Sembilan

1.5K 114 13
                                    

Kondisi kesehatanku semakin buruk. Aku semakin susah makan dan minum vitamin. Ibu jadi makin kerepotan mengurusiku yang makin rewel seperti bayi. Berkali-kali ibu telpon Boby dan Boby membujukku tapi tak satupun bujukannya kuhiraukan. Yang kumau sekarang adalah dia ada disini sekarang.

Paginya aku mengalami demam tinggi. Ibu panik dan menelpon dokter. Setengah tak sadarkan diri samar-samar kudengar ibu juga menelpon keluarga di rumah buat minta bantuan segera.

Rasanya kesadaranku semakin memudar. Kurasakan nyeri yang teramat sangat di perut bagian bawahku. Sesuatu yang panas membasahi rok dan sprei tempatku terbaring. Dan selanjutnya gelap...

--------------------------------

Berat mata kubuka dan seketika cahaya putih berpendar menyeruak menyilaukan pandanganku. Dimana aku? Lambat laun aku tahu bahwa aku sudah ada di rumah sakit. Di sampingku sudah ada ibu yang tertidur sambil duduk dengan kepala menyandar ke ranjang tempatku berbaring. Tangannya masih erat menggenggam tanganku.

"Ibu?" pelan-pelan kubangunkan ibu. Aku ingin bertanya kenapa aku bisa disini. Seingatku aku demam, kesadaranku mulai hilang dan... ya Tuhan! Nyeri di perut bagian bawahku masih terasa sampai sekarang. Bagaimana keadaan kandunganku?

"Ibu?" sekali lagi kubangunkan ibu dan pelan-pelan ibu terbangun.

"Shania? Alhamdulillah kamu sudah siuman nak!" Melihat diriku yang sudah siuman, beliau langsung berucap syukur dan memelukku.

"Dimana Boby bu? Bagaimana keadaan kandunganku?" tanpa basa-basi langsung kutanyakan apa yang masih mengganjal dalam benakku saat ini.

"Boby masih dalam perjalanan pulang Shan. Doakan saja cepat sampai."

"Bagaimana dengan kandunganku Bu?" Sekali lagi ku ulang pertanyaanku. Namun ibu hanya tersenyum getir dan mengalihkan pembicaraan. Pasti ada sesuatu yang tidak beres. Jangan-jangan?

Tapi aku tidak mau berpikir buruk dulu. Saat ini aku masih sangat lemah dan Boby bilang kemarin kalau aku tidak boleh terlalu stress. Kubalikkan badanku membelakangi Ibu. Kuabaikan tatapan ibu dan ceritanya yang aku tahu hanya untuk mengalihkan pembicaraan kami. Yang aku inginkan saat ini masih Boby. Aku ingin Boby menemaniku sekarang. Secepatnya!

Tiba-tiba pintu dibuka dan salah satu kakak sepupuku masuk dengan tergesa-gesa mengabarkan kalau pesawat yang ditumpangi Boby mengalami keterlambatan sehingga tidak bisa datang cepat.

Kubalikkan badanku menghadap mereka berdua. Kakak sepupuku ternyata tidak menyadari jika aku sudah siuman dari tadi sehingga kabar itu langsung saja ia lontarkan di depan ibuku. Aku berusaha tegar di depan ibu dan hanya bisa menitikkan air mata dan menangis kecewa di dalam hati...

Sementara ibu dan sepupuku hanya berdiri menatapku iba. Ibu menghampiriku dan menenangkanku. Aku berharap jadi tenang tapi justru malah membuatku semakin merasakan kekecewaanku.

***

Tadinya aku sudah merasa lega karena terbagun dari mimpi burukku dan kembali ke dunia nyata namun ternyata mimpi buruk itu justru ada di depan mata di dunia nyata. Setelah kabar keterlambatan Boby yang sempat membuatku sangat kecewa, kabar buruk lain datang dari dokter yang tadinya sempat disembunyikan oleh ibu.

Kandunganku.. kandungan pertamaku, aku terpaksa harus merelakan kandunganku dikuret karena kemarin aku ternyata mengalami pendarahan hebat yang entah karena apa. Aku masih beruntung karena aku mampu bertahan melewati masa-masa kritisku dan siuman dari koma berhari-hari.

Aku benar-benar merasakan kekecewaan yang sangat besar saat ini. Boby yang tidak bersamaku, yang tidak menemaniku di saat-saat seperti ini. Saat ketika aku sangat membutuhkannya.Suami macam apa dia yang lebih mementingkan pekerjaan daripada istrinya sendiri? Dan sekarang aku harus kehilangan kandunganku. Kandungan pertamaku, anak pertamaku dengan Boby.

Wedding SimmulationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang