Sepuluh

1.5K 114 9
                                    

Hallo~

Selamat hari raya iduladha ya bagi yg menjalankan..

Update lagi nih berhubung besok harpitnas alias saya males masuk ya. Hehe

Oiya cuma mau mengingatkan, maaf kalo ada yang mengira ini ff romantis. Nyatanya dari awal part sampe sekarang cuma dikit romantisnya dan kebanyakan ributnya. Hehe

Karena ff romantis sudah banyak sekali bertebaran di wattpad, jadi saya buat yang anti mainsetrum.

Yasudah begitu saja, selamat membaca~

----------------------------------

Aku hanya mematung di luar jendela menyaksikan kemesraan mereka berdua. Saat itu juga mendung di langit yang tadinya terbentang kokoh di angkasa akhirnya runtuh juga. Membasahi bumi, membasahi hati dan menyamarkan air mataku yang tanpa sadar setetes dua tetes menitik di pipi demi kekecewaanku saat ini. Kekecewaan atas pengkhianatan yang terjadi di depan mataku sendiri.

Jelas sudah sekarang semuanya. Jelas sudah jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku akhir-akhir ini. Seperti keyakinanku dulu semua lelaki memang brengsek. Tak terkecuali Boby yang dulu aku anggap beda ternyata sama saja dengan yang lain.

Aku pun berlari menembus hujan yang begitu deras menuju tempatku parkir mobil tadi. Aku tidak menghiraukan ketika seorang petugas cleaning service mengejarku untuk menawariku payung. Aku hanya ingin segera pergi dari tempat itu sekarang!

Begitu sampai di mobil, cepat-cepat kunyalakan dan kusetir dengan terburu-buru. Di jalanan kukebut mobilku biar segera sampai di rumah. Aku tidak mempedulikan teriakan-teriakan pengendara-pengendara lain yang kusalip dengan ugal-ugalan.

Sesampai di rumah kubuka pintu, kubanting tanpa menutupnya kembali. Saat sampai ruang tengah dan kulihat foto pernikahan kami berdua, aku ambil dan kubanting sampai hancur berkeping-keping. Setelah itu aku ke kamar dan membenamkan wajahku ke bantal. Aku menangis sejadi-jadinya.Menangisi kebodohan, kenaifan dan ketololanku selama ini.

***

Aku menangis sampai ketiduran. Dari luar samar kudengar suara mobil. Boby sudah pulang. Bersiaplah untuk perang besar Bob!

Aku keluar dari kamar dan menunggunya di ruang tengah tempat biasa kami nonton tivi. Aku duduk di sofa seolah aku sudah menunggunya berjam-jam disana.

Saat Boby sampai di ruang tengah dia terkejut ketika menemukan foto pernikahan kami yang berukuran satu kali satu setengah meter itu hancur pecah berserakan di lantai.

"Apa-apaan ini? Ada apa Shan? Kenapa foto ini bisa hancur seperti ini?" tanyanya heran.

"Aku yang menghancurkannya! Kenapa? Kamu gak suka? Ini seperti halnya kamu menghancurkan pernikahan kita Bob!" jawabku menantang.

Inilah kali pertamaku berbicara lagi dengannya setelah sekian lama kami saling mendiamkan. Entah aku dapat energy dari mana hingga aku kembali berminat untuk bertengkar hebat dengannya.

"Apa maksutmu aku menghancurkan pernikahan kita? Bukankah kamu yang mulai semua ini? Kamu yang mulai mendiamkanku sehingga hubungan kita renggang selama ini?" jawab Boby tidak terima dengan tuduhanku.

"Kamu pikir aku mendiamkanmu itu tidak ada penyebabnya? Penyebabnya adalah kamu sendiri Bob! Kamu egois! Mikirin diri sendiri!"

"Aku egois? Sisi mana dari diriku yang egois? Apa kamu pikir kamu sendiri tidak egois? Aku dah banyak mengalah buatmu Shan!"

"Memang biasanya orang egois tidak menyadari keegoisannya sendiri Bob! Termasuk kamu! Kamu yang meninggalkanku di saat aku butuh dirimu! Hingga pada akhirnya aku mengalami keguguran karena stress itu juga gara-gara kamu!" aku sudah mulai kalap.

"Dan satu hal lagi! jika dirimu juga kecewa padaku dan menginginkan berakhirnya pernikahan kita kenapa tidak bilang dari kemarin-kemarin?"

"Apa maksut kamu Shan? Jangan bicara sembarangan!" Boby mulai bingung.

"Kenapa kamu harus sembunyi-sembunyi dariku jika kamu punya wanita idaman lain? Jangan kira aku tidak tahu Bob! Aku sudah tahu semuanya!"

"Aku..." Boby seperti tercekat dan tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Bisa kujelaskan. Begini.."

"Udahlah Bon semua sudah jelas. Aku tidak butuh penjelasan lagi darimu. Semuanya dusta dan aku sudah muak dengan semuanya."

Aku meninggalkannya sendirian di ruangan itu. Aku ke kamar dan membereskan barang-barangku. Aku mau pulang ke rumah ibu.

"Mau kemana kamu?" Tanya Boby saat dia masuk kamar.

"Apa pedulimu aku mau kemana? Aku mau pulang ke rumah ibu. Puas?"

"Kamu tidak perlu pergi dari rumah seperti ini. Biar aku saja yang pergi." Kata-kata Boby lebih melunak kali ini. Aku tidak menghiraukan kata-kata terakhirnya saat kemudian dia telah keluar dan meninggalkan rumah dengan mobilnya.

Aku tidak peduli dia mau kemana. Paling juga ke hotel dekat kantornya seperti dulu.

Meskipun Boby sudah pergi dari rumah, aku juga harus pergi. Aku tetap ingin pulang ke rumah ibu. Tidak hanya dua atau tiga hari. Mungkin dalam waktu yang agak lama. Atau malah selamanya.

Ternyata Boby sering telpon ke rumah Ibu menanyakan kabarku. Dia sudah balik lagi ke rumah kami rupanya. Pasti dia kehabisan baju bersih lagi seperti dulu.

Aku selalu menolak jika ibu bilang kalau Boby ingin berbicara denganku di telpon. Aku masih sangat marah kepadanya.

Di rumah ibu sangat prihatin dengan keadaan hubungan kami. Berkali-kali Ibu menyarankanku agar berbaikan dengan Boby. Namun selalu aku tampik dengan alasan ini itu.

Sampai pada suatu ketika ibu bercerita tentang pembicaraannya dengan Boby saat aku masih di rumah sakit. Sebenarnya aku heran kenapa ibu lebih membela Boby daripada aku yang anaknya sendiri.





Tbc~

Maaf kali ini pendek. Kekenyangan jadi gak fokus..

Yasudah lanjut dilain waktu ya ? Hehe

kangen dek saniya nih~ hft.




Wedding SimmulationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang