca menampilkan nama "Elvano."
Melihat siapa yang menelepon, raut wajah Abyan langsung berubah. Dengan cepat, dia merebut ponsel itu dari tangan Bianca dan langsung mematikan panggilan.
"Lo apa-apaan sih? Balikin ponsel gue!" seru Bianca kesal, mencoba merebut kembali ponselnya.
"Tuh bocah ngapain telepon lo?" tanya Abyan datar, tapi nadanya mengandung emosi yang tersimpan.
"Bukan urusan lo! Mending lo urus sahabat tercinta lo, Abyan. Sekarang balikin ponsel gue. Elvano udah nunggu di depan!" jawab Bianca, berhasil merebut ponselnya kembali sambil meraih tas besar berisi perlengkapan kemping.
Ketika Bianca hendak membuka pintu, suara Abyan yang lantang menghentikan langkahnya.
"Bianca! Berhenti di situ!" teriaknya, membuat Bianca tersentak dan menurunkan tangannya dari gagang pintu.Abyan berbalik, berjalan cepat ke arahnya, dan langsung menggenggam tangan Bianca dengan erat.
"Lepasin! Lo nyakitin gue, Abyan!" seru Bianca sambil berusaha melepaskan diri.Namun, bukannya melepaskan, Abyan justru mengambil kunci kamar dan menguncinya dari dalam. Dengan santai, dia masuk ke kamar mandi, meninggalkan Bianca yang berteriak protes di belakangnya.
"Abyan, balikin kuncinya! Gue harus ke sekolah!" pinta Bianca sambil mengejar Abyan. Namun, langkahnya terhenti ketika Abyan berdiri di depan pintu kamar mandi dengan senyum jahil.
"Mau ikut masuk?" tanya Abyan, membuat Bianca semakin kesal.
"Balikin kuncinya, Elvano tungguin gue!" desak Bianca.
Abyan hanya mengangkat alis, senyumannya semakin melebar. "Suruh dia pergi duluan. Kita berangkat bareng," ucapnya sebelum menutup pintu kamar mandi dengan santai, mengakhiri perbincangan mereka.
Setelah selesai mandi, Abyan membawa semua perlengkapan mereka, termasuk barang-barang milik Bianca dan Glykeria, lalu memasukkannya ke dalam mobil. Tak lupa, ia kembali ke ruang makan untuk sarapan pagi bersama yang lain sebelum berangkat. Bianca hanya duduk diam, memakan sarapannya tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya, meski Glykeria terus mencoba mengajaknya bicara.
"Bianca, aku boleh gabung di tenda kamu nggak? Soalnya aku nggak punya tenda," tanya Glykeria polos sambil menatap Bianca dengan harapan.
Bianca menghentikan aktivitas makannya sejenak, menatap Glykeria tajam sebelum akhirnya membuka mulut.
"Kalau nggak punya tenda, ngapain ikut?" jawab Bianca ketus, lalu kembali menikmati nasi gorengnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Abyanca || Abyan & Bianca
Romance"Jangan harap gue bisa jatuh cinta sama cowok kayak lo, walaupun lo itu suami gue!" tegas Bianca dengan nada penuh penekanan, matanya menatap Abyan tajam. Abyan hanya menyeringai, wajahnya mendekat dengan tatapan yang sulit ditebak. "Oh iya? Tapi gu...