"Dear Calum,"
"Perasaanku masih sangat tidak enak karena insiden kemarin. Sudah 4 kali aku membanjirimu dengan curhatan yang tidak penting-bagimu."
"Tapi bagiku, ini penting."
"Bolehkah aku bercerita sedikit padamu? Aku ingin mengungkapan perasaan yang mengganjal di hatiku. Seperti lubang kecil di jalan setapak."
"Aku hidup berdua bersama Ibuku saat aku berumur 13 tahun. Ayahku pergi meninggalkan kami. Meninggalkan kami tanpa apa-apa, kecuali kesedihan."
"Awaalnya aku benci sekali dengan kepergiannya-tapi aku belajar satu hal; kami dituntut untuk menjadi wanita yang serba bisa."
"Sayangnya, aku tidak sekuat dan setabah Mom. Disaat Mom menanjak ke atas, aku malah tergelincir jatuh ke bawah."
"Mom mulai sibuk dengan pekerjaannya-beliau sukses di tempat kerjanya. Sementara aku? Aku jatuh ke tingkat terendah."
"Menjauhkan diri dari semua orang yang mencoba untuk mendekat. Menutup diri dari semua orang yang mencoba untuk melihat."
"Aku terlalu larut dalam kesedihanku. Aku terkubur hidup-hidup di bawah tanah yang kugali sendiri. Sehingga semua orang mulai menganggap aku-"
"-Aneh. Semuanya menganggap aku orang gila yang suka menyendiri, sambil mendengarkan dan mendendangkan musik."
"Saat aku mulai lelah dengan kesendirianku, aku mulai membuka diri. Menampakkan sinar yang selama ini tertutup oleh awan mendung. Tapi apa reaksi mereka?"
"Mereka semakin tega dengan mengataiku orang gila. Mereka takut padaku karena mereka menyangka aku gila. Mereka menyangka aku gila karena aku kerap kali melamun-"
"Semua orang melamun, Cal. Tapi kenapa hanya aku yang dikatainya? Jika orang tua mereka sendiri melamun, apa mereka berani mengatainya orang gila?"
"Sejak saat itulah, semuanya berantakan. Kesepianku berubah menjadi kericuhan yang aku ciptakan sendiri."
"Semua orang menjadikanku sasaran bully mereka. Seperti papan target dalam panah memanah. Bahkan mereka pernah menyiramku dengan kopi hitam saat waktu makan siang."
"Dan mereka berteriak di hadapanku, mentertawakanku, mengejekku habis-habisan dengan puasnya."
"Aku sudah berteriak dan menangis, menyuruh mereka untuk berhenti. Tapi mereka tidak menggubrisnya dan mengejekku lebih parah."
"'Lihat, orang gila itu berbicara!' 'Ia berteriak-teriak sendiri seperti orang sinting.' 'astaga, kenapa kepala sekolah menerima orang tidak waras ya?'"
"Sakit."
"Ah-maafkan aku, Calum. Maafkan aku karena bercerita terlalu banyak padamu. Aku hanya mengeluarkan unek-unek yang kupendam selama beberapa tahun."
"Aku sudah merasa sedikit lega, sekarang."
"Di sini sudah masuk jam tidurku. Aku harus tidur."
"Selamat malam, Calum Hood. Salam sayang, diana.xx"
________________________________________
Diana tahu.
Seberapa banyakpun pesan yang ia kirimkan pada Calum, ia tidak akan pernah membalasnya. Kesempatan pesannya dibalas oleh Calum sama saja dengan kau mencari jarum di antara jerami berlapis-lapis.
Diana mengharapkan balasan dari Calum.
Salahkah jika Diana berharap terlalu jauh?
Salahkah?
Karena semua hal normal di dunia ini, akan menjadi tidak normal, jika Diana yang melakukannya.
Semua yang benar menjadi salah.
___________________________
a/n
Hai! selamat datang di chapter 4.Um ... buat yang nunggun calumnya, sabar aja ya:') semakin banyak yg ninggalin votes sama comments, semakin cepet calumnya dateng wkwk.
jangan lupa votes dan commentsnya, ladies! makasih udah mau baca aaand have a nice day for all of you.
judy. x
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Calum [calum hood]
Fanfiction"Dear Calum, I know that you're never here. But you know? I feel so close to you. You're never here, But I feel that you are." © 2015 adorkablejudey, All Rights Reserved