AUTHOR POV
Bukannya Louis takut akan menghabisi murid satu sekolahnya, ia hanya membutuhkan waktu yang tepat. Ia percaya bahwa dalang dibalik ini semua bukanlah orang yang tidak mengenalnya, justru dia yang sangat mengenal Louis apa adanya. Selama beberapa hari inipun, Louis lebih sering mencoba menebak kode rahasia dibalik ini semua.
Ingatlah bahwa Louis memiliki IQ diatas rata-rata, jadi baginya ini masih sangat mudah untuk dipecahkan.
Tak jauh dari tempat Louis duduk santai, datang Ken menghampirinya. Akhir-akhir inipun mereka jarang terlihat berdua. "Kau sedang apa L?" tanya Ken sesaat setelah duduk disamping Louis.
"Tidak ada" jawab Louis seadanya. Ini bukanlah jawaban yang diinginkan Ken, ia menginkan sebuah tinju persahabatan atau bahkan caci maki dari Louis.
Ken hanya bisa menghela nafasnya. Ia benar-benar tidak tahu harus seperti apa menghadapi Louis yang seperti ini. Louis kembali menjadi dirinya yang cuek dengan keadaan sekitar, dan dingin.
"Kau tidak pergi menemui Minsuk?" tanya Ken lagi mencoba mencairkan suasana.
"Sudah, 5 menit yang lalu." Ken hanya bisa menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Ia hanya bisa tersenyum kecut melihat sahabatnya kini bersikap dingin kepadanya.
"L, kau tahu, aku rindu saat-saat kau masih bisa tertawa bebas. Aku merindukan saat kita sering berdua. Kau berubah L, aku sudah mencoba berulang kali mengulurkan tanganku kepadamu, tapi kau menepisku. Jika memang kau mengalami masa yang sulit, ingat aku L. Aku akan ada selalu untukmu, bro." Ken menempukkan tangannya dipundak Louis lalu berjalan menjauh meninggalkan Louis yang diam terpaku.
Louis lupa, ia lupa akan kehadiran Ken selama ini. Yang dia fikirkan hanya tidak ingin membuat orang lain mengalami terluka karenanya. Baginya, cukup dirinya yang menderita, bukan teman, sahabat, apalagi orangtuanya.
LOUIS POV
Tidak seharusnya aku bersikap seperti ini. Aku seharusnya menjadi sosok Loius yang hangat kepada orang terdekatku. Tuhan, kenapa hal seperti ini harus terjadi lagi padaku?
"Hyung?" tiba-tiba saja suara Minsuk terdengar ditelinga. Aku mencoba mencari asal suara tersebut dan setelah menemukannya aku menghampiri Minsuk dengan tersenyum. Setidaknya aku harus tersenyum didepannya, batinku.
"Apa yang kau lakukan Minsuk?" tanyaku saat berdiri didepannya. Aku mulai memperhatikan wajahnya. Dia berkeringat, batinku. Aku mengulurkan tangankun untuk menyeka keringat didahinya. Tidak biasanya Minsuk seperti ini.
"Uhm.. aku tadi anu hyung aku–berlari ya aku sedang berlari keliling sekolah, hehe berlari ya." jawabnya dengan terbata-bata. Aku hanya mengkerutkan alisku bingung. Aku tahu dia sedang berbohong, Minsuk bukan orang yang kuat dalam fisik, jadi untuk apa dia berlari kalau bukan—
"Kau dibully oleh mereka lagi?" tanyaku dengan geram. Emosiku seakan tidak bisa dicegah saat memikirkan kemungkinan lain dia berlari kesini. Ditaman belakang sekolah merupakan tempat yang jarang dikunjungi oleh orang.
"Hyung, tidak. Aku tidak apa-apa. Sudahlah." jawabnya sambil tersenyum.
"Kau tersenyum? Astaga Minsuk, tunggu aku. Aku tidak hisa membiarkan merk.. Minsuk kau?" ucapanku terpotong saat ia memeluk leherku. Dengan kaki berjinjit dan menenggelamkan kepalany diceruk leherku. "Aku tidak apa-apa hyung. Jadi, jangan berkelahi dengan siapapun. Mengerti?" Minsuk menangkupkan kedua tangannya dipipiku. Aku bisa melihat kesungguhan dimatanya.
Yang bisa kulakukan hanya melihat baik-baik wajahnya. Bagaimana bisa aku membiarkan seseorang seperti Minsuk teruka, dia bahkan lebih suci dari malaikat. Aku bahkan rela menukarkan segala yang kumiliki demi kebahagiaannya, meskipun harus pergi meninggalkannya. Aku tidak ingin lagi kehilangan orang kucintai selamanya.
MINSUK POV
Aku tahu seharusnya tidak melakukan ini kepada Louis hyung. Tapi, dia sudah cukup terluka karena diriku. Jika saja aku tidak menyadari perasaanku kepadanya mungkin aku akan pergi jauh-jauh dari kehidupannya. Tapi, aku tidak bisa. Aku membutuhnya lebih dari aku membutuhkan oksigen untuk bernafas. Dia yang mengubahku menjadi sosok yang sekarang. Sejak kepergian Minhyuk hyung, aku selalu merasa sendiri. Tidak ada orang yang berarti dalam hidupku, bahkan ayah dan ibu juga mulai merubah sifat mereka dengan alasan tidak ingin kehilanganku. Aku tahu bukan itu, mereka hanya takut jika apa yang dulu rasakan akan terulang kembali.
AUTHOR POV
"Aku tidak bisa terus-menerus diam seperti ini Minsuk. Kau terluka karena aku." Kata Louis tepat setelah ia berhasil mengontrol emosinya.
"Hyung, kenapa hyung begitu baik kepadaku? Apa itu karena rasa bersalah?" tanya Minsuk. Ia tidak tahu bagaimana bisa pertannyaan semacam itu keluar dari mulutnya. Yang ia tahu, ia hanya ingin kejujuran dari Louis.
"Apa maksudmu dengan rasa kasihan? Aku sama sekali tidak pernah berfikir seperti itu." Jawab Louis dengan kesal. Ia tidak habis fikir, bagaimana bisa Minsuk berbica seperti itu, padahal jelas-jelas dia tahu Louis sayang–tidak tapi mencintai Minsuk lebih dari siapapun.
Minsuk hanya mengerucutkan bibir bawahnya menahan tangis. Ingat bahwa Minsuk orang yang lemah, dia memang sangat lemah. Ketika ada orang lain berbicara dengan nada keras, tidak lama setelah itu ia akan mengelurkan butiran air dari mata indahnya.
"Kau jelas-jelas tahu bahwa— tunggu apa aku sudah pernah bilang sebelumnya padamu Minsuk-ah?" kata Louis sesaaat setelah ia ingat belum pernah mengatakan kalimat 'aku mencintaimu' ataupun 'aku menyayangimu' kepada Mimsuk.
Kini Louis merasa seperti laki-laki bodoh yang pernah ada. Ia memeluk pinggang ramping milik Minsuk, mendekatkan wajahnya dengan wajah Minsuk. Tentu saja perilaku tiba-tiba dari Louis membuat Minsuk kaget, yang setelah itu ia mengangkat wajahnya dan menatap langsung kemata hitam milik Louis.
"Hei, kenapa kau menangis?" tanya Louis sambil menahan tawanya. Siapapun yang melihat pasti akan tertawa dan merasa tidak tega.
Louis menyeka air mata Minsuk dengan ibu jarinya. Ia menangkupkan kedua tangannya di pipi mulus milik Minsuk, "Jangan menangis. Jangan terluka. Aku mohon" kata Louis dengan nada khawatir.
"Dengar, aku hanya akan mengatakan ini satu kali." Louis menghembuskan nafasnya, berusaha menenangkan detak jantungnya yang terus berdetak secara tidak normal. Walaupun ini bukan pertama kali untuknya, tapi dia ingin membuat ini dengan spesial.
LOUIS POV
Sial, kapan terakhir kali aku berdebar-debar seperti ini? Dulu hanya Minhyuk yang bisa membuatku seperti ini, namun kini semua berbeda.
"Aku tahu mungkin ini terdengar aneh, tapi sungguh aku bukan bermasud untuk memberi perhatian karena rasa kasihan. Kau ingat saat pertama kali kita bertemu, saat itu aku tidak sengaja mendengarmu bermain piano" aku terkekeh pelan saat mengingat kejadian itu.
"Saat itu aku fikir, kau hanya salah satu orang yang bisa membuatku kagum. Namun, saat aku melihatmu sedang jalan berdua bersama saudaramu—Kwangsoo, aku tahu aku merasa cemburu. Rasa itu timbul saat aku melihatmu tertawa bersama orang lain,"
Kulihat Minsuk menahan nafasnya saat aku menggerakkan ibu jariku dipipi nya. Aku ingin memiliknya, seutuhnya. "H-hyung?" ucap Minsuk dengan
"I love you, Han Minsuk."
AUTHOR POV
"I love you, Han Minsuk." ucap Louis kepada Minsuk, bahkan ia juga memberikan senyumnya yang hanya pernah dilihat Minhyuk. Ya, Louis benar-benar telah jatuh kedalam pelukan Minsuk, adik kembar dari kekasihnya.
▲
Seorang perempuan dengan paras cantik tengah berdiri tidak jauh dari tempat Louis dan Minsuk berdiri. Ia melihatnya, dengan sangat jelas. Bahkan, ia juga tidak pernah melihat Louis memiliki ekspresi seperti itu.
"Berani-beraninya kau Han Minsuk!!" geram Minah saat melihat tangan Louis memeluk Minsuk dengan protektif.
Minah sudah memiliki perasaan dengan Louis lebih dari setengah hidupnya. Ia menyukai Louis sejak awal mereka bertemu, namun laki-laki bernama Han Minhyuk mengambilnya dari genggaman Minah.
Bahkan tentang kematian Minhyuk itupun ia rencanakan. Tadinya, semua itu berjalan dengan mulus. Tetapi, saat adik kembar Minhyuk muncul, itu membuat sifat busuk dari Minah telah bangkit.
Balikpapan, 29/09/2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Hurts {BoyxBoy-LGBT}
Non-FictionAku mendengar suara dentingan piano dari ruang musik. Merdu! itu yang kufikirkan. Saat aku melihat siapa yang memainkan piano tersebut, aku terpeson amelihat mata hitam lekat miliknya. Dia bahkan lebih indah dari sebuah lukisan, dan bahkan lebih se...