2

21.2K 1.9K 271
                                    

[TIGA BULAN HINGGA ISOLASI.]


AKU MASIH TIDAK paham apa yang ada di pikiran Claire ketika ia memutuskan ikut judo tiga tahun yang lalu. Gadis sebelas tahun macam apa yang memutuskan secara pribadi untuk memilih ekskur bela diri dan bukan karena disuruh oleh keluarga atau diajak oleh teman-teman centilnya melirik cowok-cowok di ekskur itu?

"Begini," kata Claire saat makan malam keluarga persis setelah ia mengumumkan bergabung dengan klub judo sekolahnya. "Umurku sebelas tahun sejak tiga bulan lalu. Betul?"

Aku, Ibu, dan Ayah menjawab dengan 'betul' kecil yang tidak serempak sambil tetap mengunyah. Claire melanjutkan.

"Berarti seharusnya aku mengalami pubertas dalam waktu dekat. Betul?"

Ayahku nyaris tersedak karena kaget, sementara ibuku nyaris tersedak karena geli. Aku tersedak sungguhan dan bahkan tidak tahu kenapa. "Betul," jawab ayahku cepat sambil berdehem. Dia lalu mengambil seteguk minum sebelum melanjutkan. "Lalu?"

"Lalu, itu artinya, cowok-cowok akan mulai berani melirikku dalam waktu dekat," kata Claire ringan. Ayahku jelas mulai tampak agak tidak nyaman, sementara ibuku tetap berekspresi netral. Aku tetap cuek. "Sehingga menurutku ikut klub bela diri itu tindakan yang masuk akal."

Ibuku mengangguk setuju. Aku tetap melahap makaroni di hadapanku dengan tenang. Namun lalu Claire menunjuk ujung garpunya ke arahku.

"Lagi pula," katanya ketus, "aku perlu jaminan agar kau tidak bisa seenaknya maju dan macam-macam denganku."

Pandangan kedua orang tuaku langsung tertuju ke arahku seakan mereka sedang menonton pertandingan tenis. Aku cuma mengangkat alis.

"Aku tetap bisa macam-macam denganmu dengan berbagai cara lain, Adik Kecil."

"Coba saja," tantang Claire. Ayahku mengetukkan sendoknya ke gelasnya sebelum aku membuka mulut untuk membalas tantangan Claire.

"Luke, Claire, jika kalian mau saling banting, itu terserah kalian," tegasnya. "Tetapi itu tidak akan terjadi di meja makan ini. Tidak selama piring-piring ini belum dicuci. Paham?"

Aku dan Claire masih berbagi tatapan sengit, tetapi kami lebih tahu dari membuat marah Ayah. Jadi aku kembali melahap sesendok makaroni sementara Claire meneguk jus apelnya.

Tatapan sengit yang sama sedang dilemparkan Claire padaku waktu aku masuk ke kamarnya sambil membawa obat-obatan untuknya. Sakitnya ternyata tidak banyak mereda selama sebulan ini, dan ibuku memutuskan mungkin adikku itu butuh sedikit pertolongan medis.

"Aku tidak butuh itu," katanya.

Aku mengernyit. "Ini dari Ibu."

"Aku tidak—srup—apa-apa."

"Bilang sendiri pada Ibu."

"Aku tidak bisa bergerak."

"Karena itulah kaubutuh obat ini," kataku sambil duduk di sisi ranjangnya. "Lagi pula, aku tidak mau tertular."

"Kata siapa aku akan menularimu?" jawab Claire. "Aku tidak—hatchuh!"

"Kata para ahli biologi beberapa dekade terakhir ini," kataku sambil menuang sesendok makan obat sirup. "Buka mulutmu."

"Tida—"

Aku memanfaatkan mulut Claire yang terbuka saat sedang menjawabku itu dan menyodokkan sesendok obat itu langsung ke dalam mulutnya. Ia tidak punya pilihan selain menelan obatnya.

Ragnarökr Cycle: Myth JumpersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang