Chapter Ten: Near
Alya POV
Udah sebulan belakangan ini aku sama Adriyan jadi makin deket, ya deket like deket banget. Aku jadi lebih sering bales chat dari dia, kita juga jadi kelihatan lebih sering jalan bareng disekolah.
Emang sih, pas pertama kali aku kenal dia nggak ada perasaan apapun yang muncul. Flat. Neutral. No sparks. No butterfly.
Tapi nggak tau kenapa, semakin lama kenal dia kok aku malah jadi semakin pengen ketemu dan bareng sama dia terus, atau cuma sekedar bisa liat dari jauh aja udah cukup bikin aku seneng. Am i weird?
Hidupku juga sekarang jadi jauh lebih tertata, peneror itu meskipun kadang masih ngirimin surat kaleng buat aku tapi nggak mempengaruhi aku dan Adriyan, mungkin usahanya nggak ngebuahin hasil.
Semua berjalan seperti biasa, sekolah, pulang, main, ngerjain tugas, jalan bareng Risen dan Nabilla, dan tentu aja Adriyan juga. Udah jadi kayak rutinitas baru di keseharian aku.
"Al, bengong aja. Mikirin apa sih?" tanya Risen saat kita lagi pelajaran Sejarah.
"Boring habis, bete banget jam ketiga sejarah gini ngantuk." jawabku sambil memainkan pulpen dan mengetuk-ngetukan kaki. Mencoba untuk mengabaikan guru sejarahku, pak Agus yang sedang menjelaskan teori Charles Darwin.
"Lima belas menit lagi balik Al, bilang aja lo nggak sabar kan buat ketemu Adriyan?" ledek Risen dengan berbisik.
Iya sih, emang setelah pulang sekolah ini Adriyan ngajak aku jalan. Aku juga nggak tau kita bakal kemana, mengingat dia selalu aja punya cara yang berbeda.
"Lo apa sih Sen? Biasa aja ah." jawabku sambil menahan senyuman, tapi rona merah dipipiku sama sekali nggak bisa aku tahan.
"Biasa, biasa tapi muka lo kayak kepiting rebus gitu. Ngaku deh sama gue, ko jatuh cinta kan sama Adriyan?" ledek Risen sambil mrnajan cekikikannya.
"Berisik lo Sen." aku mengabaikan cekikikan Risen lalu berusaha buat fokus ke papan tulis, tapi apalah daya, rasanya aku nggak bisa berhenti buat gak mandangin jam, rasanya lama banget.
Dan akhirnya inilah dia, bel pulang sekolah. Entah kenapa aku rasanya grogi pas Adriyan minta ketemu, walaupun emang setiap hari ketemu mengingat kelas kita sebelahan, rasanya beda aja.
Aku langsung merapikan semua barang-barangku dan memasukamnya kedalam tas, Adriyan terlihat udah menungguku didepan kelas. Aku berjalan kearahnya sambil memakai tasku.
"Kita jalannya kapan-kapan aja gimana Al?" tanyanya polos, entah kenapa saat dia bilang kayak gitu ada sebersit rasa kecewa yang tanpa sadar terlintas dihatiku.
"Umm.. Ya udah deh Yan. Gue balik duluan ya mau bareng Risen." aku segera menatap Risen yang sedang merapikan barang-barangnya.
"Lo balik sama gue aja Al, gue mau ngajak lo ke suatu tempat." ucap Adriyan sambil memperhatikan sekitar.
"Kemana?" tanyaku sambil memainkan tali tasku. Menariknya lalu mengulurnya lagi.
"Udah ikut gue aja." Adriyan laly mengajakku untuk naik ke lantai paling atas, rooftop sekolah kami. Melewati lantai tempat angkatan kelas dua belas.
Aku hanya menunduk sepanjang jalan buat ngehindarin tatapan mata anak-anak yang belum pulang dan memperhatikan Adriyan yang menggandeng tanganku.
Siapa yang nggak kenal sikembar Adriyan-Daniel yang identik diseluruh penjuru sekolah ini. Adriyan, dengan charmingnya menebar senyum kepada setiap orang yang senyum ke arahnya, masih sambil menggenggam tanganku.
Bener-bener nggak kontras banget sama aku yang justru malah nunduk sambil menahan malu dengan pipi memerah.
Dan tiba-tiba aja, Adriyan berhenti sehingga membuat aku menabraknya. Entah emang dia yang tiba-tiba berhenti atau emang aku yang dari tadi ngelamun dan sibuk sama pikiranku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back Stabber
Teen FictionSemua dimulai saat Alya terlambat di hari Senin pagi, dan bertemu dengan cowok terakhir yang ingin ia temui disekolah. Adriyan, yang populer dan sangat sadar dengan pesona yang ia punya, berpikir bahwa Alya akan mudah ia dapatkan. Tapi perasaan data...