Lari dari Senyummu

70 2 0
                                    

"Mau nekad pulang?" Tanyaku.

Dia mengangguk sambil tersenyum. Cantik, bahkan sangat cantik.

"Hujannya masih deras, tunggu sebentar lagi ya. Pasti orang-orang juga banyak yang berteduh di terminal. Aku yakin bisnya juga akan terlambat datang".

Lagi-lagi dia tersenyum. "Tenanglah, ini cuma hujan air bukan batu."

"Ah, benar juga ya.. Tapi kan hujan bisa bikin kamu sakit."

"Hujan adalah sesuatu yang kamu sukai kan? Jadi dia gak akan menyakitiku." jawabnya dan sekali lagi dengan senyum cantiknya. "Lagian aku kan di dalam bis, bukan di atapnya." Dan dia tersenyum untuk kesekian kalinya.

"Iya, tapi bisa saja hujan membuatmu sakit."

"Yang penting bukan kamu!" Ucapnya sambil kembali menatap kedepan dengan senyum tipis tersungging di bibirnya.


Hujan, apalagi sudah sangat lama tidak turun menyapa tanah adalah sesuatu yang begitu indah dan menyenangkan. Tak perlu ku jelaskan lagi, kenapa aroma hujan yang menyentuh tanah kering begitu membahagiakan kan? Hujan sering kali membuat hatimu mendadak romantis. Menubah sesuatu yang sederhana menjadi sangat istimewa, mengubah hal biasa menjadi indah. Aku pernah membaca waktu-waktu yang tepat untuk terkabulnya do'a, salah satunya adalah saat hujan turun. Tapi yang paling penting, hujan telah menahan perempuan disampingku ini lebih lama bersamaku.


Tuhan, tolong jatuhkan hati perempuan ini kepadaku..

Ku mohon.. Jatuhkanlah hati perempuan ini padaku.. Hanya padaku..


Kami membeku dalam diam. Mendengarkan irama tetes hujan yang menerpa atap teras toko tempat kami berteduh. Matanya terpejam, tangannya bersendekap, angin membelai beberapa helai rambutnya, cipratan air menambah indahnya senyum yang sejak tadi tak lekang sedikit pun. Ah, indah. Tidak. Bahkan sangat indah.


"Kenapa Ray, menatapku seperti itu?"

"Hah, seperti apa?" elakku.


Bodoh. Aku tertangkap basah sedang memperhatikannya. Jarak kami yang hanya satu jengkal, jelas saja saat dia menoleh kearahku bisa menangkapku yang sedang menatapnya lekat-lekat.


"Ray.. Kau tahu, setiap kali aku melihat hujan aku selalu mengingatmu."


Wah, benarkah do'aku sudah terkabul? Do'a agar hatinya jatuh padaku kini sudah dikabulkan oleh Tuhan? Berarti hadis yang ku baca benar adanya. Hatiku riuh, mengalahkan derasnya hujan yang turun. Ku rasa, ia telah jatuh padaku.


"Entah kenapa, rasanya sederas apapun asal mengingatmu, hatiku menjadi tenang." Tambahnya masih dengan menatap kedepan.

"Benarkah? Kenapa seperti itu?" Tanyaku.

"Rasanya, jika ada kamu hatiku damai." Jawabnya dengan senyum terindah yang belum pernah aku lihat sebelumnya.

"Lalu apa maksudmu?"


Sekali lagi hatiku berdo'a..

Tuhan.. Buat dia mengutarakan perasaannya padaku.

Ku mohon.. Buat dia untuk berucap padaku, "Aku menyukaimu.."


"Apa mungkin aku..."

Kilatan cahaya dari langit menghentikan perkataannya, petir tiba-tiba bergemuruh, dia menutup telinga dan memejamkan mata rapat-rapat. Ku lihat ada mobil berjalan pelan dan mendekat kemudian berhenti tepat di depan kami.

"Beb, ayo pulang.." Ucap seorang laki-laki maskulin yang turun dari mobil sedan warna putih dengan payung di tangannya.


Siapa dia? Aku tidak pernah melihat laki-laki ini selama ini. Aku juga yakin jika Beby tidak pernah menceritakan seseorang yang sedang dekat dengan dirinya.

"Ray, kenalin ini Orion kekasihku.. Ori, kenalin ini Ray, sahabat yang paling aku sukai.."


Sepertinya cahaya dari langit menyambar tepat di ulu hatiku. Tuhan telah mengabulkan dua do'aku sekaligus. Dia jatuh hati padaku sebagai sahabat, dan dia menyukaiku juga sebagai sahabat. Baiklah, mungkin aku harus berdo'a lebih spesifik lagi. Agar nanti saat terkabul, akan terjadi sesuai inginku.

Kulihat dia sudah duduk nyaman di jok depan, dengan seatbelt yang telah terpasang, tangannya melambai kepadaku, tak lupa dengan senyum indah yang sedari tadi ku perhatikan.

"Sepertinya mulai hari ini aku harus lari dari senyummu, agar hatiku tidak semakin jatuh padamu."


*****

Tentang LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang