Tujuh

2.1K 130 11
                                    

"Dan kalau kamu tanya apa yang kuinginkan, aku
ingin kamu disini bersamaku, seumur hidupku. Aku
ingin kamu belajar dan akhirnya benar-benar mencintaiku, mungkin tidak akan pernah sedalam dan separah cintaku kepadamu, tapi setidaknya kamu tidak lagi menganggapku hanya sekedar sahabatmu, tapi juga kekasihmu. Aku ingin mencintaimu lebih dari yang pernah kutunjukkan."

Ia menghela napas berat. "Tapi itu semua keinginanku. Bukan kemauanmu. Kebahagiaanku, belum tentu kebahagiaanmu juga."

Lama kami berdua saling berpandangan.
"Terima kasih, Bob," desahku akhirnya. Kupeluk
ia erat-erat, menyembunyikan air mataku dibahunya.

------------------------------

Aku sudah bicara dengan Boby, Ger. Tapi aku terpaksa menunda proses perceraian itu. Boby baru saja kehilangan ibunya. Rasanya tidak pantas bicara soal perceraian saat ini."

"Berapa lama?"

"Entahlah. Sebulan dua bulan mungkin."

"Kau tahu waktu kita sangat terbatas, Shan. Aku tidak bisa menunda kepulanganku ke Jerman. Dan aku tidak tahu kapan aku bisa kembali ke sini lagi. Mungkin tidak dalam setahun atau dua tahun ke depan. Dan kita akan kehilangan waktu yang mestinya bisa kita lewati berdua."

"Aku tahu, Gery. Tapi aku tidak mungkin meninggalkan Boby sekarang. Dia membutuhkan aku."

"Aku lebih membutuhkanmu dari dia, Shan. Dan pikirkan dirimu sendiri. Apa kau tidak ingin kita bisa seterusnya bersama?"

Aku menghela napas panjang. "Entahlah, Ger, " bisikku.

"Apa maksudmu?" suara Gery terdengar kaget.

"Aku.... Aku tidak akan bahagia kalau Boby menderita."

"Shania! Kau tidak.... Dengar, pikir baik-baik. Menurutmu, kalau kau tersiksa hidup dengannya, ia akan bahagia?"

"Aku tidak merasa menderita menjadi istrinya."

"Tapi kau tidak bahagia!"

"Aku bahagia, Gery. Mungkin tidak seperti saat aku bersamamu. Tapi Boby membuatku bahagia."

"Kau tidak bisa melakukan ini, Shan. Kau hanya kasihan kepadanya. Sebentar lagi kau akan berubah pikiran dan saat itu kau akan menyesal karena membuang kesempatan ini."

"Aku bisa belajar memaafkan diriku sendiri."

"Shania, kau tidak mencintainya!"

"Ia mencintaiku. Itu lebih dari cukup."

"Kau hanya bingung, Shan. Aku mengerti. Tapi apa kau lupa kalau aku sangat mencintaimu?"

"Aku tidak pernah akan lupa, Ger."

"Lantas apa yang membuatmu berubah pikiran secepat ini?"

"Boby mengajariku tentang cinta."

"Hanya karena itu?"

"Juga karena aku yakin, aku akan belajar mencintainya."

"Shania...."

"Selamat tinggal, Gery. Mudah-mudahan kau akan sebahagia aku nantinya, atau mungkin lebih bahagia lagi."

Telepon kututup sebelum air mataku luruh.

"Shania."

Aku tersentak dan berbalik seketika. Entah sudah berapa lama Boby berdiri di belakangku. Wajahnya penuh tanda tanya dan ia menggeleng perlahan sambil duduk di lantai di sisi kursiku.

"Kenapa?" tanyanya.

Aku tak bisa menjawab. Air mataku menetes satu-satu dan dengan lembut ia menyeka pipiku dengan jarinya.

Wedding SimmulationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang