Tatapanku tak bisa lepas dari Jarez. Tubuh indahnya itu membuat sekujur tubuhku terasa panas. Debar jantungku yang sangat cepat dan keras terdengar bagai bunyi genderang perang.
"Air liurmu, tuh."
Aku menutup mulutku. Tentu saja Jarez hanya bercanda, tapi dengan bodohnya aku percaya saja. "Cepat pakai kembali kausmu dan pergi dari rumahku!"
Mata pria itu menatapku lurus. Lekat. Tidak ada lagi lelucon di sana; seluruh tubuhnya memancarkan keseriusan. Tampaknya pria ini tidak sedang main-main.
Aku mengertakkan gigiku. "Aku serius, Jarez!"
Kedua tangan pria itu dengan cepat mencengkeram lenganku lalu mendorongku hingga tubuhku telentang di bawahnya, membuatku terkejut setengah mati. Napas pria ini menerpa wajahku. Panas dan cepat, membuat jantungku bagai diremas-remas dan perutku terasa diaduk-aduk. Bahu dan lenganku tidak dapat kugerakkan. Tenaga Jarez sangat kuat. Matanya terlihat menakutkan saat ini, memancarkan nafsu dan sesuatu yang lebih dalam dari itu, namun aku tidak tahu sesuatu itu apa. Napasku mulai terasa sesak.
"Kumohon, jangan, Jarez―" kata-kataku tertelan oleh pagutan liar dan kasar bibirnya. Bibir itu berkali-kali melumat bibirku. Lidahnya membelai-belai bibirku, panas dan kasar. Lidahnya memaksa bibirku agar membuka. Selama beberapa detik aku bertahan hanya untuk kemudian menyerah. Kubuka mulutku dan kubiarkan lidah panasnya melesak masuk dan membelit lidahku.
Desah nikmat terlontar dari mulutku. Aku sadar dan aku membiarkannya. Ciumannya sangat enak hingga aku tak kuasa untuk menolaknya. Lidahnya menari-nari di dalam mulutku, membelai gigi-gigiku, mengelus langit-langit mulutku, membuat tubuhku bergetar. Aku tidak bisa menyudahi ciuman ini. Aroma harum dan segar yang memenuhi hidung dan mulutku serta kenikmatan yang diberikan bibir dan lidahnya membuat kedua tanganku meronta untuk melepaskan diri untuk kemudian menarik kepalanya agar ia memperdalam cumbuannya.
Saat aku bermaksud untuk membelai langit-langit mulutnya, ia tidak membiarkannya dan malah membelit lidahku, membuatku kembali dihantam kenikmatan demi kenikmatan. Kepalaku terasa pening akibat gairah dan rasa nikmat. Lalu sesuatu yang hangat terasa mengalir keluar dari kewanitaanku.
Tiba-tiba Jarez melepaskan ciumannya, membuatku linglung dan merasa hilang arah. Ternyata pria ini hanya menghirup oksigen lantas kembali memagut bibirku sementara kedua tangannya kini mencengkeram kedua sisi kepalaku untuk memperdalam ciumannya.
Kedua tanganku yang bebas meraba bahu bidangnya, mencengkeramnya, lalu turun menelusuri dadanya, terus turun ke perutnya yang liat tanpa lemak dan six packs. Rasanya luar biasa.
Kemudian Jarez menyudahi ciumannya, menghentikan gerakan tanganku.
"Ayo kita lakukan."
"Apa?" tanyaku bingung.
"Bercinta, tentu saja."
Kata-kata itu langsung menyentakkan kesadaranku. Aku malu sekali! Apa yang telah kulakukan? Terbawa suasana? "Tidak!" Bayangan kedua orang tuaku menari-nari di benakku. "Aku tidak ingin bercinta denganmu!"
"Kamu menikmati ciumanku, Chocolate."
"Memang," jawabku jujur. "Tapi aku tidak mau bercinta denganmu atau siapa pun sebelum menikah!" ujarku tegas.
"Kolot."
Lucu sekali. Kami bertengkar masih dalam posisi Jarez berada di atasku. Tubuh bagian atasnya yang telanjang nyaris membuatku lupa diri. Aku tengah berusaha keras untuk menghalau feromon pria playboy ini, meskipun terasa berat sekali.
"Tunggu...." Ia menegakkan tubuhnya lalu bergeser ke sampingku. "Maksudmu... kamu masih perawan?"
Pipiku pasti tampak merona seperti memakai blush on. "Memangnya kenapa?"
"Hari gini masih ada perawan? Memangnya berapa umurmu?" Ia tergelak.
Dia pikir ini lucu? "Tidak ada hubungannya dengan umur."
"Berapa umurmu?" ulangnya.
"Mau dua puluh enam."
Ia mengelus dagunya yang ditumbuhi janggut halus, membuatnya tampak jantan dan seksi, membuatku menelan ludah. Matanya tampak berbinar. "Jika kulunasi sisa kredit rumahmu ini agar kamu tak perlu menyicil lagi dan kubiayai adik-adikmu hingga kuliah, apa kamu mau memberikan keperawananmu padaku?"
Terdengar bunyi nyaring dan sakit di telapak tanganku. Rupanya aku menampar Jarez. "Brengsek!" semburku. Lalu aku menyadari ada yang aneh dengan kata-katanya. "Bagaimana kamu bisa tahu soal kredit rumah dan soal adik-adikku?"
Jarez mengusap pipinya. Ia tidak terlihat marah tetapi ia juga tidak berniat menjawab pertanyaanku. Ia malah berkata, "Jangan munafik, Chocolate. Kamu pasti menginginkan uang yang kutawarkan. Bukankah karena itu kamu bekerja full Senin sampai Minggu?"
Itu benar sekali. tapi bukan berarti aku akan menukarnya dengan keperawananku. "Keluar, Jarez," desisku.
Jarez meraih T-shirt-nya, berdiri, lalu mengenakannya dengan cepat. Tubuhnya yang tinggi menjulang tampak mendominasi kamar kecilku. "Aku hanya ingin agar kau tidak bersikap munafik. Pikirkan baik-baik tawaranku. Tapi aku tidak memaksa. Selamat malam." Lalu Jarez membuka jendela kamarku dan melompat ke kegelapan dan dinginnya malam.
Dadaku terasa sesak. Betapa sukarnya mempertahankan keperawanan di zaman seperti ini. Keuntungan dari tawaran Jarez adalah aku dapat bercinta dengan pria tampan yang seksi dan mendapatkan uang banyak. Sedangkan kerugiannya adalah aku tidak dapat mempersembahkan 'kebanggaan' pada suami di malam pertama dan mendapat citra buruk di mata kedua orang tuaku, warga di sini, dan warga di kampungku, serta masyarakat luas.
***
Pagi-pagi saat aku bangun, Harry, pria cinta pertamaku, tiba-tiba kudapatkan sedang berdiri di teras rumahku. Saat kubuka pintu, ia menyambutku dengan senyum sendu.
"Apa kabar, Chocolate?"
Saking terkejutnya aku hanya termangu seperti orang bodoh.
***
Maaf cuma upload dikit, selamat malam, semoga suka
Kedai Cerpen, 17 Agustus 2015, 23:43
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRGIN CHOCOLATE IS MINE
RomantizmSINOPSIS WARNING, 21++ CHOCOLATE: Aku sungguh-sungguh tidak menyukai saat mata tajam pria itu menatapku lama. Hanya menatap, tidak berkata apa-apa ataupun memberiku sebuah senyuman. Dia tetangga baru yang pindah ke sebelah rumahku, namun aku berhara...