"Depi, say hello to our new friend~"
Aku membukakan pintu apartemen yang akan kami tinggali bersama. Setelah Kinal masuk, aku mengunci pintu apartemen kami dan beranjak ke sofa. Tas tanganku kubiarkan tergeletak di meja sementar aku duduk dan menyenderkan kepalaku. Kedua mataku dipejamkan, dan aku mulai memikirkan hal-hal manis yang akan kami lalui bersama.
Di sini, aku pasti bisa berduaan dengan Kinay tanpa ada sorot mata yang mengganggu. Bayangkan saja, aku dan Kinayku menikmati waktu minum teh di balkon apartemen, kemudian kami tidur saling berpelukan saat malam harinya. Dan esoknya aku akan pingsan karena over-kin-dosis. Oh my god.
"Ve, ini gak terlalu berlebihan Ve? Kita kan cuma berdua," tutur Kinal. Dia tampak terkesima, masih melihat-lihat sekeliling. Sebenarnya apartemen ini bisa dibilang mewah dan yah agak berlebihan. Tapi kakakku Randy yang memilihkan apartemen ini, aku hanya mengiyakan saja apa yang ia bilang.
"Kakakku yang milihin Nay."
"Oh..." Kinal membiarkan kopernya di depan pintu. Aku melihat kakinya melangkah ke arah dapur dan mengikutinya dari belakang.
Dia membuka pintu kulkas. Kosong. Hanya ada botol minum berukuran dua liter.
"Loh Ve? Gak ada apa-apa?" Matanya seperti mengeluarkan rasa kecewa. Wajahnya seperti anak kecil yang sedih karena permennya diambil. Rupanya dia masih Kinal yang tukang makan, walaupun tubuhnya sedikit lebih kurus sekarang. Aku memeluknya dari belakang dan menaruh daguku di bahunya, lalu membisikkan kalimatku.
"Kamu mau aku beli sayur sama yoghurt semua?"
Kinal paling tidak suka dengan yoghurt, dan aku tau dia ada hubungan love-hate dengan sayur-sayuran. Dulu ia sering mengeluh padaku jika sayuran mamanya tak enak, tapi terpaksa ia makan karena sehat. Jika dia makan sayur itupun masih memilih-milih.
Badannya bergetar kecil. "Hehe enggak ah Ve, jadi kapan kita beli bahan-bahannya?" Nada suaranya terdengar aneh. Ia mencoba melepaskan tanganku yang terkait di perutnya tapi tidak berhasil. Aku memperkuat pelukanku.
"Nanti aku pesan makanan aja," ucapku sebelum mencium pipinya pelan. Setetes keringat mengalir di lehernya, apa ia gugup?
"Ve, aku pegel. Tolong lepasin."
Sial.
Kalimat ini.
Beby pernah cerita padaku. Dulu ketika dia belum dekat dengan Kinal, pasti Kinal selalu menolak kontak fisik darinya, beralasan pegal atau berat. Saat bersamaku dia selalu mengizinkan, tapi tidak untuk kali ini.
Entahlah. Sudah lama kami tidak berjumpa. Mungkin Kinal sudah menganggapku sebagai kenalan biasa. Argh!
Pelukanku kulepas, kakiku pergi kembali ke arah sofa dan langsung kuhempaskan tubuhku. Aku tak peduli kalau aku tampak kekanak-kanakan, toh aku hanya ingin memeluknya. Dari atas meja kuambil tas tanganku dan meraih handphone. Kuhubungi nomor sebuah restoran terkenal di Jakarta.
"Ve, kita beli bahan-bahan aja, biar besok nggak ribet." Dia datang ke arahku kemudian berjongkok di depanku. Wajah kami tidak terlalu dekat, tapi aku bisa langsung menatap matanya kalau tubuhku kuhadapkan ke kiri.
Pandanganku kuarahkan ke langit-langit. Aku belum mau berpapasan dengan matanya. Tidak, bukan tak mau. Hanya saja aku masih kesal dengan yang tadi.
"Males masak," jawabku singkat.
"Biar aku yang masak Ve. Aku udah bisa."
Kinal sudah pandai memasak?
Terakhir kali aku melihatnya memasak itu ketika dia mencoba memasak telur goreng. Itupun gosong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Taking What's Mine
FanfictionTujuannya cuma satu; Mengambil kembali apa yang memang miliknya. --------------------- Main characters: Jessica Veranda Devi Kinal Putri