Part 3 : Alifia

75.2K 4.8K 94
                                    


***

Kusandarkan kepala di atas meja. Otakku kembali kehilangan fokus. Seperti dejavu, aku kehilangan orientasiku pada kehidupan. Barusan ada yang menghubungiku. Dan perlu kuucapkan terima kasih padanya karena sukses membuatku di landa dilema seperti sekarang ini.

Seperti orang tua, bahkan aku sudah menghela nafasku berkali-kali. Berharap sesuatu yang mengganjal pada hati segera berlalu pergi. Entah perasaan apa ini, yang jelas aku merasa tak nyaman sekarang. Tidak menyesakkan memang, namun tetap terasa mengganggu. Dan itu membuatku tak jadi berkarya dengan penggorengan dan panci.

Mungkin nanti Devni harus meminta maaf pada Ken, karena wanita itu aku kehilangan semangat memasakku.

Devni Ariana-wanita setengah baya yang di pilih Tuhan untuk melahirkanku baru saja membuat masalah baru. Sebenarnya tidak seburuk itu. hanya saja aku terbiasa dengan prasangka buruk padanya. Wanita yang ku panggil Ibu karena berhasil bekerja sama dengan ayah untuk menjadikanku karya dari buah percintaan mereka. Terkadang aku merasa tak terima jika memikirkan dengan seksama bagaimana proses yang mereka lakukan untuk membuatku ada.

Demi Tuhan yang kupercayai keagungannya. Aku hanya terlalu sering meneliti sebuah proses yang menjadikan kehidupan ini terlihat rumit. Hingga suatu hari, pemikiranku terhadap hadirnya setiap manusia baru di muka bumi membuatku mengerang jijik.

Kutuklah aku karena pemikiran ini. Tapi biarkan aku menjabarkan analisaku sendiri yang membuatku harus mengernyit ketika memikirkannya.

Pernahkah kalian berpikir bagaimana cara kalian terlahir di dunia ini? Selain karena kuasa Tuhan, percayalah, kau-aku-kita, hadir melalui proses panjang sebuah kenikmatan yang di rasakan orang tua kita di atas ranjang. Jauh sebelum kita mengenal apa itu percintaan. Kita ada berkat peluh dan kata-kata vulgar berbau rangsangan yang di bisikan ayah pada ibu. Yang menghasilkan denyut nyeri pada inti masing-masing alat vital keduanya. Mereka menikmati setiap erangan dan desahan hingga sperma asin atau entah apa rasanya itu menyembur dan bersatu dengan indung telur milik ibu di dalam rahimnya.

Oh aku tak perlu menjelaskan mengenai ritme hentakannya bukan? Percayalah, pasti kalian bisa membayangkan sendiri. Dan nasehatku, tolong jangan membayangkannya. Karena itu akan membuatmu mual berkepanjangan seperti yang sudah terjadi padaku. Yang jelas, mereka memerlukan kerja sama untuk kenikmatan yang menjadikan kita sisipan hadiahnya.

Dan taraa....

Jika sperma itu tangguh, maka ia akan berenang melewati cairan asam untuk kembali merayu indung telur dan mengikatnya untuk menjadikan kita ada.

Oh Dewa, tolong hentikan pemikiran bodohku ini.

Tetapi secara garis besar, mungkin kalian paham apa yang kukatakan. Anggaplah dulu aku bocah berisik berusia lima tahun yang sibuk bertanya pada ibu, dari mana bayi itu berasal. Dan dengan terbata ibu akan mengatakan bahwa bayi berasal dari burung merpati yang di kirimkan oleh Tuhan dari ujung langit sana. kemudian aku akan mengangguk bodoh dan kembali bertanya, bagaimana cara burung itu membawanya. Dan lagi, dusta terangkai dari mulut ibu kemudian merangkai sebuah gambar yang memproyeksikan merpati putih yang di bawah lehernya menggantung sebuah keranjang anyaman yang berisi bayi.

Ya Tuhan, sekarang aku baru sadar, betapa ibuku sudah mengajarkanku berbohong sejak balita.

Okey, kembali lagi pada cerita Devni Ariana.  Ya, wanita setangah baya itu akan menikah. Pernikahan ketiganya setelah ayah meninggal dunia.

Ingin meringis rasanya ketika aku mengucapkan angka pernikahannya. Dan aku tak tahu bagaimana harus menyikapi kabar ini sekarang.

Telingaku menangkap suara sepatu menghentak di seberang ruangan. Tak perlu mengangkat kepala untuk mengetahui siapa yang datang. Karena dari aromanya saja, aku sudah bisa memastikan sosok itulah yang ada disana. Berdiri kaku dengan pandangan mengernyit tertuju padaku.

PASSION TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang