Cinta pada Secangkir Kopi

112 4 0
                                    

Udara Kediri begitu dingin malam ini. Biasanya tidak sedingin ini. "Tumben ya?" batinku. Mungkin langit sudah muak ku pandangi sedari tadi, entah berapa jam. Aku tidak melamun, hanya saja pikiranku sedang tidak beraturan seperti benang kusut. Sampai saat ini aku belum menemukan kedua ujungnya. Terlalu menggulung dan rumit.

Masih ku ingat dengan jelas, saat gadis berambut panjang itu meninggalkanku dengan cairan bening yang tertahan di ujung matanya. Memory itu masih melekat erat.

Ah bodoh.

Ku minum secangkir kopi yang sudah mulai dingin.

***

Melody saat ini disampingku, memakai kebaya berwarna merah hati dengan tatanan rambut sanggul modern. Dia terlihat cantik dan sempurna, batinku. Tangannya di kaitkan dengan tanganku, tatapannya lurus kedepan memperhatikan Ustadz yang sedang berbicara memberikan wejangan. Tidak ada tempat terindah dan ternyaman selain disamping wanita yang selalu saja membuat jantungku berdetak tak berirama. Aku sungguh menyukainya atau bisa di bilang aku tergila-gila padanya. Perlahan dia menoleh ke arahku dan tersenyum lembut.

"Kenapa kamu memperhatikanku sampai seperti itu sih Ray?"

Aku langsung tersenyum dan menggelengkan kepalaku, aku benar-benar malu. Pasti sekarang pipiku seperti diberi blush on warna merah. " Nggak pa-pa Mel, hanya saja kamu cantik banget hari ini."

Melody hanya tersenyum dan pandangannya kembali memperhatikan wejangan dengan khidmat. Aku malah menciptakan delusi-delusi di pikiranku. Tanpa memperhatikan sekitarku, aku sibuk dengan dunia dalam pikiranku.

Entah berawal dari mana aku bisa mengingatnya, tiba-tiba sosok perempuan manis dan anggun itu benar-bensar jelas dalam ingatanku. Dia, Veranda. Perlahan-lahan otakku mulai membandingkan antara Melody dan Veranda. Tidak jauh beda, hanya saja yang terjadi di luar batas kemampuan manusia. Semesta punya rencana. Aku mencintai Veranda tapi aku juga mencintai Melody dengan sangat.. Lalu apa yang aku tahu tentang cinta?

Ku yakinkan dalam pikiranku bahwa aku mencintai perempuan yang kini sedang memegang tanganku. Tapi diluar sana ada perempuan yang mampu memberiku segala rasa yang ku butuhkan, namun aku tidak bisa memberikan segala hal yang ia butuhkan.

Tragis? Entahlah, karena urusan hati tidak sesederhana itu.

Aku pikir aku mengerti arti sesungguhnya dari cinta. Tapi setelah aku berpikir, aku hanya tau tentang kata cinta tanpa paham maknanya.

Awalnya, bagiku cinta hanya sebatas dua orang yang saling mencintai dengan perbandingan rasa yang sama besarnya lalu tanpa terhalang apapun kemudian mereka bersatu. Apa itu cinta? Atau hanya perasaan lain yang bersembunyi di balik nama cinta?

***

Aku tau dengan pasti jika Veranda yang pertama kali menaklukkan hatiku. Dia memberiku rasa nyaman ketika ada disampingnya. Memberikanku perhatian melebihi Himalaya. Rasanya tak pernah ada sakit yang mengintip saat aku bersamanya. Kesedihan pun enggan singgah. Veranda adalah perempuan yang sempurna untukku, bahkan mungkin untuk orang lain yang mengenalnya. Namun untuk apa semua itu, jika aku tidak bisa mempertahankannya untuk menjadi milikku seutuhnya?

Keputusan bersanding merupakan babak final dari sebuah kegalauan yang merajai hati. Seharusnya itu yang terjadi.

Kata orang-orang, cinta akan bertemu dengan dua orang. Pertama, orang yang kau cintai dengan sepenuh hati tapi tidak mencintaimu. Jangan berpikir jika takdir Tuhan itu kejam. Tuhan sedang mengajarimu arti dari sebuah rasa sakit tanpa luka tapi seakan mematikan. Lalu mengajarimu kaikhlasan merelakan lalu bangkit lagi.

Kedua, orang yang bisa mencintaimu dengan tulus tapi kau tidak mencintainya. Dia yang rela memberikan banyak rasa yang indah namun tak pernah cukup indah untukmu. Dari dia, kau akan belajar bahwa di cintai dengan tulus adalah suatu anugerah.

Lalu mana yang akan kau pilih? Hidup bersama orang yang mencintaimu tapi tidak merasa bahagia atau kau memilih hidup bersama orang yang kau cintai namun hanya bisa memberikanmu kebahagiaan searah?

Entah apa maksudnya, atau mungkin cinta datang karena telah terbiasa itu benar-benar ada?

Hidup itu sederhana, tapi pilihanlah yang membuatnya menjadi sulit. Dan sekarang, aku memilih untuk membiarkan diriku dicintai dan belajar dari awal untuk mencintainya.

Aku mencintai Melody, bahkan aku mungkin akan menggila saat dia jauh dariku. Lalu Veranda, saat dia sadar dan menerima cinta yang ku berikan yang tentu saja sudah terlambat. Cincin yang pernah ku bawa untuknya kini tersemat di jari manis Melody.

Awalnya mungkin Melody seperti coffee non sugar saat pagi hari. Aromanya menyeruak seakan menggoda, tapi pahitnya serupa luka yang terbuka. Tapi sekarang aku mulai menyukainya. Suka pada kopi hitam dengan seperempat sendok teh gula racikannya, apalagi ditambah senyumnya yang selalu menghangatkan.

Tentang LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang