9

2.4K 181 3
                                    

Setelah membawanya masuk ke kontrakanku, aku membaringkannya di atas sofa dengan susah payah. Aku berjongkok di sampingnya sambil menaruh punggung tanganku di dahinya, mengecek suhu tubuhnya. Namun entah kenapa, tanganku berhenti disana dan mataku tak pernah bisa lepas dari wajahnya. Aku menatap wajahnya, mengamati setiap inci yang sangat kurindukan, tanpa sadar aku sudah mengusap pipinya dengan perlahan.

Kenapa melupakanmu begitu susah?

Aku bangkit dari posisiku, mengambil baskom dan handuk kecil, aku ingin mengompresnya. Setidaknya saat ia bangun dan keluar dari rumahku dia sudah berada dalam keadaan sehat. Dia tidak perlu menyetir dengan keadaan tubuh tidak fit. Ini bukan suatu bentuk kekhawatiran. Lagipula, aku tidak mungkin mengkhawatirkannya bukan?

Aku menaruh handuk kecil yang sudah kuperas itu di dahinya. Wajahnya merengut seakkan tidak nyaman namun dalam hitungan detik ia kembali tertidur lagi. Aku menatap wajahnya sekali lagi. Bahkan, rambut halus di dagunya tidak menghilangkan ketampanannya sedikitpun malah membuat dia terlihat lebih maskulin.

Hampir setengah jam, yang kulakukan hanya mengganti handuk kecilnya dengan yang baru dan tenggelam dalam pikiranku sendiri. Memikirkannya. Lalu, tanpa bisa kutahan lagi, aku terlelap.

**
KLANG.

Aku terbangun dari tidurku, namun yang lebih mengagetkan lagi adalah posisi tidurku. Bukankah aku kemarin tidur dalam posisi duduk? Namun sekarang, kenapa aku berada di sofa? Aku bangkit dari posisiku, mencari sumber suara yang mengusik pendengaranku.

"Oppa." Ucapku dan membuat dia menoleh.

Dia dengan apron pink milikku terlihat lucu, bahkan dengan sendok di tangan kanannya.

"Oh, kau suday bangun? Eum, ini aku ingin membuat bubur. Maaf karena membuat dapurmu berantakan." Ucapnya lalu segera fokus kembali dengan buburnya. Aku berjalan kearahnya dan berdiri disampingnya.

"Biar aku saja." Ucapku, ingin mengambil sendok itu dari tangannya. Namun ia menariknya.

"Aku saja, kau duduk diam saja di meja makan." Katanya namun aku menggeleng.

"Oppa sakit, jadi aku yang harusnya merawat Oppa."

"Aku sehat! Lihat, aku sudah bisa berdiri dengan benar!" Katanya memastikan.

"Tapi-"

"Dengar," Ucapnya dengan nada serius membuat aku bungkam.

"Izinkan aku untuk mengekspresikan ucapan terimakasih ku padamu." Ucapnya tanpa bisa kubantah. Alhasil, aku hanya menatap punggungnya selama dia menyiapkan sarapan.

"Cha." Ini buburnya. Ia memberikan semangkuk penuh bubur ayam gingseng yang dia buat.

"Ini terlalu banyak, aku tidak biasa sarapan-"

"Makan. Kau lebih kurus dari sebelumnya." Ucapnya tegas membuat aku segera melahap satu sendok penuh bubur.

Kami makan dalam diam, bahkan aku tak lagi melayangkan protes padanya. Sudah untung Oppa mau memasak untukku. Sesekali aku mencuri pandang kearahnya, danq beberapa kali juga ia menangkapku tengah menatapnya.

"Apa? Ada yang ingin kau tanyakan?" Tanyanya setelah menangkapku, lagi-lagi menatap kearahnya. Aku menggeleng cepat dan fokus dengan buburku.

"Entah kenapa alasan aku kesini-" Ia membuka suara. Aku menoleh kearahnya sambil terus memakan bubur yang ia buat

"Aku hanya ingin bertemu denganmu." Ucapnya membuat pipiku bersemu. Sial, tidak seharusnya aku seperti ini.

"Hampir sebulan, kau meninggalkanku. Bisa dikatakan aku bagai kehilangan arah. Mungkin tidak seharusnya aku begitu, bukan? Karena dari awal pernikahan ini tak pernah menjadi sesuatu yang membahagiakan untuk kita, terutama untukku." Ucapnya membuat hatiku terasa perih lagi. Aku tidak sanggup untuk mendengar perkataan selanjutnya. Aku bangkit dari kursiku.

TIME [FF BIGBANG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang