PART 15

92.8K 3.3K 83
                                        

Karena malu pada Jarez, hari ini aku bersiap lebih pagi dari biasanya lalu berangkat kerja dengan motorku. Menyenangkan memang diantar-jemput Jarez ke kantor, tapi aku tidak ingin menjadi ketergantungan pada pria itu. Aku sudah terbiasa melakukan apa pun seorang diri, jadi setidaknya aku akan tetap begitu sampai--mungkin--aku menikah dengan Jarez.

Hingga detik ini aku masih belum bisa yakin sepenuhnya pada Jarez. Keraguan masih timbul-tenggelam, mengingat pengalaman cinta pria itu dengan entah berapa banyak wanita. Jarez pria kaya dan juga sangat tampan, terlebih dengan feromon liar dan memabukkan yang dimilikinya, ia dapat merengkuh wanita mana pun yang dikehendakinya dengan mudah. Termasuk aku, pikirku kecut.

Kenapa Jarez menginginkanku? Kenapa ia jatuh cinta padaku? Aku merasa tidak mempunyai kelebihan apa pun yang dapat membuat seorang pria--terutama pria playboy seperti Jarez--lebih memilihku dibandingkan dengan wanita lain, untuk kemudian setia kepadaku. Harry yang lebih memilih Mirani karena alasan pelunasan hutang. Harry yang kemudian melamarku setelah delapan tahun berlalu, namun dengan mudah dan cepatnya berpaling pada Bianca yang seorang Call Girl. Kemudian ada Bram, Ricky, dan Donny yang mendekatiku dengan gencar selama beberapa bulan, namun segera berubah haluan saat Bianca yang cantik dan bertubuh sintal itu hadir. Dan juga para pria lain yang pernah mendekatiku, tidak ada satu pun dari mereka yang tekun dan bersungguh-sungguh padaku sebab biasanya mereka menyerah setelah sebulan dua bulan tidak ada respon dariku.

Aku menghentikan laju motorku saat lampu lalu lintas berubah merah.

Lalu kenapa dengan mudahnya aku jatuh cinta pada Jarez dan dengan cepatnya kuterima lamaran dan cincin pria itu? Apakah karena pengaruh feromon Jarez yang begitu kuatnya? Karena itu jugakah nafsuku selalu bangkit tatkala berada di dekatnya, meskipun ia belum menyentuhku? Apa perasaanku pada Jarez hanya nafsu semata, bukan cinta? Tapi kalau sekadar nafsu, kenapa rasa cemburu kerap menghampiriku saat Jarez tengah bersama wanitanya? Atau saat dihadapkan pada masa lalu Jarez dengan wanita-wanitanya? Semakin kupikirkan, rasanya otakku akan meledak.

Bunyi klakson dari arah belakang mengejutkanku, membuatku buru-buru melajukan kembali motorku. Rupanya lampu sudah berganti hijau saat aku melamun.

Apakah keputusanku menerima lamaran Jarez itu salah? Terlalu cepatkah aku menjawab ya? Betapa bodohnya aku. Seharusnya aku memikirkan dulu secara masak-masak. Kenapa aku seperti orang bodoh jika menyangkut Jarez? Sudahlah, biarkan saja seperti air yang mengalir. Lagi pula Jarez belum membicarakan kapan ia akan melamar pada orang tuaku. Jika memang kami tidak berjodoh, ya sudah tidak apa-apa. Tapi... kenapa hatiku terasa sakit memikirkan kemungkinan hubungan kami yang tidak akan sampai ke pelaminan?

Setibanya di kantor, kudapati pesan masuk dari Jarez yang menanyakan alasanku berangkat ke kantor pagi-pagi tanpa mengabarinya. Kujawab saja bahwa aku ada perlu dengan temanku dan pria itu percaya begitu saja.

Sebaiknya aku lembur hari ini, jadi tidak perlu bertemu dengan Jarez. Jadi, malam ini aku lembur untuk membantu pekerjaan manager-ku sementara manager-ku itu pulang lebih awal karena kebetulan hari ini istrinya akan melahirkan--ia sangat berterima kasih padaku dan berjanji akan mentraktirku di kemudian hari. Aku hanya mengangguk dan mendoakan semoga proses persalinan istrinya berjalan lancar.

Beberapa karyawan di ruanganku yang juga lembur, sudah meninggalkan kantor sejak tiga puluh menit yang lalu, menyisakan aku seorang diri di ruangan yang lumayan luas ini. Aku yang merasa mengantuk sementara pekerjaanku masih menumpuk, pergi ke pantry untuk menyeduh secangkir kopi susu atau teh hangat.

Saat menuju pantry, langkahku terhenti demi melihat seseorang yang tengah berdiri mematung tepat di depan meeting room. Aku mengenalinya sebagai Mirani. Wanita itu sekarang usianya kira-kira tiga puluh tahun, namun parasnya semakin cantik saja, dan tubuhnya yang langsing namun berlekuk membuatnya tampak seksi, meski terbalut atasan sweater lengan panjang longgar dan celana jeans.

Sedang apa wanita itu di sini? Aku malas bertemu dengannya. Tapi saat aku berpikir untuk kembali ke ruanganku, kulihat ia mengentakkan kakinya yang beralaskan sepatu kets sebelum berbalik dan berlari ke arah yang berlawanan denganku. Aku mengerutkan kening lalu memutuskan untuk melanjutkan perjalananku ke pantry. Kemudian aku mendengarnya. Erangan, rintihan, desah napas. Penasaran, kulongokkan kepalaku ke meeting room yang pintunya sedikit terbuka. Suasananya gelap namun karena mendapat penerangan dari lampu lorong lantai lima ini, mataku dapat menangkap sosok di dalam ruangan.

Mataku membelalak memergoki Harry yang tengah bergerak maju-mundur menumbuk Bianca yang telentang di meja ruang rapat. Bulu kudukku seketika meremang lalu dengan napas tertahan, perlahan aku melangkah mundur, kemudian mengambil langkah seribu kembali ke ruanganku.

Jantungku rasanya nyaris copot dan napasku terengah-engah saking terkejutnya. Aarggghh, menyebalkan! Kenapa juga aku harus melihat hal aneh di saat aku lembur? Baiklah, aku berterima kasih karena kantukku telah pergi! Kuenyahkan bayangan vulgar Harry dan Bianca lalu mulai mengerjakan tumpukan tugas yang harus kurampungkan malam ini.

Tiba-tiba aku teringat Mirani. Kasihan sekali dia, harus melihat adegan mantan suaminya dengan wanita lain. Tapi... sedang apa Mirani di sini? Hah, itu bukan urusanku, pikirku, kemudian kembali fokus pada pekerjaanku.

Sekitar pukul 23:35 pekerjaanku baru saja rampung. Saat tiba di lobby, aku terkejut mendapati Jarez tengah mengobrol dengan salah seorang security. Jarez melihatku kemudian tersenyum hangat.

"Kenapa di sini?"

"Menjemputmu," jawabnya santai.

"Kan aku bawa motor."

"Iya, aku tahu. Kita akan pulang dengan motormu." Jarez menyeringai sambil menunjuk helmnya. "Ayo pulang, Sayang," ujarnya membuat pipiku terasa panas.

Niat lembur untuk menghindar, malah dijemput orang yang bersangkutan, pikirku sambil menghela napas. Rasa takut campur senang menyesakkan dadaku saat jari-jemari kami saling bertaut. Jika suatu saat hubunganku dan Jarez harus berakhir, apa yang akan terjadi pada hatiku? Akankah biasa saja seperti sebelum pria ini mengusik hidupku, atau hancur menjadi kepingan-kepingan yang tidak dapat diperbaiki lagi?

***

Jarez tidak mengetuk pintu penghubung malam ini dan aku merasa lega karenanya. Sebab aku takut jika ia mengetuknya, aku pasti akan mengizinkan tangannya menjamahku lagi, bibirnya menciumku lagi, dan kejantanannya yang besar itu....

"Huwaaa!" Kutepuk wajahku lalu merebahkan punggungku yang pegal akibat terlalu lama duduk saat lembur tadi. Tak lama rasa kantuk yang sangat menjatuhkanku ke alam mimpi.

Ketika aku terbangun, aku merasa sangat segar, rasanya seperti habis dipijat oleh ibuku dulu di kampung.

"Pagi."

"Jarez!" pekikku saat mataku bertemu dengan dada telanjang Jarez. Kudongakkan kepalaku dan mataku bersitatap dengan mata warna madu pria itu yang tengah menatapku malas sambil berbaring miring menghadapku. Rambutnya tampak acak-acakan seperti biasa. Ia memamerkan tubuh bagian atasnya yang liat tanpa lemak dengan perut six packs-nya yang membuat bagian bawah tubuhku berdenyut. Seksi dan menggiurkan, pikirku, dan tanpa sadar menelan ludah.

"Tubuhmu enak setelah kupijat?"

Aku syok saat menyadari bahwa hanya bra dan underwear yang kini melekat di tubuhku. "Ja... ka... apa...." Aku tergagap.

Bibir pria itu tersenyum geli sebelum menarik kepalaku dan memagut bibirku lama. "Bersiaplah, kuantar ke kantormu. Tidak ada penolakan." Lalu ia bangkit lantas meninggalkanku termangu di atas kasurku.

***

Maaf lama baru update, terima kasih atas vote, saran, dan kritik kalian. Salam hangat, Kedai Cerpen, 2 September 2015.

Info : gathering wattpad #1.

T

anggal 17 okt 2015 di Jogja.
Info lebih lanjut bisa
sms no ‪+62 857‑7238‑7703‬ (Fara Handoko)
Atau lihat fanpage Wattpad Great Family Indonesia

VIRGIN CHOCOLATE IS MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang