“Selamat, anda positif” Ujar dokter cantik itu sambil mengulurkan selembar kertas yang isinya tidak kumengerti.
“Maksudnya dok? Saya kena penyakit apa?”
“Anda tidak sakit, anda positif hamil sekarang” dokter itu tersenyum.
“Hamil?” tanyaku masih belum percaya.
“Iya dan selamat anda akan segera menjadi seorang ibu”
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain senyum yang kupaksakan tersungging di depan dokter itu karena di benakku masih ada sisa-sisa keterkejutan yang teramat sangat. Entah bagaimana perasaanku sekarang aku masih belum paham. Namun ada kebahagiaan tersirat di dalamnya. Kebahagiaan macam apa ini? Apakah ini rasanya jika akan menjadi seorang ibu? Rasanya akan punya anak yang lahir dari rahim sendiri? Mungkin ini seperti yang dikatakan Boby jika punya anak sendiri pasti berbeda rasanya dengan jika hanya anak angkat.
Kutelpon ibu. Kukabarkan kebenaran tebakan ibu tadi. Dari seberang sana kudengar ibu histeris bahagia.
“Sudah kau beritahu Boby?”
“Belum” jawabku pendek.
“Segera beritahu dia! Dia pasti sangat senang!”
“Iya nanti lah. Udah dulu ini taksinya sudah datang. Assalamu’alaikum”
“Oh iya. Wa’alaikumusalam”
Kututup handphoneku dan segera menyetop taksi yang lewat.
Dalam perjalanan pulang aku masih bertanya-tanya entah apa yang akan kukatakan pada Boby nanti di rumah? Dan seperti apa nanti reaksinya?
***
Sampai rumah Boby belum pulang. Masih beberapa jam lagi dia biasanya baru pulang.
Rasanya sepi sekali sendirian begini. Padahal hari-hari sebelumnya biasa saja rasanya sendirian di rumah. Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini? Aku jadi merindukan Boby. Aku ingin dia segera pulang sekarang.
Aku beranikan diri meneleponnya. Sesaat nada tunggu terdengar nyaring di telingaku sampai akhirnya suara orang yang kutunggu-tungguitu terdengar.
“Halo Shan? Ada apa? Kamu udah baikan?”
“Kapan kamu pulang?” aku langsung pada pertanyaan intiku.
“Oh dua jam lagi aku pulang. Sabar ya? Kamu mau dibelikan lauk apa buat makan malam nanti? Mau gulai kepala kakap gak?”
“Terserah apa aja. Aku mau bilang sesuatu ke kamu” kataku. “Hati-hati di jalan nanti”
“O iya. Jaga diri baik-baik di rumah ya?”
Entah kenapa aku yang menginginkan Boby pulang cepat ternyata tidak punya cukup keberanian untuk memaksanya pulang sekarang. Aku tidak ingin lebih dulu merusak suasana karena aku ingin mengatakan sesuatu yang penting padanya nanti.
Aku tidak tahu harus ngapain sekarang sambil nunggu Boby. Akhirnya aku duduk melamun di dekat jendela sambil menunggunya pulang.
Berbagai pikiran melintas di benakku sampai aku tersadarkan oleh suara klakson di depan rumah. Tandanya Boby sudah pulang. Kuintip dari jendela lantai dua. Kulihat dia tampak lelah sekali, keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk sambil menenteng bungkusan yang aku tahu itu pasti lauk yang ia janjikan tadi.
Aku langsung turun dan menyambutnya.
“Hai Shan. Kamu tampak udah baikan sekarang” sapanya.
“Aku kan sudah bilang aku tidak apa-apa.”