Kyuu

1.8K 148 5
                                    


Aku berdiri bersandar dinding lorong menuju tempat loker Shuutoku. Pertandingan sudah selesai. Saat ini, Seirin sedang melawan Kaijo. Shintaro terhenti saat melihatku. Aku menghampirinya. "Ada waktu sebentar?" tanyaku.

Aku mengajak Shintaro membeli minuman kaleng di mesin penjual otomatis. "Kau mau jus?" tawarku. Dia mengangguk. Sejak tadi, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Raut wajahnya juga menunjukkan sedikit kebingungan. Mungkin dia bingung harus menghadapiku, setelah mengatakan tekad yang luar biasa seperti itu. Aku tersenyum, duduk disampingnya. "Terima kasih, Midorima Shintaro-kun." kataku. Shintaro seketika menoleh ke arahku. Menatapku bingung. "Ah, ada apa dengan ekspresi itu?"

"Kurasa kau salah bicara, Shinomiya-san. Aku tidak menepati janjiku. Aku sudah kalah dari Akashi."

"Itu benar. Tapi, melihatmu melawan Akashi-kun sekuat tenaga seperti itu benar-benar membuatku senang."

"Eh?"

"Aku, ingin Akashi-kun kembali seperti dulu. Aku ingin dia kembali, tak peduli apapun caranya."

"Bahkan meski Akashi harus merasakan sakit dan perihnya sebuah kekalahan? Akashi telah membuang segalanya. Dia tidak lagi menganggap pertandingan ini sebagai kompetisi, tapi sebagai permusuhan. Dia memandang kami, musuhnya, sebagai budak yang harus menundukkan kepala di depannya. Kau melihatnya sendiri, bukan? Akashi bahkan tak mau menerima uluran tanganku saat Aku mengakui kekalahanku. Dia sudah membuang kenangan tentang kami dan tak lagi menganggap kami sebagai mantan rekan setim-nya dulu."

Wajahku menyiratkan sebuah kesedihan. Permohonanku memang sangat egois. "Aku tahu. Dan kemungkinan kalian untuk memperlakukan dia seperti itu juga tidaklah kecil. Akashi-kun mungkin akan berjaya di atas kebencian orang lain yang telah dia kalahkan. Tapi, kejayaan seperti itu sangat menyakitkan. Karena itu, aku ingin dia kalah! Aku ingin Akashi-kun merasakan sebuah kekalahan. Bahkan meski dia akan hancur nantinya. Ketika hal itu terjadi, Aku siap menjadi penopangnya untuk kembali bangkit. Itulah tugasku." kataku.

"Shinomiya-san," kata Shintaro "Kau memang luar biasa. Untuk selanjutnya, Aku akan menang!". Aku tersenyum.

"Ya. Berusahalah!"

"Kali ini Kau hanya bisa berharap pada Kise dan Kuroko. Siapapun yang akan menang, dialah lawan Akashi selanjutnya."

"Aku mengerti. Anu, Midorima-kun. Tadi itu pertandingan yang luar biasa."

"Kau tak perlu repot-repot menghiburku. Sejak awal, perbedaan kemampuanku dan Akashi memang jauh. Tapi, justru karena itulah Aku ingin mengalahkannya."

"Begitukah? Kurasa Aku tak perlu meminta maaf atas perbuatan Akashi-kun tadi. Kalau begitu, aku permisi dulu." pamitku sambil membungkuk hormat. Shintaro tersenyum simpul sambil meneguk jus kaleng yang kubelikan. Aku berjalan kembali ke tempat anggota tim Rakuzan menonton pertandingan. Akashi bersama para pemain inti duduk di barisan paling depan. Aku mengambil tempat di sebelah pelatih yang masih kosong. "Dari mana saja Kau? Akashi mencarimu." kata beliau.

"Eh? Maaf, aku dari toilet." kataku berbohong.

"Sebaiknya lain kali Kau izin dahulu pada Akashi sebelum pergi. Aku tidak mempermasalahkan selama Kau tak meninggalkan tempatmu ditengah pertandingan. Tapi sepertinya Akashi mempermasalahkan hal itu."

"Baik." kataku pelan.

Akashi mencariku? Apa dia ada perlu denganku?
Membayangkankan jika hal itu ada sangkut pautnya dengan kejadian di tengah pertandingan saja sudah berhasil membuatku merinding. Aku berkali-kali berusaha mengatur nafas agar tidak panik. Karena saat ini, ada pertandingan yang harus kusaksikan! Sebab akhir dari pertandingan itu adalah penentu tim mana yang akan menghadapi Akashi berikutnya.

Pada pertandingan itu, yang menjadi bintang sorotan adalah Kise Ryouta. Kemampuan perfect copy nya mencenggangkan semua orang. Terlebih, saat dia berhasil meniru emperor eye milik Akashi. Aku sempat melirik ke Akashi. Bagaimana reaksinya melihat ada orang yang mampu menggunakan tekniknya? Aku ingin tahu.

Datar....

Ekspresi wajahnya datar. Tatapan matanya juga datar. Terlalu datar sampai Aku tak bisa mengira-ngira apa yang dia pikirkan.

Seirin membuat strategi. Mereka mengandalkan kemampuan Kuroko untuk mencari celah menghentikan Kise. Seirin sedang unggul karena waktu yang mereka miliki saat Kise dicadangkan sebab cederanya. Namun, dalam sisa waktu terakhir, sejak saat Kise kembali ke lapangan, dia mengejar ketertinggalan skor dengan cepat. "Jika Tetsuya tidak menemukan celah pada permainan Ryouta, maka Seirin akan kalah." kata Akashi pada Kotarou-senpai yang terus bertanya selama pertandingan itu berlangsung. Lima menit sebelum pertandingan berakhir, Kise mencetak angka. Unggul satu poin dari skor Seirin. Aku mendesah.

"Jadi, yang akan melawan Akashi-kun adalah Kaijo, ya?" gumamku.

Tiba-tiba laki-laki bernama Kagami berlari sekuat tenaga menuju ring lawan. "Sudah kubilang, bukan? Inilah yang kami incar!" teriaknya. Salah satu rekannya melempar bola ke arahnya. Aku tersentak.

Mustahil! Mereka masih membalas? Dalam waktu hanya 4 detik ini?!

Tapi Kise tak membiarkannya begitu saja. Dia mengejar Kagami dengan kecepatan yang bisa dibilang 'gila'! Saat Kagami sudah melompat hendak melakukan dunk, Kise menghadang. "Percuma! Tidak akan masuk!" jeritku dalam hati.

"Kagami-kun!"

Kuroko berdiri di belakang Kagami. Tapi, semuanya sudah terlambat. Bola di tangan Kagami sudah terlepas. Kagami tidak akan bisa mengoper ke belakang dengan waktu sesempit ini. "Masih beluuum!!" teriak Kagami sambil melempar bola membentur dinding ring, membuat bola terpantul ke bawah dan berhasil diterima oleh Kuroko. Secepat mungkin, Kuroko melancarkan tembakan andalannya, phantom shoot. Begitu bola terlepas dari tangannya, peluit berbunyi. Menyisakan ketegangan terakhir pada detik-detik masuknya bola ke dalam ring Kaijo.

Kemenangan babak semifinal itu diraih oleh Seirin. Aku tak bisa menahan senyumanku melihat Kuroko begitu gembira. Dari sini, bangku penonton ini, Aku dapat merasakan semangatnya. Tapi senyumanku tak bertahan lama. Memudar begitu saja saat sepasang mata Akashi melirik tajam ke arahku. Aku pucat. Akhir-akhir ini, Aku sering ditatap seperti itu oleh Akashi. Mungkinkah dia tahu kalau Aku meminta tolong mantan rekan se-timnya untuk melawannya?

"Ayo!" kata Akashi sambil beranjak. Semua anggota Rakuzan mengikuti.

Malam sebelum pertandingan final. Aku tidak bisa tenang. Apa hanya aku yang merasa seperti itu? Aku menghubungi pelatih Rakuzan, hendak menanyakan kebutuhan untuk pertandingan besok. "Sebaiknya kau menanyakan hal itu pada Akashi langsung." katanya. Aku mendengus. Justru karena aku sedang tidak ingin bertemu Akashi makanya aku menghubungi dia. Dengan sedikit ragu aku mengetikkan nomor Akashi di ponselku dan menghubunginya.

Tidak ada jawaban. Aku mencobanya sekali lagi. Masih Tidak ada jawaban.

Mungkin dia benar-benar sedang marah padaku. Kembali aku teringat tatapan Akashi saat kemenangan Seirin tadi.
"Tinggal satu pertandingan lagi..." gumamku. Kulirik foto di hari pertunanganku dengan Akashi. Foto saat kami masih sangat kecil dan polos. "Hanya tinggal satu pertandingan lagi dan semuanya akan selesai. Entah itu kemenangan, atau pun kekalahan."

Sekilas bayangan senyum Akashi yang dulu terlintas dalam ingatanku. Tanganku mengepal. "Kumohon, Kuroko-kun!"


*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
----------------------------------------------------------------------------------------

Anim_FUI:

Yap, Masih keburu update di awal UTS. Mungkin untuk yg JUU akan lebih lama lagi updatenya. Gomen ya???

Kisah penantian Aika akan berlanjut di pertandingan final Rakuzan melawan Seirin.

Mungkin ada yang penasaran sosok Aika, ya? Di chapter JUU saya akan memakai gambar dia saja. Tapi itu sudah versi rambutnya pendek dipotong Akashi. Oke?

Tetap dukung saya ya? Jangan lupa vote dan komentarnya!
Untuk cerita yg lain Masih dalam proses pembuatan. Karena saya Masih fokus ini dulu.

Oke, ja nee~..................

Beside You (Fanfict Story of Akashi Seijuro)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang