PART 2 - MENYELINAP

137K 5K 92
                                    

PART 2 - MENYELINAP

"Apa kamu mau bergabung dengan kami?"

Apa katanya? Bergabung? Maksudnya itu...? "Menjijikkan!" tolakku ketus. Mulutku memang berkata seperti itu, tapi entah kenapa bagian bawah tubuhku terasa berdenyut. Ada setitik nafsu di dalam diriku yang sangat menggangguku dan itu membuatku merasa jijik pada diri sendiri.

Pria itu mengangkat bahu. "Ya sudah kalau begitu, selamat malam." Sebelum ia mundur untuk menutup pintu, aku menahannya dengan berkata,

"Akan kuadukan ke Pak RT tentang kelakukanmu!"

Bibir pria itu membentuk senyum menawan sekaligus meremehkan. "Coba saja," ujarnya sebelum menutup pintu, membiarkanku sendirian di teras rumahnya yang hanya mendapat penerangan redup.

"Awas kamu, lihat saja, besok akan kuadukan ke Pak RT!" Kuacungkan jari tengahku sebelum berbalik menuju rumahku. Akhirnya malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, kembali kugunakan senjata lamaku: menyetel musik di tape dengan volum maksimal, yang pastinya akan membuat Pak RT mendatangiku esok hari.

Dan benar saja, pagi-pagi sebelum aku berangkat kerja, Pak RT mengetuk pintu rumahku.

Aku hanya mendengarkan sambil mengangguk-angguk sementara Pak RT menyampaikan keluh kesah para warga. Setelah Pak RT selesai dengan ceramahnya, aku mulai bicara. Aku sudah membulatkan tekadku untuk mengadu pada Pak RT. Namun ternyata jawaban Pak RT sungguh mencengangkan, di luar dugaanku.

"Apa maksud Pak RT? Orang seperti itu dibiarkan saja? Tapi―"

"Lebih baik kita tidak usah ikut campur urusan orang lain, Mbak Chocolate."

"Tapi setiap malam saya merasa terganggu, makanya saya menyetel tape atau TV keras-keras!" protesku, sangat tidak terima.

"Saya mohon, Mbak Chocolate, Pak Jarez hanya akan tinggal di sini selama tiga bulan, sampai rumahnya selesai direnovasi." Pak RT berdeham. "Lagi pula yang mendengar suara-suara itu hanya Mbak Chocolate."

Memang benar, karena letak rumah kontrakan yang kini ditempati Jarez berada di ujung gang buntu, jadi otomatis hanya aku yang bisa mendengar kegaduhan di rumah pria itu. "Tapi―"

"Saya mohon, Mbak. Memang, saya sebagai RT tidak sepantasnya bersikap seperti ini. Sebetulnya... Pak Jarez adalah atasan putra saya di tempat kerjanya, jadi saya tidak dapat berbuat apa-apa. Saya tidak ingin putra saya dipecat. Saya minta maaf."

Sungguh egois. Tidak bermoral. Tapi aku bisa mengerti sedikit mengenai sikap Pak RT. Ryan, putra semata wayang Pak RT, baru diterima kerja beberapa bulan yang lalu setelah menganggur kurang lebih selama setahun. Saat putranya itu baru diterima kerja, saking senangnya Pak RT mengadakan syukuran dengan mengundang seluruh warga RT untuk makan-makan dan berbagi kesenangan.

Apa boleh buat, saat ini aku hanya bisa pasrah. Pak RT mengucapkan terima kasih dengan tulus sebelum pamit pulang.

Apa yang harus kulakukan? Bertahan selama dua bulan lagi? Aku mengacak-acak rambutku dengan kesal.

***

"Chocolate, pulang kerja nanti makan malam denganku, ya."

"Denganku saja."

"Tidak, denganku saja!"

Aku memutar bola mataku. "Tidak, terima kasih, aku harus segera pulang dan membuat makan malam untuk ayah dan ibuku," dustaku.

"Kenapa kamu selalu menolak ajakan kami?" tanya Bram, rekan kerjaku yang hampir setiap hari tak letih mengajakku makan malam sejak aku bergabung di perusahaan ini beberapa bulan yang lalu. "Kamu bisa minta izin pada orang tuamu sesekali untuk bersenang-senang kan?"

"Ya, benar, Chocolate. Kamu itu cantik, tapi kenapa sampai saat ini tetap bertahan menjomblo?" timpal Ricky, yang juga tak jera untuk mengajakku kencan.

"Apa kamu pernah dikecewakan?" tebak Donny.

Aku hanya tersenyum sekilas menanggapi pertanyaan-pertanyaan mereka. Bukannya aku tidak mau berpacaran, sejujurnya malah aku ingin sekali mempunyai seorang kekasih yang akan selalu melindungiku. Namun saat ini aku harus fokus mencari uang untuk membiayai keluargaku di kampung serta membayar cicilan rumah yang sudah kutempati selama setahun ini. Lagi pula, sampai saat ini aku belum menemukan pria yang baik. Kebanyakan pria yang mendekatiku pasti menginginkan sesuatu dariku. Dan kebanyakan dari mereka adalah pria brengsek. Seperti Bram, Ricky, dan Donny. Salah satu dari mereka adalah pria beristri sedangkan dua yang lainnya telah memiliki pacar.

Kalaupun ada beberapa pria baik dan single yang mendekatiku, entah kenapa aku merasa bahwa mereka tidak sebaik apa yang terlihat dari luar. Entah itu feeling atau mungkin hanya prasangka burukku saja.

Aku sengaja berbohong pada orang-orang di perusahaan tempatku bekerja mengenai dengan siapa aku tinggal. Aku tidak ingin ada seorang pun yang mengetahui bahwa selama ini aku tinggal seorang diri, karena aku tidak ingin para pria yang mengincarku bertamu ke rumahku. Aku tidak ingin mengundang bahaya.

***

Hari ini rasanya melelahkan setelah lembur, tapi baguslah, kuharap aku dapat tidur dengan nyenyak tanpa harus mendengar suara-suara erotis itu.

Namun rasa lelah dan kantukku lenyap seketika saat mendapati seseorang di ruang tamuku. Jarez! Bagaimana bisa pria itu masuk ke rumahku? "Pencuri! Bagaimana caramu masuk ke sini?"

"Lewat pintu belakang. Kamu lupa menguncinya."

Aku mencengkeram erat tasku. Jantungku berdetak dengan sangat kencang karena rasa terkejut, takut, dan marah. "Aku tidak mungkin lupa menguncinya!"

Jarez mengangkat bahu bidangnya sambil masih duduk dengan santai di sofa. Tubuh tingginya tampak menguasai ruang tamu mungilku, begitu juga aroma pria yang terkuar dari tubuhnya, mendominasi udara yang mengitari kami. "Silakan duduk," ujarnya, berlaku seolah ialah tuan rumahnya.

Sekujur tubuhku terasa panas. "Keluar atau aku akan berteriak!"

"Jangan panik begitu, duduklah dulu," ujarnya santai, tampak tidak terusik oleh ancamanku.

Aku tetap berdiri dengan tegang. Mana mungkin aku bisa duduk santai sementara kutahu bahwa pria ini telah menyelinap masuk ke rumahku dengan mudah! Pria ini sangat berbahaya. Berbahaya dalam semua arti. Apa ia sendirian masuk ke dalam rumahku? Atau mengajak teman-temannya? Para pria? Sial, tubuhku tidak bisa berhenti gemetar karena takut.

"Apa kamu merasa terganggu karena aku dan teman wanitaku berisik setiap malam?"

Aku hanya mengangguk, terlalu takut untuk berbicara. Salah-salah pria ini akan berbuat yang tidak-tidak padaku.

"Kujamin, mulai malam ini kamu tidak akan merasa terganggu lagi."

Bukannya lega, tubuhku semakin menegang dan gemetar. Apa maksudnya? Apa ia akan membunuhku sehingga aku tidak akan merasa terganggu lagi oleh ulahnya?

"Oke, kalau begitu aku permisi." Jarez bangkit dari sofa lalu menuju dapur. "Kamu harus memasang gembok di semua pintu rumahmu. Tembok belakang rumahmu juga kurang tinggi, sebaiknya ditinggikan lagi. Selamat malam."

Setelah pintu dapur yang menuju halaman belakang tertutup, tubuhku ambruk ke lantai. Lemas! Jantungku rasanya mau copot! Tanpa kusadari ternyata sedari tadi aku menahan napas! Kini kuhirup oksigen sebanyak-banyaknya dan aku masih dapat mencium aroma pria itu.

Sebenarnya apa yang baru saja terjadi? Kenapa atasan Ryan itu berlaku seperti pencuri? Ya Tuhan, apa seharusnya kemarin malam itu aku tidak mengusiknya? Kukira tadi ia akan membunuhku... atau... ia memang berniat untuk melenyapkanku di lain waktu? Apa yang harus kulakukan? Meminta maaf padanya dan berjanji akan membiarkannya berbuat sesukanya dengan para wanitanya?

Tidak, tidak, aku tidak akan melakukan hal semenjijikkan dan sepengecut itu!

***

27 JULI 2015

BY KEDAI CERPEN

HAI, HAI, MAAF BARU UPLOAD LAGI. MAAF DIKIT, tapi semoga suka ya :-D

VIRGIN CHOCOLATE IS MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang