Chapter 5

4.6K 263 35
                                    

Note: Haruskah kubuat Kinal's POV? Atau cuma sudut pandang author & Veranda aja? Author minta komen pendapat kalian yaah~ :3

Veranda's POV

Suara alarm yang berdering membangunkanku dari tidur. Dengan mata yang masih tertutup, tangan kiriku meraih meja kecil tempat aku biasa menaruh handphone dan novel, meraba-raba sebelum menemukan benda berisik itu. Aku mematikan alarm dan mengecek pukul berapa sekarang.

04:20 AM.

Terlalu pagi, batinku. Biasanya alarmku diset pukul 6 pagi, tapi kali ini jauh dari sebelumnya. Entahlah, mungkin aku salah mengatur waktunya.

Handphone itu kutaruh kembali ke meja sebelum layarnya membutakan mataku yang terasa agak aneh.

Oh iya. Tadi malam aku menangis sampai tertidur.

Semua karena Kinal dan pacar sialannya itu.

Ah tidak, harusnya aku yang sialan. Siapa suruh kutinggalkan dia dulu.

Lupakan. Sebaiknya aku beranjak dari kasur ini. Tak ada salahnya juga jika aku bangun lebih pagi dari biasanya.

Saat aku ingin bangun, aku merasakan ada kehangatan yang menjulur di daerah perutku. Punggungku juga terasa hangat. Hembusan ringan tertiup di belakang leher dan dengkuran kecil berjejak di telingaku.

Kinal.

Tubuhku agak menegang sementara jantungku mulai berdetak dengan tempo yang lebih cepat. Kali ini aku tidak mencoba menahan laju debaran itu. Berbeda dengan sebelumnya, aku membiarkan diriku menikmati setiap ketukan yang timbul akibat sentuhan dari gadis yang lebih muda dariku ini.

Jujur saja jika aku agak bingung dengan apa yang ia lakukan sekarang. Apakah Kinal sudah membuka kembali hatinya untukku? Entahlah, ini hanya pelukan biasa. Semua orang melakukannya, sama seperti kami dulu saat masih bersama.

Aneh kalau mengingat hari kemarin. Cara dia kemarin duduk di kedua pahaku sudah mampu membuatku gila. Ditambah pelukan yang ia berikan tiba-tiba, mungkin efeknya sama seperti menggunakan obat-obatan. Nikmat.

Jari-jariku mengelus tangan kiri Kinal yang melingkar di badanku. Kupikir dengan menyentuh tangannya akan membuatku lebih tenang, tapi yang ada malah sebaliknya.

Sebuah deringan yang lebih nyaring dari sebelumnya membuat tangan yang melingkar di tubuhku bergerak-gerak. Perlahan melepaskan pelukan, sesaat kemudian kembali lagi ke posisi yang sebelumnya. Dengkuran halus yang tadi bergema di telingaku sudah tidak ada.

"Udah baikan?" tanyanya dengan suara serak. Kali ini pelukannya lebih dieratkan dari sebelumnya. Seharusnya belum baikan jika kau tidak memelukku.

"Udah kok." Tapi kalau kamu begini terus aku bisa gila juga Nal.

"Tadi malem aku lihat kamu tidur matanya basah, aku mau peluk dari depan takut jatuh."

Aku mengangguk serta ia menguap pelan.

"Shampoonya masih sama ya?"

"Iya. Kamu siap-siap sholat shubuh dulu sana."

-----------------

Sementara Kinal beribadah, aku memilih untuk membereskan bahan-bahan makanan yang kemarin kami beli. Kemarin kami tidak segera menyusunnya karena Kinal tiba-tiba minta makan di sebuah restoran yang kami lewati, dan ia kekenyangan karena banyak makanan yang masuk. Porsi makan dia masih banyak, tapi dia sudah agak jaim ketika makan. Kalau kami udah akrab lagi pasti dia juga balik berantakan.

Awalnya kukira kulkasnya masih kosong. Rupanya sudah terisi sedikit. Aku berjongkok untuk melihat satu rak kulkas yang sudah terhias makanan.

Coklat, keju, makanan ringan penyebab sakit gigi...

Taking What's MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang