Double L part 5

22 1 2
                                    

Aku merentangkan kedua tanganku seraya menguap lebar. Udara pagi ini begitu sejuk. Mungkin karena hujan semalaman. Aku merenggangkan otot dengan berbagai gaya.

"Eh.." aku menurunkan tanganku seraya tersenyum canggung. "Pagi, Lutfi."

"Pagi, Lintang." Jawabnya lirih.

"Ke alun-alun kota, mau?" Tawarnya sambil mengacak rambutnya yang berantakan.

Aku tersenyum melihat tingkahnya. "Ngapain?"

"Jogging." Jawabnya pendek. "Gue tunggu sepuluh menit di bawah." Ia lalu hilang di balik pintu. Apa? Sepuluh menit?

Aku grusak-grusuk lari ke dalam kamar mandi. Mandi seadanya ala bebek. Menguncir rambut panjangku. Aku mengenakan kaos putih bertuliskan 'single', celana selutut dan sepatu kets.

"Non, sarapan dulu." Mbok Rum menuang susu ke gelas ketika aku berlari menuruni anak tangga.

"Aduh, Mbok, nggak sempat nih. Mbok sama Pak Min sarapan duluan aja." Aku meraih dua lembar roti tawar sebelum berlari ke halaman depan. Lutfi berdiri menunggu seraya bersandar pada dinding pagar.

"Lo mau jogging apa tebar pesona?" Roti di mulutku terjatuh dan aku melongo bingung.

"Aku nggak dandan kok." Belaku.

"Itu tulisan di kaos lo," tunjuknya santai.

"Nanti kalau ada cowok ganteng kecantol aku nggak nolak," jawabku nyengir.

"Terserah," katanya menyerah.

"Eh tungguin!" Aku menyusulnya yang meninggalku begitu saja.

"Pelan-pelan!" Aku menggeplak lengannya. Meski Lutfi tidak menjawab, ia memelankan larinya.

"Ecieee cieee.. Suittt suittt.. yang minggu pagi udah lari bareng." Itu suara cempreng Mang Ujang, satpam komplek yang usil. Haha, maklum, jomblo dia.

"Biarin. Weeek." Aku menjulurkan lidah.

"Cepat cari istri, Mang. Biar nggak iri kalau lihat orang pacaran." Di sampingku, Lutfi ikut menimpali. Ia tertawa pelan.

"Iya, yang pacaran, berasa paling bener dah." Ia cemberut, gagal meledek. Eh, tadi Lutfi bilang apa?

"Eh emang kita pacaran?" Tanyaku ketika sudah keluar dari gerbang komplek.

Tanpa menoleh, ia menjawab. "Pacaran? Ya nggak lah."

"Ooh. Jadi penasaran sama cewek yang kamu taksir sekarang. Pasti ada kan? Ayo ngaku."

"Nggak ada," jawabnya dingin.

Aku berhenti berlari. Antara terkejut dengan jawaban itu dan lelah. Aku menumpukan kedua tanganku di lutut.

"Capek?" Ia menghampiri.

"Haus," aku beralih duduk di trotoar.

"Tunggu bentar, gue cari minum." Lutfi melangkah lebar ke toko di seberang jalan. Aku mengatur napas seraya memperhatikan lalu-lalang orang yang memadati alun-alun. Mereka berkumpul di lapangan dan membuat flashmob.

"Fi! Ayo ikut itu!" Lutfi yang datang membawa dua botol air mineral segera kutarik mendekat ke lapangan alun-alun.

"Lo mau ngapain?" Lutfi menatapku bingung. Sementara aku terus menariknya ke tengah barisan lautan manusia.

"Udah, taruh aja dulu. Seru nih!" Seruku. Lutfi menaruh botolnya di tanah. Kemudian diam. Aku gemas melihatnya. Sementara aku sudah terhipnotis dengan setiap gerakan yang berirama ini.

"Lepasin semuanya!" Bisikku.

"Lo pikir semudah itu?" Ia berteriak marah. Gerakanku terhenti. Dan otomatis membuat orang yang bergerak di sampingku tanpa sengaja menyikut punggungku.

Double LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang