PART 3 - GEMBOK

127K 5.3K 155
                                    

Setelah memastikan tidak ada 'pencuri' lain yang bersembunyi di seluruh penjuru rumah mungilku, buru-buru kukunci pintu depan dan pintu dapur. Aku juga memeriksa semua jendela. Aman. Kuhela napas lega lantas menjatuhkan tubuhku di kasur empukku yang beralaskan karpet berwarna hijau mint. Rasanya lelah luar biasa!

Namun tiba-tiba aku sadar bahwa bukan tidak mungkin Jarez akan kembali menyelinap ke dalam rumahku! Bagaimana ini? Apa yang sebaiknya kulakukan? Apa kutelepon saja Pak RT? Kulirik jam dindingku: hampir tengah malam. Kugigit bibirku.

Jika aku bilang pada Pak RT tentang kelakuan Jarez yang ini, apakah ia masih akan tetap membela pria mesum dan aneh itu? Kuacak-acak rambutku. Ah, tapi mungkin saja Pak RT akan mempertimbangkan lagi untuk mengusir Jarez karena salah satu warganya sedang terancam keselamatannya!

Kurogoh ponsel dari tasku dan tanpa ragu lagi menelepon ke rumah Pak RT. Setelah deringan ketujuh, Ryan mengangkatnya. Aku memintanya untuk memanggilkan ayahnya.

"Ayah sedang tidur, ada perlu apa malam-malam, Mbak Chocolate?"

Aku berdeham. Apa kuberitahu saja soal Jarez pada Ryan? Biar dia tahu kelakuan aneh atasannya itu―di samping kelakuan playboy-nya yang sudah menjadi buah bibir warga setempat. Hm, tapi tidak etis rasanya. "Begini, sepertinya tadi rumahku dimasuki pencuri―"

"Apa? Yang benar, Mbak? Tunggu, aku ke rumah Mbak, ya!"

Apa? Malam-malam begini? "Tidak perlu, Ryan. Pencurinya sudah pergi, kok. Tidak ada barang yang hilang juga karena di rumahku tidak ada yang bisa diambil."

"Tapi―"

Aku berusaha meyakinkan Ryan bahwa aku baik-baik saja. "Tolong beritahu Pak RT untuk meningkatkan keamanan di sekitar sini."

"Itu pasti. Mbak Chocolate benar baik-baik saja?"

"Ya, aku sudah bilang kan. Oke, terima kasih, Ryan, selamat malam." Aku memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban Ryan, salah satu pria yang sepertinya ada hati padaku. Siapa yang tidak menyukai Ryan: ia pria yang baik dan sopan, tapi sayang ia beberapa tahun lebih muda dariku. Dan jika aku melihat Ryan, terkadang aku teringat kembali pria cinta pertamaku yang wajahnya mirip Ryan dan lebih muda satu tahun dariku. Pria yang tidak ingin kuingat-ingat lagi.

Aku menghela napas. Lelah. Susah payah kutahan rasa kantukku sambil mengambil selimut dan sapu lidi, lalu duduk bersandar ke pintu dapur, berjaga-jaga jika pria tak bermoral itu kembali menyatroni rumahku. Untunglah besok libur. Aku menguap lalu terlelap.

***

Kuregangkan otot-ototku. Tidurku nyenyak sekali sampai-sampai tidak kudengar suara berisik tetanggaku itu: atau ia memang menepati janjinya bahwa ia tidak akan berisik lagi? Entahlah. Kukerjapkan mataku, bingung kenapa kini aku berada di kasurku. Seingatku, semalam aku tidur sambil menyandar ke pintu dapur.

Aku langsung siaga. Jangan-jangan pria itu masuk ke rumahku lagi! Kucek pakaian yang kukenakan. Lengkap. Aman. Wajahku terasa penas karena pikiran konyolku. Apa aku berjalan sambil tidur, ya? Tapi masa, sih? Perlahan aku bangkit dan berjalan aku keluar kamar. Dengan memberanikan diri kucek setiap ruangan. Tidak ada orang.

Dengan lega aku menebah dadaku. Syukurlah, mungkin semalam aku kembali ke kamarku sambil setengah tidur?

Tiba-tiba kudengar ketukan di pintu depan.

"Eh, Pak RT, Ryan―"

"Kata Ryan, semalam rumah Mbak Chocolate dimasuki pencuri?"

Aku mengangguk cepat. "Ya. Saat aku pulang, pencuri itu sudah pergi," dustaku. "Kurasa aku butuh gembok."

VIRGIN CHOCOLATE IS MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang