Sepertinya hari ini aku tidak bisa berhenti memamerkan senyumku. Mungkin teman-teman kantorku merasa aneh dan risi, tapi aku tidak peduli. Huwaaa, kenapa aku sangat senang, ya? Padahal dulu aku sangat membenci Jarez yang playboy, tapi malah sangat senang saat pria itu melamarku.
Tiba-tiba Harry menarik tanganku saat aku sedang makan sambil mengobrol di kantin dengan Emmie. "Ini cincin dari Jarez?"
Kusentakkan tanganku. "Iya."
"Dia melamarmu?" tanya Harry terkejut.
"Betul sekali." Emmie yang menjawab dengan ceria.
Harry mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Pantas hari ini kamu gembira sekali. Rupanya begitu, selamat ya."
Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Harry yang ingin tahu lebih banyak soal Jarez, ikut bergabung di mejaku dan Emmie. Tapi tentu saja aku tidak menjelaskan secara detail di mana dan bagaimana Jarez melamarku. Aku berterima kasih karena Harry cukup bijak dengan tidak mengatakan pada Emmie bahwa aku 'tinggal bersama' dengan Jarez--meskipun pada kenyataannya aku memang tidak tinggal seatap dengan Jarez. Rahasiaku tetap aman. Para karyawan yang mengenalku masih menyangka bahwa aku tinggal dengan orang tuaku, bukannya tinggal sendiri--atau tinggal dengan Jarez.
Lalu tiba-tiba Emmie menanyakan soal hubungan Harry dan Bianca--yang sudah menjadi rahasia umum. Saat Harry menyatakan bahwa ia belum pasti dengan Bianca, Emmie malah menyemangati pria itu. Aku tahu betul alasan Emmie: supaya gebetan Emmie tidak mendekati Bianca lagi. Aku hanya tertawa saja melihat Emmie yang sangat bersemangat mendukung Harry untuk menikahi Bianca. Aku sendiri tidak mau campur tangan soal Harry meski jujur aku kurang setuju dengan Bianca. Aku tidak punya hak untuk melarang Harry.
***
Sekitar pukul tujuh malam, Jarez menjemputku, masih dengan pakaian kerjanya. Beberapa karyawan wanita yang berdiri di dekatku memandangi Jarez dengan kagum, dan aku tidak heran.
Tiba-tiba Bianca menyapa Jarez dan pria itu membalas sapaannya sambil tersenyum, menghancurkan mood-ku begitu saja.
Selama perjalanan, aku diam saja dan hanya menanggapi pembicaraan dengan ya, tidak, dan hem. Rasanya saat ini aku ingin menjerit dengan keras. Aku ingin bertanya pada Jarez tentang Bianca namun aku mati-matian menahan diri.
"Kamu kenapa?" tanya Jarez setelah kami mengambil tempat duduk di salah satu meja di restoran yang belum pernah aku masuki sebelumnya.
"Tidak apa-apa."
"Katakan padaku atau kucium di sini."
Kutatap Jarez sebal. Aku masih menutup mulut, tidak mau menanyakan hal mengerikan itu. Lagi pula bibirku tidak bisa membuka untuk bertanya soal Bianca, berat rasanya. Jika aku membuka mulut, sepertinya air mata akan langsung menyerbu keluar.
Jarez menghela napas. "Apa gara-gara Bianca, teman kantormu itu, menyapaku?"
Aku membuang muka dan semakin sebal saat Jarez tertawa.
"Bianca itu sepupuku."
Sepupu? Mana mungkin aku percaya begitu saja!
"Terserah kalau kamu tidak mau percaya." Jarez mencondongkan tubuhnya lalu berbisik. Suara seraknya dan harum napasnya menggelitikku, "Aku tidak pernah tidur dengan Bianca, kalau itu yang kamu cemaskan."
Wajahku langsung memanas. Meskipun aku belum percaya sepenuhnya ucapan Jarez, aku sedikit lega. Aku tidak mau bertanya lebih lanjut soal Bianca, daripada nanti sakit hati. Tapi... apa Harry tahu kalau Bianca itu sepupu Jarez?
"Oke, siap untuk makan malam?" tanya Jarez, membuatku melupakan soal Harry dan Bianca.
Aku mengangguk.
Setelah makan malam yang ceria--mood-ku mulai membaik--Jarez mengajakku untuk menonton bioskop. Kami menonton film kesukaan kami yang ternyata sama: film action. Selama menonton, jemari Jarez menggenggam erat tanganku, membuyarkan konsentrasiku. Setelah sepuluh menit film dimulai, Jarez membuaiku dengan ciumannya.
Jarez menciumku menggunakan bibir, gigi, dan lidahnya. Kemudian ia menarikku keluar dari bioskop dan aku menurut saja. Jarez agak mengebut sampai rumahku. Setelah aku masuk ke kamarku, Jarez mengetuk pintu penghubung kamarku dan kamarnya, memintaku untuk membukanya.
Jantungku berdebar dengan keras. Buka, tidak, buka, tidak.... Kutarik napas dalam-dalam, lalu menghelanya pelan sambil memutar anak kunci.
Lalu dengan cepat Jarez menarikku ke dalam kamarnya yang gelap, memelukku dengan erat, kemudian mulai memagut bibirku. Lidahnya menerobos masuk dan membelai langit-langit mulutku kasar, menebarkan harum mint. Kedua tangannya meremas payudaraku yang masih terkungkung oleh kemeja dan bra-ku.
Tanganku mencengkeram kemeja Jarez yang ternyata telah tidak terkancing. Dengan mengabaikan rasa malu, kuusap bahunya. Liat, panas. Saat tanganku turun ke dadanya dan menyentuh putingnya, Jarez tersentak.
"Chocolate...." erangnya sambil menarik paksa bagian depan kemejaku hingga kancingnya berjatuhan, membuatku terpana. "Kamu membuatku frustrasi," bisiknya dengan suara seraknya sambil mengangkatku, lalu berjalan dengan cepat ke arah tempat tidur berkelambu yang disinari cahaya bulan keperakan. Dengan hati-hati Jarez merebahkanku lalu kembali mencium bibirku dengan panas dan liar.
Aku sangat menyukai ciuman Jarez. Ciumannya sangat nikmat dan selalu membuatku bergairah. Aku mengerang saat tangan Jarez meremas-remas payudaraku yang kini telah telanjang. Air mataku menitik kala ibu jari dan telunjuk Jarez memelintir puncak payudaraku. Lalu Jarez menjauh. Ia membuka kancing dan resleting celana panjangku sekaligus underwear-ku dan menurunkannya dengan tidak sabar. Ia turun untuk melepas celana panjang dan celana boxer-nya lalu kembali ke atasku. Aku terperangah mendapati kejantanan Jarez yang menegang dan mempunyai ukuran luar biasa itu. Aku menelan ludah dengan jantung yang terasa meledak-ledak.
"Ja... Jarez...."
Mata pria itu menatapku penuh gairah. Dengan perlahan kedua tangannya merentangkan kedua kakiku lebar-lebar, membuat bagian kewanitaanku terpampang di hadapannya, membuat matanya menggelap. "Sudah basah," ujarnya dengan suara seraknya sambil menjilati bibirnya.
Aku berusaha untuk menutupinya karena malu yang menyentakkan kesadaranku. Namun tangan pria itu menahan kedua tanganku di sisi tubuhku.
Jarez menindihku dan aku memekik merasakan kejantanannya menekan bagian kewanitaanku.
***
Selamat pagi, selamat ber hari Minggu. Terima kasih untuk kritik dan saran, serta vote kalian di part sebelumnya, itu sangat berarti untukku. Salam, Kedai Cerpen, 30 Agustus 2015.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRGIN CHOCOLATE IS MINE
RomanceSINOPSIS WARNING, 21++ CHOCOLATE: Aku sungguh-sungguh tidak menyukai saat mata tajam pria itu menatapku lama. Hanya menatap, tidak berkata apa-apa ataupun memberiku sebuah senyuman. Dia tetangga baru yang pindah ke sebelah rumahku, namun aku berhara...