Mencari Mimpi

100 3 0
                                    

Kepada langit siang aku bercerita tentangmu..

Masih dengan rutinitas yang sama seperti hari-hari kemarin. Aku duduk disini mencari lembaran rupiah dengan setumpuk laporan di akhir bulan dan dirimu mungkin sedang memasak dirumah. Iya mungkin, karena aku jarang sekali melihatmu berada dirumah saat siang hari seperti saat ini. Aku bertemu denganmu saat fajar mulai nampak, dan sore hari saat kita mulai membuka warung hingga malam.

Kau selalu saja tersenyum saat bertemu denganku, entah apa yang membuatmu merekahkan bibirmu. Jarang sekali melihatmu marah, dan berharap aku tidak melihatnya. Karena marahmu lebih menyeramkan dari semua hal yang mengerikan di dunia ini.

Setiap pagi kita selalu menghabiskan waktu bersama walau masih tetap bergulat dengan ayam-ayam yang harus segera di bersihkan sebelum pagi beranjak pergi. Ember-ember berisi penuh air selalu aku siapkan di belakang rumah. Tempat duduk kecil dan pisau pun sudah aku persiapkan di sebelahnya. Aku mengisi air di gentong dan tong yang berjajar rapi di sebelah kran air sambil menunggumu datang.

Lalu kau datang dengan membawa dua tas berisi daging-daging ayam dalam kantong kresek.

"Banyak banget buk, 25 kilo lagi?" Tanyaku.

"Iya, seperti biasa." Jawabnya sambil tersenyum. Dan aku pun hanya tersenyum simpul sambil menggelengkan kepala.

Saat seperti ini kami selalu berbicara tentang banyak hal. Tentang apa saja. Tentang teman-temanku, tentang gosip selebriti sampai berita politik yang ku baca dari internet, dan tak ketinggalan tentang JKT48. Terkadang dia juga bercerita tentang harga cabe kemarin, tentang baju yang dia beli di arisan, dan tak ketinggalan tentang gosip yang beredar di tetangga sekitar. Dasar ibu-ibu.

Terkadang aku bosan dengan ayam-ayam itu. Coba bayangkan saja jika kalian setiap pagi harus bergulat dengan 25 kilogram ayam mentah yang masih segar dengan darahnya, bulu-bulu halusnya, dan tentu dengan bau amisnya. Setelah di bersihkan harus di iris kecil-kecil. Apa kalian bisa membayangkannya?

"Semangat kerjanya, kalau dapat uang banyak kan bisa belanja-belanja."

"Enak pas belanjanya tapi nggak enak kerjanya."

"Emang duit bisa turun gitu aja dari langit? Kita harus terus semangat mencarinya kalau saatnya tiba kita akan memperbudak mereka."

Memperbudak uang. Itulah yang di katakan ibuku dengan penuh semangat. Walau aku tidak mengerti maksudnya tapi buatku uang berguna untuk banyak hal.

***

Harusnya aku bisa lebih bersyukur dengan keadaan yang ku miliki sekarang ini. Karena di luar sana pasti banyak anak yang kurang beruntung. Meski mempunyai keluarga yang lengkap tapi kondisi mereka lebih memprihatinkan.

Pernah melihat salah satu program TV Orang Pinggiran? Disana banyak anak-anak yang harus rela bekerja keras untuk makan atau pun untuk mencari sedikit tambahan uang untuk membantu orang tuanya. Dan lebih mirisnya lagi dia anak kedua dari 5 saudara yang masih kecil-kecil. Kenapa jika tidak mampu mencukupi kebutuhan anaknya mereka memiliki banyak anak? Bukankah beban hidupnya akan semakin berat dan tentunya keadaan seperti itu akan menciptakan penderitaan untuk anak-anaknya. Orang tua macam apa itu?

Salah siapa jika anak-anak itu menderita? Salah orang tuanya yang tidak bisa mencukupi kebutuhan. Lalu salah siapa jika orang tua tidak bisa membuat anaknya berbahagia dengan layak? Salah kakek nenek yang tidak memberikan hal layak juga? Atau salahkan saja takdir.

Tapi hidup tidak sesederhana itu. Bagaimana bisa menyalahkan takdir, jika takdir di tulis serapi mungkin dengan banyak pertimbangan. Tuhan punya kuasa atas alam semesta. Ah entahlah, setiap orang memiliki pandangan masing-masing tentang hal ini.

***

Banyak hal yang kau ceritakan tentang dunia. Tentang kisahmu bekerja keras merubah kondisi hidup yang dulu seperti orang pinggiran tadi. Tentang perjalananmu berkelana untuk sekedar jalan-jalan. Tentang semua makanan enak yang pernah kau nikmati di banyak tempat. Tentang masakan asing yang sering kau buat dulu.

Hidupku baik-baik saja. Aku bahagia, aku nakal, aku manja, dan semua hal yang lumrah di jalani anak kecil di dunia ini. Aku tumbuh normal seperti yang lain. Ada orang yang pertama kali mengajariku tentang bagaimana rasanya sakit dan arti dari dendam. Tapi kau selalu saja mengajariku kata maaf dan mengalah. Tak pernah sedikit pun rasa dendam yang terpancar saat bertemu lagi dengannya. Kau tetap bersikap ramah, seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Aku pernah merasa jika dunia ini tidak adil terhadapku. Karena aku tidak memiliki apa yang mereka punya.

Seharusnya aku punya cerita tentangnya yang bisa ku ceritakan pada temanku. Tapi, aku tidak punya sedikit pun, sekarang wajah dan suaranya saja aku sudah lupa. Lalu apa yang aku ingat? Ah sudahlah.. Tapi mereka juga tidak memiliki sebuah hal spesial yang aku miliki. Aku punya ibu keren. Dan tidak semua ibu seperti dia.

Aku di biarkannya pergi kemana pun agar aku tau betapa luasnya dunia. Dia memberi tahuku bagaimana bersikap dan berucap kepada orang lain. Untuknya dunia adalah guru yang baik untukku, tapi dia tetap penasehat nomor satu untukku.

Saat tersisa beberapa daging ayam yang harus di bersihkan, tiba-tiba dia berkata.

"Dunia itu luas nduk. Perjalananmu akan merubah caramu melihat dan memperlakukan duniamu. Mencerdaskan pikiranmu dan mempertajam nuranimu. Di sana kau akan menemukan teman baru, saudara baru, dan tentunya cinta. Ketika kamu sudah mengerti, kau akan bersyukur untuk semua yang telah Tuhan berikan kepadamu. Lalu saat kamu kembali mendekat padaku, itu namanya rumah. Sejauh apapun kamu pergi, tetap saja kau ingin pulang. Pulang ke pelukanku, karena aku itu rumahmu."

Aku hanya bisa diam.

"Dari dulu aku selalu bertekad untuk membahagiakanmu. Aku bekerja keras untukmu, biar kamu tidak pernah tertinggal sedikit pun dari temanmu, agar kamu tidak pernah merasakan kekurangan. Karena aku tidak ingin kamu merasakan hal sulit yang pernah aku alami. Biar saja aku yang menjalaninya dulu dan tidak boleh sampai terulang, apalagi kepadamu."

Rasanya ingin menangis tapi tidak mungkin. Lagi-lagi hanya bisa tersenyum lalu mengangguk.

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini saat Tuhan sudah berkehendak. Tetap jujur dan rendah hati. Jangan mengandalkan emosimu dan kerasnya hatimu. Dunia itu keras maka bersikap lembutlah tapi kuat. Rajin berdo'a dan pastinya rajin bekerja."

***

Aku selalu ingat bagaimana kau tertawa, sinar matamu yang berbinar. Saat itu aku mulai paham, aku seperti pondasi mimpimu dan bahagiaku menjadi tujuanmu. Hidup memang tidak mudah untuk di jalani, tapi dirimu mengajariku untuk meletakkan harapan di atas sebuah do'a. Katamu, bila saatnya tiba, do'a-do'aku akan terwujud dan menjadi nyata. Aku hanya perlu berdo'a dan terus berusaha.

Saat ini do'aku hanya satu, apapun itu asal bisa membuatmu tersenyum bahagia. Walau tidak sempurna, setidaknya aku tau jika senyum itu lahir tulus karenaku. Mimpiku, tujuanku ada disini adalah untukmu bunda. Aku tidak ingin bermimpi apapun selain senyummu melihatku bahagia dengan kerja kerasmu yang berbentuk keberhasilanku.

Tentang LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang