Waktu

78 1 0
                                    

Aku sering kali tidak habis pikir dengan waktu. Ia seolah mempermainkanku. Karena itu, aku terkadang menyalahkannya atas semua yang terjadi dengan tak indah. Memberi ketika tak dibutuhkan, mengambil saat telah dimiliki. Jahat bukan?

20 Oktober. Dimana waktu mengambilmu dengan menyisakan ingatan tentang senyummu pagi itu dan harapanku yang pupus sore itu.

***

Kebiasaan yang selalu kami lakukan berdua setiap pagi.

"Pulang sekolah jam berapa?" Tanyanya sambil membereskan sisa pasta gigi yang menempel di sekitar bibirnya.

"Jam 1, tapi mau kerumah temen dulu." jawabku.

"Jangan pulang sore-sore, nanti gak ketemu aku lo." Ucapnya dengan santainya.

Saat itu mungkin tak ada pikiran apapun tentangnya, tak ada hal serius yang bisa dipikirkan anak usia 15 tahun tentang firasat. Hariku berjalan seperti biasanya, waktu pun seolah baik-baik saja. Hanya saja, waktu seolah menyembunyikan.

Saat waktu membuatku malas untuk pergi bersama temanku dan ku putuskan untuk pulang, saat waktu rasanya menyembunyikanku dari mereka yang mencariku di sekolah dan tak menemukanku. Iya, semua begitu kebetulan. Benarkah waktu hanyalah sebuah kebetulan?

Saat kerumunan temanmu memenuhi rumah kita, orang-orang ketika melihatku pulang, saat tak ada satu pun yang mampu mengatakan apa yang terjadi. Mereka semua hanya menatapku. Aku masih tidak mengerti apa yang terjadi disana.

"Kemana saja, kami semua menunggumu." Ucap salah seorang bibi dengan terbata. Aku berlari kedalam rumah untuk melihat sebenarnya apa yang terjadi. Pikirku kau pasti sedang berulah dan jatuh dari motor lagi seperti biasanya. Semua pikiranku hanya seperti biasanya.

Mereka semua menatapku lalu menatapmu. Kau tau, kakiku lemah saat itu. Kau yang diam dengan senyum yang mengembang.

"Hei bodoh, bangun! Kenapa kamu tidur disini?" Ucap anak umur 15 tahun waktu itu.

***

Hei kau ingat, tukang bakso langganan kita? Dia masih mengingatku dengan baik. Memang sudah lama aku tidak kesana, sejak waktu itu. Katanya aku sudah besar, tentu saja besar kan dikasih makan tiap hari. Eh tapi, besar yang gimana ini? -_-" Karena saat ini badanku lagi gendut-gendutnya. Kemeja yang dulu terasa pas tadi ku coba juga sudah tidak muat. Harusnya kemeja itu milikmu buat baju lebaran. Seharusnya.

Lama juga ya aku tidak ke tempatmu?

Terakhir kali aku kesana masih dengan seragam sekolah lengkap dengan dasi yang masih melingkar dileher, pake' seragam favorit pula (kemeja ijo lengan panjang yang kancing lengannya di biarin terbuka). Iya, aku berjalan jauh berlari mengikutimu yang pergi bersama orang-orang. Bodoh ya, kenapa aku gak pake motor coba?

Ya gitu, aku sama Awan jalan kaki gak pake sepatu, ngikutin sambil nangis pula. Muka kucel pulang sekolah di tambah air mata itu sama kek muka waktu gak mandi seharian. Bener-bener hari yang gila. Cuma ada dua orang yang ngikutin aku sama Awan yang udah kek ansos gitu. Gak mau di deketin siapapun, gak mau di sentuh siapapun gak ngomong juga, kita cuma nangis berdua sepanjang jalan kenangan.

Di tempat itu. Dirimu masih tersenyum. Aku berharap banget waktu itu kamu tiba-tiba buka mata terus minta bantuan buat naik ke atas. Tapi orang-orang itu terus aja mencegahku. Sampai akhirnya tanah mulai menutupimu. Harapanku udah terkubur bersamamu.

Hujan turun dengan derasnya, aku yang berubah jadi anak ansos waktu itu memilih diam disebelahmu. Awan udah duluan naik motor sama tetangga. Aku masih diam tak bergeming. Langit seolah ikut menangis. Kemudian hujan mendadak berhenti saat orang-orang mulai pergi, lalu cahaya senja perlahan muncul. Warna keemasannya indah banget. Terakhir kali ku nikmati senja bersamamu.

Seperti kertas ujian, mereka menulis namamu. Tapi bedanya, mereka menulisnya di batu. Hari ini 15 hari sebelum kepergianmu. Sebelum waktu mengambilmu dariku. Sifatmu yang berbanding terbalik denganku selalu membuatku nyaman. Kamu yang cewek banget, kamu yang dewasa untuk anak seusiamu, kamu yang selalu perhatian, kamu yang selalu suka ke toko baju, kamu yang suka bikin ulah dan aku yang harus menyelesaikannya.

Seharusnya saat ini kamu disini, bersamaku dan awan. Seharusnya kita makan ice cream bertiga. Awan udah gede, sekarang dia yang jagain aku. Dia yang jadi sok dewasa banget dibandingin aku. Badannya juga jauh lebih gede dari aku. Pasti kamu tau, dia yang sering ke tempatmu. Dia jadi sok perhatian, ngasih 10 kotak pocky di hari ulang tahunku di taruh tepat di sebelah bantalku pula. Kadang juga tiba-tiba jemput dengan motor gedenya. Yah, keren bangetlah ya di jemput cowok cakep + motor keren pula. Wuuhhh... Disorakin tuh sama temen-temen. Intinya, kami berdua baik-baik saja.

Oh iya, titip salam ke Tuhan. Terima kasih udah ngirim kamu buat nemenin kami selama 13 tahun 1 bulan 11 hari. Terima kasih juga udah jagain kamu sampai hari ini.

Kamu baik juga kan? Aku kangen kamu...


Tentang LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang