2

3K 225 6
                                    

BIP. BIP.

Aku membuka mataku dalam sekejap setelah mendengar suara alarm itu. Menatap langit - langit kamarku dalam kegelapan. Diam dan merenungi hari - hari yang sudah kulalui setelah hari pernikahanku, dengannya.

Kalau saja aku memiliki satu permintaan, aku hanya meminta waktu untuk berjalan mundur, sehingga aku dapat mengubah masa depanku. Aku tidak pernah menyesal kalau keadaan ini terjadi padaku. Namun melihatnya yang selalu berbuat sesuka hatinya hanya akan selalu menyakiti hatiku.

Awalnya, kukira semua ini akan mudah seiring berjalannya waktu. Namun, ternyata aku salah. Bertemu dengannya setiap hari hanya membuatku semakin sakit, ia bahkan tidak pernah menganggapku ada sama sekali.

Aku bangkit dari posisiku, melangkahkan kakiku ke dapur untuk sekedar meneguk segelas air putih. Aku menyalahkan lampu ruang tengah dan mendapati laki-laki itu sedang berciuman, tentunya bukan denganku.

Bukankah sudah kubilang kalau aku hanya akan terus menyakiti diriku sendiri?

Kedua orang itu terpaku, dan segera melepas ciuman mereka atau mungkin si gadis dengan pakaian minim itu terlanjur malu dengan kehadiranku? Jangan harap kalau pria itu akan menenangkanku dan mengatakan kalau 'ini bukan seperti yang kau lihat.'

Ia dengan segala pandangan dinginnya menatapku tajam. Seakkan siap menerkamku kapan saja. Namun aku segera melangkahkanku ke dapur dan tidak menghiraukan mereka, meneguk air dingin, berharap kalau air dingin ini dapat meredakan panasnya hatiku.

"Sudah kubilang bukan? Jangan pernah mencampuri urusanku" Tanyanya, namun aku tidak menghiraukannya.

"DENGARKAN AKU! AKU SEDANG BERBICARA!" Teriaknya dan meraih gelasku dan menghempaskannya ke lantai membuat gelas itu pecah berkeping - keping.

Aku membeku di tempatku, tak sanggup untuk menatap matanya yang mengintimidasiku. Aku berusaha meredam tangisku. Ini sakit.

"Kenapa? Kau tidak suka kalau aku bersama wanita lain,hm?"

"A-aku.." Ia menarik daguku, membuat aku menatap mata dinginnya.

"Jangan pernah mencampuri urusanku. Jangan pernah berharap lebih pada pernikahan ini. Kalau bukan karena si tua itu yang mengancam untuk menghapus namaku dari keluarga Choi, pernikahan ini tak akan pernah terjadi" Ucapnya sambil menghempaskan tangannnya dari daguku lalu meninggalkanku yang masih terpaku di tempat.

Tanpa terasa, bulir air mata itu mengalir melewati pipiku. Aku berusaha meredam tangisku sembari membersihkan beberapa serpihan beling yang berserakan dilantai.

Sudah kubilang bukan? Kalau ini menyakitkan.

**
Sudah hampir seminggu, aku dan dia berperang dingin seperti ini. Lebih tepatnya, aku merasa takut untuk merasa disekitarnya seperti ia kapanpun akan siap membunuhku kapan saja. Oke, mungkin itu terlalu kejam tapi aura membunuh itu selalu berada di sekitarnya.

Sudah hampir seminggu juga, aku tidak mengatur jadwal makanku dengan baik. Hampir seminggu ini aku menggantungkan hidupku pada  cup noodle.

BRAK

Bunyi pintu itu membuat aku menghentikan aktivitas makanku. Aku melirik kearah jam dan jam menunjukan pukul tiga sore. Tidak mungkin bukan dia pulang secepat ini? Aku menunggu seseorang itu muncul dihadapanku dan benar saja ia datang dengan baju yang nampak kumal dan rambutnya yang biasanya tertata rapi terkesan berantakan saat ini.

Aku segera bangkit dan membuang  cup noodle itu. Aku tahu ini salah, tapi aku masih belum ingin berada didekatnya. Aku berbalik menuju kamarku.

Kamarku? Ya, kami memang berpisah kamar sejak saat pertama kali kami menikah.

"Hyunsoo.." Panggil pria itu membuat aku terpaku ditempat.

"Tolong aku..." Lirihnya membuat aku berbalik dan menatapnya bingung.

**
Hai!!! Aku kembali lagi dengan part 2! Semoga memuaskan ya hehe, udah mulai mau aku masukin ke permasalahan nih!

Jangan lupa vote and comment! Kalau pengen lanjut.

Have a nice day :))))

c. weirdostabi//dorotheagustin

TIME [FF BIGBANG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang