7

374 20 0
                                    

The Midnight

Part 7 (Indah) : "Kata Maaf mengubah Segalanya"





Seminggu setelah dia bermain Midnight Game itu, dia bilang tubuhnya tak terkendali. Berkali-kali ia meninju tembok dalam keadaan sadar, tapi tubuhnya yang kehilangan kesadaran. Dan selanjutnya, ia selalu merasa tidak enak memakan apapun. Tubuhnya menolak untuk diisi nutrisi dan giji.

"Sudah dua minggu ini aku hanya meminum air putih. Sedangkan makanan dan minuman lainnya, tidak bisa. Pernah sekali aku memakan satu porsi makanan. Namun, tidak lebih dari 10 menit seusai makan, tubuhku mengeluaraknnya lagi, memuntahkannya keluar." Jelasnya.

"Apa pembantumu juga berada disana saat kau muntah?" Tanyaku.

"Ya, dia ada disana. Bahkan dia mengajakku ke dokter untuk di periksa." Dia menjawab tanpa ragu.

"Lalu, bagaimana pendapat doktermu?"

"Tidak. Dia bilang tidak ada penyakit apapun pada diriku. Bahkan lambungku sehat se-sehat-sehatnya. Tidak ada gangguan apapun."

Aku diam sejenak. "Selanjutnya, apa yang terjadi?"

Sepulang dari dokter, dia merasakan takut yang amat jika hujan deras disertai petir. Dia bilang selalu melihat sesuatu di balik hujan itu. Dan di hari ke 10, hujan sangat deras.

"Aku berlari ke kamarku karena ku lihat seorang lelaki berdiri tegak di balik hujan yang deras. Ia memandangku penuh kebencian, Matanya merah menyala, Dan berjalan mendekatiku.

Sesampainya di kamar. Ia mengunci pintu kamarnya. Namun percaya atau tidaknya, pintu kamarnya di tekan ke dalam. Seperti puluhan orang yang mendorong pintu itu kedalam. Dia mencoba menahannya, namun pintu itu terbongkar dan dia terdorong hingga pojok tembok kamarnya. Seluruh jendelanya pecah, angin mengiung berputar di dalam kamarnya.

"Aku berteriak. Dan beranjak. Barang-barang yang ada di dalam kamarku berterbangan ke arahku. Menghantamku." Ia memperjelas.

"Di malam ke 13, aku tidur di kamar orang tuaku, sebelum aku kesini..

Dia merasakan badan nya terapung ke atas. Menabrak atap berkali kali. Lalu di bantingkan ke bawah, terapung lagi ke atas dan ke bawah lagi lalu akhirnya punggungnya di cakar dan dia memperlihatkanku bekas cakaran itu. Aku bergidik ngeri melihat darah kering dari cakaran itu.

Ia memakai kembali baju dan jaket tebalnya. "Bisakah kau membantuku? Apa yang sebenarnya terjadi padaku?"

Aku menggeleng. "Tidak ada apa-apa pada dirimu. Bahkan aku tidak merasakan ada aura jahat yang melekat di dirimu. Kau sungguh baik-baik saja." Ujarku membuat alibi. Tapi benar kenyataanya. Aku tidak melihat ada aura jahat di sekelilingnya.

"Bagaimana bisa? K-kau percaya pada ceritaku kan?" Ia terlihat kecewa.

"Aku percaya pada seluruh ceritamu. Tapi tidak pada 'seseorang' yang menganggumu. Kau sungguh bersih. Tidak ada apa-apa."

Ia melongo.

"Maaf aku tidak bisa membantumu. Selain memang tidak ada apapun yang jahat pada dirimu, aku tidak bisa menjadi paranormal atau psikiater lagi. aku telah berhenti." AKu menjelaskan padanya.

"Ke-kenapa kau berhenti?" Tanya Dia.

"Ada suatu kejadian yang tidak bisa ku jelaskan. Dan itu benar-benar menyuruhku untuk berhenti menjadi paranormal."

Suara telpon bordering. Telponnya. "Sebentar." Ucapnya lalu beranjak mengangkat telpon.
Gelas yang berisi teh itu telah habis. Padahal aku tidak melihatnya menyeruput teh.

Ia selesai dan kembali duduk. "Siapa? Orang tuamu?" Tanyaku.

Ia tersenyum. "Bukan. Ini." Ia memperlihatkan iphonenya. Wallpaper iphonenya adalah seorang wanita cantik dengan senyuman yang anggun.

"Oh, siapa dia?"

"Dia Revaline. Kekasihku. Aku sungguh menyayanginya. Dia segalanya untukku. Aku tidak ingin kehilangan dia dan aku ingin berada selalu di sisinya. Aku bisa melihat masa depanku di kedua bola matanya."

Aku mangut-mangut.

Crack! Suara pecahan keca mengiung di telinga.
Layar iphone Rassya yang beru saja dia tunjukan padaku pecah. Dia terdiam memandang iphone yang tanpa sebab apapun tiba-tiba pecah layarnya.

Aku terdiam dan dia memndangku. "Apa benar tidak ada apapun padaku? Ini buktinya apa?" Ujarnya, nadanya meninggi.

Ku lihat sebuah bayangan hitam berbentuk tangan mengelus kayar itu. Tidak! Bukan layar! Dan bukanlah Rassya incaran hitam ini. Tapi orang yang dijadikan wallpaper oleh Rassya. Aura jahat begitu gelap kemerahan penuh amarah dan kekecewaan menginginkan orang itu.

Aku beranjak. "Sebaiknya kau pergi sekarang, Rassya. Kembali lah ke rumahmu. Maaf sekali aku tidak bisa membantumu Rassya. Tidak untuk sekarang." Aku meraih tangan nya dan menariknya keluar perlahan.

Ia menundukan kepala, kecewa.

"Rassya, apa orang tuamu tau apa yang terjadi pada dirimu?" Tanyaku.

"Tidak. Meereka sibuk dengan pekerjaan mereka." Jawabnya dan mulai melangkah.

"Rassya!" Ia menoleh. "Bukanlah kau yang berbahaya, tapi orang yang ada di dalam wallpapermu itu. 'Dia' menginginkan Dia." Ucapku lalu dengan cepat masuk ke dalam rumah. Mengusap jidat dan menoleh ke gelas itu yang sekarang teh nya kembali.

*

Jam 9 malam, setelah makan malam dan mengganti pakaian. Aku memandang photo Dion yang selalu tampan tidak pernah berubah. Mengusap photonya dengan lembut dan menciumnya.

"Dion, aku tau kau yang menyuruhku untuk membantu lelaki tadi. Tapi aku benar-benar tidak bisa membantunya. Aku sudah berhenti." Ucapku pada photo itu.

Ku baringkan badan dan tetap memeluk photo Dion. "Selamat malam, Dion." Ujarku sebelum menutup mata.

Dan saat mataku tertutup, ku lihat seorang lelaki tinggi dengan mata menyala cerah mendekati tubuhku yang berpijak di ujung tembok ber cet merah. Ia mendekatiku cepat. Berbisik padaku, membisikan sebuah nama yang baru saja ku temui siang tadi. Lelaki tinggi itu bilang akan menguasai tubuhnya, Rassya!

The MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang