[25] Second Wish

453 26 7
                                    

a.n

Halo! Here is the twenty fifth chapter '-' maaf late update, ya, dan chapter ini pendek, nggak nyampe 2.500 kata. Ngomong-ngomong tentang isi chapter ini, mungkin nanti ada yang lo kurang ngerti. Iya, gue juga kalau memposisikan diri sebagai pembaca, gue nggak dapet logic-nya. Namun tenang aja, gue akan menjawab di part-part selanjutnya. Lo juga boleh ngasih pertanyaan di bagian yang lo belom ngerti, siapa tahu bisa jadi isi tambahan dari yang akan gue ulas nanti.

Semoga lo suka part ini, as much as I love it! See you in next chapter! Vomment?♡

*

"Nate, gue kan, bercanda aja. Jangan dimasukin ke hati, dong."

"Lah, gue nggak marah."

"Tapi lo bertingkah seakan lo marah."

"Uh, no? Gue bersikap seperti biasa."

"Pardon me? Lo tiba-tiba sibuk sama hape, satu kebiasaan yang nggak lo lakukan saat sama gue, kecuali lo marah."

Nathaniel Kim terkekeh mendengar protes Armelle Shivani. Ia mengacak-acak rambut gadis di hadapannya ini gemas.

"Kakak gue yang di Australia mau ulang tahun nih, jadi saudara-saudara gue lagi bahas kado. Kalau nggak dibalas, entar mereka bomb chat gue."

"Oke," gumam Armelle.

Keadaan hening untuk beberapa saat. Kini mereka ada di cafe favorit, Star Stan. Hampir tiap hari selama liburan semester mereka habiskan di tempat itu. Terkadang ada teman yang lain, atau di lain hari, mereka hanya berdua.

Seperti saat ini.

"Lo mau kuliah di mana, Nate?" tanya Armelle.

Nathaniel menjawab, "Belom tau." dengan mata yang masih terfokus ke ponselnya.

"Serius? Beberapa bulan lagi, lo bakal keluar dari yang namanya SMA."

"Iya, tapi gue masih bingung mau kuliah di mana. Lo sendiri?" Nathaniel kini mendongak.

Armelle mengedikkan bahu. "Entahlah." Matanya memperhatikan Nathaniel yang masih sibuk dengan ponselnya hingga beberapa menit ke depan.

Sampai akhirnya, Nathaniel mengantungi ponselnya dan mendongak. Laki-laki itu mengulum senyum kecil, meringis.

"Apa?" Armelle mengangkat sebelah alisnya.

"Nggak apa." Nathaniel menggeleng. "Kirain, lo marah."

Ia mendengus geli. "Nggak, lah, Nate. Gue percaya kalau lo benar-benar chat sama saudara lo."

"Wow. I thought you would think that I cheated on you."

"Well," Armelle mengangkat bahunya lagi, "kalau lo chat sama 'selingkuhan' lo, lo nggak akan melakukan itu di depan pacar sendiri."

Nathaniel menampakkan cengirannya. "Pengalaman, ya?"

"Sembarangan." Armelle memajukan tubuhnya untuk menoyor kepala Nathaniel. "Ogah diselingkuhin."

"Terus, kalau misalnya gue sekarang nyelingkuhin lo, gimana?" Nathaniel bertanya dengan nada jenaka.

"Gue getok."

"Kalau misalnya lo ternyata selingkuhan gue, gimana?"

"Gue tendang."

Hello GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang