"Jangan!" Kudorong wajah Jarez dengan kedua tanganku, tapi ternyata itu bukan pilihan yang tepat, sebab Jarez malah menangkap kedua tanganku. Lantas pria itu menjilat salah satu telapak tanganku, membuatku terpekik karena rasa basah dan geli. Tak hanya itu, ia mengulum jari kelingkingku, membuatku mengerang. "Jarez, lepaskan!"
Tentu saja Jarez tidak mendengarkanku. Ia terus saja mengulum dan menjilati kelingkingku sambil mata cokelatnya mengamati ekspresiku. Kamu pasti tahu kan, tentu saja rasanya luar biasa! Jadi, bisa dipastikan bahwa Jarez mengetahui dari raut wajahku kalau aku sangat menyukai hal yang tengah Jarez lakukan padaku.
Selanjutnya Jarez mengulum jari manisku, menjilati, dan menggigitinya, membuatku harus menutup mulutku agar tidak mendesah atau mengerang. Lalu, mulutnya berpindah ke jari tengahku, ia melumatnya, kemudian menggerakkannya keluar masuk mulutnya, membuatku spontan mendesah-desah karena rasa nikmat yang menjalar dari jari tengah ke ujung payudara dan bagian kewanitaanku. Aku merasa aneh sekaligus bergairah.
"Cukup, Jarez," isakku tanpa sadar, karena gairah yang menerpaku.
Jarez akhirnya mengeluarkan jari tengahku dari mulutnya. Ia tersenyum. "Kenapa? Terangsang? Ingin segera kumasuki dirimu?"
Kata-kata kasarnya membuatku tersadar sekaligus membuat wajahku terasa terbakar. Pria ini sungguh menyebalkan! "Tidak sama sekali!" Aku berhasil melepaskan tanganku saat ia lengah, mendorong perut berototnya―rasanya panas―lalu berjalan ke jendela. Kulongok halaman belakang rumahku. "Tunggu di sini. Aku akan keluar dan melihat situasi. Jika tidak ada orang, kamu harus cepat pulang!"
Jarez terkekeh. "Kuharap tetangga sebelahmu sedang di halaman belakang jadi aku bisa berlama-lama di sini."
Aku mendelik sebal lalu keluar ke halaman belakang melalui pintu dapur. Dan... Bu Chika tengah menjemur pakaian.
"Hai, Mbak Chocolate."
"Ha-hai, Bu."
"Tadi siapa yang datang ke rumahmu? Sepertinya kalian agak berantem, ya?" tanyanya tanpa basa-basi. "Bukannya mau menguping, tapi percakapan kalian di teras tadi―"
Risiko tinggal di perumahan sederhana yang cukup KECIL dengan dinding batako yang tidak kedap suara, pikirku masam. "Dia teman lamaku, biasa, kami agak ribut soal masalah sepele." Tawaku terdengar sumbang.
"Begitu? Pantas saja saat pergi tadi sepertinya temanmu tampak marah."
Ya ampun, jadi Bu Chika lihat juga? Aku mengangkat bahu. "Yah, begitulah. Ka-kalau begitu selamat menjemur, aku masuk dulu."
"Iya."
Saat kembali ke kamar, kulihat Jarez tengah tertidur di kasurku. Ia bagai malaikat saat tertidur. Indah, memesona! Saat kubangunkan, ia sama sekali tidak merespon. Napasnya terdengar teratur. Ya ampun, dasar pria ini, malah tertidur nyenyak di kasurku! Kuhela napas dan duduk di sisinya. Lalu kulihat jam di dinding. Aku harus segera mandi dan bersiap sekarang jika tidak ingin terlambat ke cafe.
Kuambil pakaian dan handukku lalu bergegas ke kamar mandi. Saat membuat busa di tanganku, aku teringat jilatan dan kuluman Jarez pada jemariku dan seketika tubuhku merinding. Rasanya geli, nikmat, membuat perutku menggelenyar.
Setelah menyabuni seluruh tubuhku dan bersiap mengambil air untuk membasuh, aku melihatnya. Anak ular tengah berenang mondar-mandir di dalam bak mandiku. Untuk beberapa saat aku hanya terpaku, hanya mataku yang mengikuti gerakan ular itu.
Ini memang bukan ular pertama yang menyapaku sejak aku mendiami rumah ini. Tapi setiap ada ular yang menyambangi rumahku, biasanya ada adik, kakak, orang tua, atau tetangga yang sedang berkunjung alias aku tidak sedang sendiri. Sekarang pun saat si ular menyapa, aku tidak sedang sendiri, ada Jarez. Aku tidak ingin meminta bantuannya, sungguh, tapi aku harus!
Masih dengan sabun yang melapisi tubuhku, kusambar handuk dan melilitnya di tubuhku lalu berlari ke luar kamar mandi. Tanpa kuduga, pria tinggi itu ada di dapurku: ia tengah meminum air es langsung dari botol minumku.
Jarez menghentikan gerakannya lalu matanya menelusuri tubuhku dari atas, perlahan ke bawah, lalu ke atas lagi. "Wow," gumamnya.
Bukan waktunya untuk malu atau marah atau merasa terhina. "Untung kamu sudah bangun! Ada ular di bak mandiku!"
Ia tidak tampak terkejut. "Lalu?"
"To-tolong buang!"
Bibirnya tertarik ke atas membentuk seringai sambil matanya tertuju pada dadaku yang terbalut handuk. "Apa imbalannya?"
Kucengkeram erat handuk di bagian dadaku. "Apa? Kamu tidak mau menolongku?"
Jarez mengangkat bahu.
"Akan kutraktir makan di cafe."
"Maksudmu cafe-ku? Tidak mau. Aku kan memang biasa makan gratis di cafe-ku."
Aku mengertakkan gigiku. "Baiklah, kalau begitu akan kutraktir makan malam di tempat lain!"
"Kurang menarik."
"Jarez!"
"Oke, pikirkan imbalannya nanti." Jarez berjalan melewatiku menuju kamar mandi. Jika orang melihat Jarez yang bertelanjang dada dan aku yang hanya mengenakan handuk saja, pikiran mereka pasti satu: aku dan Jarez tidur bersama, melakukan hubungan suami istri. Pikiranku melayang-layang sampai Jarez kembali melewatiku dengan ular di tangannya.
Ia menjepit kepala anak ular itu dengan telunjuk dan ibu jarinya. Kemudian dengan santai ia membuka pintu dapur lalu menghilang ke halaman belakang. Beberapa detik kemudian ia kembali. "Ularnya sudah kubuang jauh ke sawah. Sebagai informasi, tidak ada tetangga yang mengintip."
Aku menghela napas lega. "Terima kasih."
Jarez menutup pintu dapur di belakangnya dan menguncinya. "Sekarang, aku minta imbalanku." Matanya menatapku lekat. Aku tahu ia tengah bergairah. Dapat kulihat di matanya dan gundukan yang menegang di bagian bawah tubuhnya. Ya ampun, tidak seharusnya aku memperhatikan hal itu! Dengan langkah cepat dan panjang Jarez mendekatiku. Aku tidak bisa bergerak di bawah tatapan mata cokelat muda itu. Ia menunduk sambil meraih daguku. "Tubuhmu penuh sabun, mau kubilas?"
Jantungku berdegup dengan kencang. Aku ingin menyentuh tubuh telanjang Jarez! "Tidak perlu. Imbalannya... malam ini kamu boleh berisik dengan teman wanitamu."
Jarez tampak terkejut dengan perkataanku. "Kenapa begitu?"
"Juga malam berikutnya dan berikutnya lagi sampai akhirnya kamu meninggalkan rumah kontrakanmu."
Mata Jarez menatapku bingung. "Kamu yakin?"
"Ya. Kamu telah menyelamatkanku. Jadi... apa boleh buat."
Jarez melepaskanku. "Baiklah. Aku pulang." Ia langsung berbalik, membuka pintu dapur, lalu menutupnya, meninggalkanku dalam keadaan galau. Tubuhku menginginkan Jarez. Sedikit banyak aku akhirnya mengerti kenapa semua wanita mau melakukannya dengan Jarez.
***
Maaf upload nya dikit, tapi semoga suka. Salam, Kedai Cerpen, 20 Agustus 2015, 22:30
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRGIN CHOCOLATE IS MINE
RomanceSINOPSIS WARNING, 21++ CHOCOLATE: Aku sungguh-sungguh tidak menyukai saat mata tajam pria itu menatapku lama. Hanya menatap, tidak berkata apa-apa ataupun memberiku sebuah senyuman. Dia tetangga baru yang pindah ke sebelah rumahku, namun aku berhara...