Part 5 : Ken selalu menemukanku.

65.4K 5K 88
                                    


"Kenapa kamu lakukan ini, Dimas?" Suara bergetar itu mencoba terdengar tegas. Namun sayang sekali, suara tersebut menghianati keinginan pemiliknya.

"Maafin Dimas, Pa. Maafin Dimas." Pemuda tersebut luruh di atas lantai. Terduduk lemas dengan air mata yang membanjiri pipinya.

Ardian menggeleng. Matanya menatap tajam pemuda sembilan belas tahun yang lahir dari rahim istrinya. Putranya. Anak pertamanya. "Kenapa harus cara seperti ini yang kalian pilih? Kenapa kamu harus jadi pengecut, Dimas?!!" Ardian membentak dengan tangan memukul tembok.
"Kamu gak tahu masalah apa yang akan bertubi-tubi mendatangi kita setelah ini." Desis Ardian marah, namun kesedihan juga tertangkap jelas di wajahnya. "Darren pasti tidak akan membiarkanmu bernafas jika terjadi apa-apa pada putrinya."

"Pa, Lusi yang meminta seperti ini." Gumaman lemah Dimas tertangkap telinga. Betapa pemuda yang baru saja menginjakkan kakinya di perguruan tinggi itu tampak sangat menyesal.

"Lalu kenapa kamu turuti, hah?!" 

Demi Tuhan, ia tak keberatan jika harus menikahkan putranya yang masih muda itu dengan remaja belia. Sungguh, ia lebih rela memiliki seorang cucu dalam waktu dekat ini, dari pada harus melihat anaknya menjadi pecundang.

"Lusi... tidak ingin hubungan Ken dan Alif berantakan." Kembali Dimas menundukan kepalanya.

Alif menegakkan punggungnya yang tadi terkulai di kursi ruang tunggu rumah sakit. Gadis muda itu memaksakan diri untuk mencerna apa yang baru saja ia dengar dari kakaknya. Lusi memikirkan mengenai hubungannya dan Ken. Siswi kelas dua SMA itu mengkhawatirkan hubungan kakak kandungnya. Dan demi Tuhan, Alif tak tau lagi harus meresponnya bagaimana

"Ka-karena aku?" Cicitnya ragu, melepaskan rangkulan sang ibu yang membelenggu pundaknya. "Lu-lusi-"

"Itu bukan masalahnya, Dimas." Namun Ardian menyanggahnya. "Alif dan Ken masih sangat muda. Mereka bisa putus dan mendapatkan pasangan lain setelahnya."

Setidaknya itu memang benar. Alif dan Ken hanya berpacaran.

"Lusi tidak ingin Ken kehilangan kebahagiaannya bersama Alif, pa."

"Omong kosong dengan cinta monyet itu!!" Berang Ardian menarik bahu Dimas, agar putranya itu berdiri di hadapannya. "Tau apa kalian soal bahagia, hah?!!" Dimas hanya mampu tertunduk tanpa perlu repot-repot menutupi air matanya. "Kamu lihat itu Dimas?" Telunjuk sang ayah mengarah pada pintu ICU yang masih tertutup. "Itulah kebahagiaan yang kalian percayai!! Kebodohan itulah yang kalian anggap sebagai kebahagiaan!!"

Ia menghempas tubuh lemah putranya ketembok. Cukup keras, hingga membuat Devni memekik dan berlari menuju putranya yang kembali lunglai di atas lantai. "Cukup, Ardian!" Pekik Devni seraya berlutut di samping putranya. "Sudah cukup kamu berteriak seperti orang gila, lagipula teriakanmu tak akan merubah apapun."

Alif hanya terduduk di kursinya tanpa sekalipun berniat untuk bergabung dengan kakak dan ibunya yang tengah berpelukant. Ia mengamati punggung tegap ayahnya yang bergetar. Entah itu karena menahan amarah atau karena menahan kesesakan. Karena yang Alif tahu ayahnya itu sangat menyayangi Dimas. Tak peduli seburuk apapun prilaku kakaknya, ayahnya pasti akan selalu memaafkannya.

"Pa..." Alif berbisik ragu.

Ardian meresponnya, ia balikkan tubuh.  "Maafkan papa, Lif. Maafkan papa."

Tersenyum, Alif mengangguk. "Papa sayang Alif'kan?"

Merengangkan pelukan , ia mengangguk. Ardian menatap dalam putri kecilnya yang telah beranjak dewasa. "Dunia papa adalah kamu dan juga Mas mu sayang. Jadi jangan pernah ragukan apapun. Mengerti?"

PASSION TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang