4

12.4K 285 6
                                    

Sudah seminggu lebih setelah kejadian itu. Dan perlakuan Nic padaku mulai berubah. Aku tidak mengatakan bahwa aku tidak menyukainya. Tapi justru perlakuan Nic yang seperti ini dapat merobohkan semua pertahananku.

"Kau sedang melamunkan apa Sweetheart?"

"Berhenti memanggilku seperti itu Nic! kau membuatku merasa seperti wanita-wanita yang sering kau kencani." Aku menambahkan tanda kutip menggunakan kedua tanganku diakhir kalimat.

"Berhentilah menyamakan dirimu dengan mereka Ane! Kau berbeda dengan mereka. Dan lagi, sudah berapa kali aku mengatakan kalau panggilan itu hanya untuk kau Ane? Tidak ada wanita lain yang pernah aku panggil seperti itu." Nic mengatakannya dengan sedikit menggebu, terlihat sekali kalau dia sedang menahan rasa kesalnya padaku.

"Owhhh, aku tersanjung sekali Mr. Mackenzi" ucapku dengan nada mengejek.

"Kau terlihat menggemaskan Sweetheart saat kau cemburu." Nic menyentuh daguku ringan.

"Cemburu?"

"He'em"

"Siapa?"

Nic menunjukku dengan dagunya.

"Aku?" Tatapku dengan raut wajah tak habis pikir.

Nic menganggukan kepalanya seraya tersenyum kecil.

"In your dream!"

"Oh tentu. Dalam mimpiku kau bukan hanya menggemaskan tapi juga menggairahkan."

Aku menatap tidak percaya kearah Nic yang sedang mengedipkan sebelah matanya padaku.

"Dengar yah Nic!"

Nic memfokuskan pandangannya padaku dan membuat raut serius yang dibuat-buat. Aku hanya memutar mataku jengah melihat kelakuan kekanakan Nic yang entah mengapa terlihat sangat menggemaskan.

Aku menggelengkan kepalaku berusaha fokus pada apa yang akan aku katakan pada Nic. aku menatap bola matanya serius, menolak tenggelam pada pesonanya.

"Nic, kau sendiri bukan yang mengatakan kalau aku yang menentukan kemana arah hubungan kita selanjutnya setelah ciu – hmmm ciuman seminggu yang lalu?"

"Yap."

"Dan bukankah aku sudah bilang kalau aku tidak tertarik untuk melanjutkan permainan yang coba kau buat?"

"Hmmm." Nic mengangguk, lalu sedetik kemudian menggelengkan kepalanya.

"Nic, ayolah. Kalau kau ingin bermain, cari saja wanita yang rela untuk menghabiskan waktu meladeni permainanmu itu." Nic hanya memandangku bosan.

"Kau sudah selesai?"

Aku berdiam diri dengan tetap menatap tepat kearah matanya.

"Sekarang dengarkan aku! Sudah berapa kali aku mengatakan kalau aku tidak ada niat sama sekali untuk mempermainkanmu. Dan yah tentang ciuman seminggu yang lalu. Mungkin kau akan tetap terus mengelak kalau kau tidak menginginkannya lagi. Tapi aku merasa kau-pun sama sama menikmati ciuman yang kemarin."

Nic menyugar rambutnya yang berantakan dengan jarinya.

"Aku tidak tahu apa alasanmu yang sebenarnya menolakku berulang-ulang kali. Mungkin kemarin-kemarin aku akan mengikuti apa yang kau katakan karena aku takut kalau kau akan menjauh."

"Dan kenapa sekarang kau tidak mendengarkan apa kataku lagi seperti sebelum–sebelumnya?"

"Karna aku tidak peduli lagi."

Aku menatapnya kecewa. Hanya dua detik dan aku langsung mengubah tatapanku menjadi datar kembali.

Nic menatapku sedih "Aku tidak peduli lagi Ane. Mungkin kau akan menjauh seperti sebelum-sebelumnya. Tapi jika kau menjauh, bukankah aku masih tetap bisa mengejarmu lebih dekat?"

Nic menyeringai dan menatapku jahil. Oh betapa aku merindukan tatapannya yang seperti itu.

"Kalaupun kau mundur satu langkah, Aku akan mengejarmu dengan dua langkah lebih maju kearahmu."

"......"

"Well, kita lihat saja Ane. Siapa yang akan menang." Katanya dengan nada riang.

"Kau yang menyembunyikan perasaanmu. Atau aku yang berjuang agar bisa tetap bersamamu."

Nic memajukan wajahnya sehingga jarak wajah kami hanya beberapa centi.


tbc

gimana? flat banget yah? tenang ajja! permainan baru akan dimulai kok setelah bab yang ini. *smirk*

My (Bad) BestfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang