2

565 24 0
                                    

The Midnight

Part 2 (Rassya POV) : “Anniversary

Kehangatan menerpa wajahku. Ku coba membuka mata, dan sebuah sinar dari jendela sebelah kanan kasur yang ku tiduri ini menerpa wajahku. Sialan, Bi Imah, dia membangunkanku dengan kasar seperti ini, dengan bantuan sinar matahari.

Aku beranjak dan duduk di atas kasur. Mengeliat, lalu menggosok kedua mataku dengan tangan. Hari Ini, 3 tahun sudah aku dan Revaline berpacaran. Aku akan membuat hari ini sempurna dengan dinner di malam hari nanti. Dan aku sudah tak sabar bertukar hadiah dengannya nanti.
Ku bawa tas perlengkapan mandiku, dan berjalan menuju kamar mandi di kamarku ini.
Hangatnya air dari shower menerpa tubuhku. Dua kali menyampoi rambutku itu adalah kebiasaan.  Dan dua kali menggosok gigi ku juga sebuah kebiasaan. Seusai mandi, hari sabtu ini memakai seragam pramuka. Aku merasa lebih tampan memakai seragam pramuka ini. Bukan hanya aku, tapi Revaline juga berkata begitu padaku. Aku terlihat lebih mapan menggunakan seragam pramuka ini.

Seperti biasa di pagi hari, sebelum memakan sereal yang di siapkan Bi Imah, kebiasaan ku memakan setengah potong apel merah yang dingin saat menempel di bibirku. Dan menyipan setengah apel lainnya untuk malam hari nanti. Sereal yang entah bagaimana caranya menjadi sedap seperti ini selalu ku santap dengan lahapnya dan tidak tersisa sedikitpun dalam mangkuk.

Di ransel sekolahku, ku bawa hadiah untuk Revaline dan beberapa buku pelajaran di hari sabtu. Tak lupa ku bawa Notebook untuk presentasi hari ini.

Saat masuk ke area sekolah, teman-teman dalam tim basketku mengucapkan selamat padaku atas hubunganku bersama Revaline yang telah berjalan mulus selama 3 tahun ini. Memang berjalan mulus karena kita tidak pernah di timpa masalah apapun selama kita berpacaran.  Dan sesampainya di kelas, seluruh teman-temanku bersorak mengucapkan selamat pada ku dan Revaline yang berjalan bersama saat masuk  ke dalam kelas. Teman-teman ku ini sangat solid dan aku menyayangi mereka.

Seusai presentasi di pelajaran terakhir, aku mentraktir Kalvin, Jerry, Reza, Grisella dan Juni. Seharusnya ada Jessica di antara kami. Tapi sayangnya, dia telah abadi di alam sana.

“Guys, gue pengen nyoba deh maen The Midnight Game.” Ujar Juni dengan polos.

“Iya, gue juga pengen nyoba main The Midnight game itu.” Reza sependapat dan Grisella mengangguk-angguk tanda setuju.

“Ngapain main Midnight Game? Udah pada bosen idup kalian?” Kata Kalvin yang memang percaya akan Permainan yang dapat membunuh itu.

“Udahlah, gak usah ngebahas Midnight Game itu, meningan sekarang kita hantam makanan kita. Senang-senang aja di anniversaryku ini.” Ujarku yang tidak percaya pada permainan itu.

“Yeah!! Itu benar. Ayo BERSENANG-SENANG!! KARAOKE!!”

Dinner bersama Revaline berdua gagal. Sepulang dari Café , Kalvin mengajak kita semua untuk ber-karaoke ria di salah satu tempat Karaoke. Kami senang, memang di malam minggu ini. Melupakan dunia yang penat dan membingungankan.  Kami bersenang-senang tanpa ada penat apapun. Dan malam itu, Revaline memberiku ciuman pertamanya, menandakan bahwa seluruh kasih sayangnya tertuju hanyalah padaku.

Aku megantarkan Revaline pulang setelah berkaraoke. Aku mengantarnya sampai di dalam rumahnya jam 10 malam. Mama Revaline tidak memarahi Revaline. Karena dia tau hari ini adalah Anniversary kami berdua.

Aku dan Revaline duduk di ruang keluarga di rumah Revaline, menonton film Minions. “Nih, hadiah Anniversary dari ku, buat kamu.” Aku mengeluarkan sebuah box yang di bungkus oleh kertas kado berwarna merah, warna favoritku.

“Wah, makasih yaa say.”  Revaline mengambil box tersebut, memberiku sebuah kecupan manis di pipiku. Lalu dia beranjak dari duduknya dan berlari ke lantai atas, mungkin ke kamarnya. Dan pandangankupun menuju pada film Minions yang membuat diri ini tertawa.

“Nih!” Revaline menjulurkan ku sebuah box kecil dengan bungkus kado berwarna Biru Langit, warna favorit Revaline.

“Wah, makasih ya Reva.” Ujarku. “Aku buka sekarang ya?” Tanyaku pada Revaline. Ia mengangguk memperbolehkan.

Tanpa pikir lagi, aku segera menyobek kertas kado yang menyelimuti box ini dan mengeluarkan isi dalam box ini. Sebuah Musik Box ternyata. Sebuah Musik Box berbentuk piano berwarna cokelat muda. “Wow. ini sangat indah sepertimu.” Ucapku.

“Ehem.. karena kamu belakangan ini suka main piano, yaudah aku kasih kamu musik box bentuk piano aja.” Jawab Revaline cepat.

“Makasih yaa, say.” Aku memeluknya, memberikan kecupan manja dikening dia. “Hadiah kamu dong, buka.” Kataku menyuruh Revaline, tapi Revaline menggeleng.

“Nanti aja deh.” Ujarnya.

Aku mengangguk.

Jam 12malam, aku pulang dari rumah Revaline.

Sesampainya di rumah, segera aku berlari ke lantai atas ke dalam kamarku. Menyimpan Musik Box yang indah ini di meja kecil di belakang kasurku. Gerah yang kurasakan sesampainya di dalam kamar ini. Ku lepas baju dan melemparnya ke sembarang arah, dan berjalan mengambil handuk dan tas perlengkapan mandiku lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Kali ini tidak bershower, tapi berendam di bathub dengan air hangat pastinya. Berkali-kali menggosok badanku dengan kedua tangan agar bersih. Dan masuk ke dalam air yang penuh dengan busa.

Menutup mata, merasakan air hangat ini dan merasakan sesuatu lainnya. Entah apa, tapi bagai sebuah tangan yang mengelus lembut kaki kiriku.  Jika aku membuka mata, mataku akan terasa perih, tapi jika tidak ku buka mataku aku penasaran dan tangan yang mengelus kakiku mulai naik ke atas. Aku keluar dari air, membuka mataku dan mengatur nafas. Dengan segera kedua tanganku meyentuh kaki kiri. Tidak ada apa-apa sekarang. Dan tidak mungkin ada orang yang masuk ke kamar mandi ini karena aku tidak lupa mengunci pintu kamar mandi.  Suasana berubah, angin dingin menghembus ke leherku dan sekali lagi ini sangatlah aneh. Padahal aku telah meng-set AC di kamar mandi ini agar hangat. Perasaanku mulai tak enak, aku segera berdiri dan mengusap badanku dengan handuk lalu membelitkan handuk itu menutupi pinggul hingga lutut.

Ku pakai kaos putih lembut dan celana dalam hitam. Membuka Iphoneku, menelpon Revaline yang telah mengirim berpuluh SMS padaku dalam satu jam ini.

“Halo.” Ujar Revaline.

“Hai Sayang. Maaf ya aku gak bales SMS tadi, baru beres mandi.” Jawabku.

“Oh, pantesan. Gak apa-apa kok Sya. Terus sekarang kamu lagi apa?”

“Lagi teleponan sama kamu plus makan apel.”

“Yaudah deh, aku tidur dulu ya Sya. Nite.”

“Nite.”  Tidak kurang dari 2 menit aku dan Revaline berbincang dalam telopon. Tidak seperti biasanya yang berbincang di telpon hingga 2 jam lebih. Mungkin Revaline memang kecapean.

Aku loncat ke atas kasur. Membuka laptopku dan memasangkan jaringan Wi-Fi yang sengaja Orang tuaku pasang di area rumah. Membuka Mbah Google dan mencheck Facebook. Terdapat satu pesan dari, Revaline? Dan pesan itu dikirim 2 menit lalu?

Revaline : Rassya, kenapa smsnya gak di bales? Gak nelpon juga?

Aku terdiam. Lalu membalas pesan.
Rassya : Baru aja kita telponan, say. Terus katanya kamu mau tidur.”

Revaline : Lho? Kamu gak nelpon aku kok. Ini gak ada di Handphone. Aku Screenshot yaa.”

Aku melongo.

Revaline mengirimkan Screenshot daftar panggilan masuknya. Memang tidak ada nama dan nomer telponku dalam daftar panggilan masuknya. Lalu, yang kutelpon tadi siapa?

Revaline : Tadi kamu nelpon siapa? Jangan sampe aku nemuin kamu selingkuh yaa.

Rassya : Aku tadi nelpon kamu say, beneran! Yang ngomong juga suara kamu kok! Aku gak bohong lho!

Revaline : Tau ah! Udah aku mau tidur.

Aku terdiam. Segera ku tutup laptop, menyimpannya di meja kecil di samping kasurku. Menarik selimutku, mematikan lampu dan segera menutup mata.

The MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang