[14] The Diary

629 43 4
                                    

Armelle Shivani menaruh tasnya di atas meja belajar kemudian bergegas mandi. Jantungnya masih berdetak tak karuan, meskipun kejadian itu sudah berlalu sekitar setengah jam yang lalu.

Tak pernah ia sangka, kata-kata itu akhirnya keluar dari mulutnya. Agak merasa lega, namun entah kenapa jantungnya berdetak melebihi biasanya.

Setelah membersihkan dirinya, Armelle keluar dengan kaus longgar berwarna cream dan celana pendek santai berwarna hitam. Ia membaringkan dirinya seraya mengambil ponsel di nakas dan membuka aplikasi chat-nya.

Dari semua pesan-pesan yang masuk, ada satu pesan yang menarik perhatiannya. Satu pesan dari seseorang yang tak pernah ia temui meski hanya sekali.

Grace : Hi?

Armelle ragu sejenak untuk membuka pesan tersebut tetapi akhirnya ia menekan pesan tersebut dan mengetikkan balasan.

Armelle : Hi.

Grace : Who are you? How can you know my number?

Armelle menggigit bibir bawahnya, bingung mau menjawab apa. Ia mengambil bonekanya dan memeluk buntalan tersebut sambil memiringkan badannya.

Armelle : Do you know Jayden? Jayden Sebastian.

Grace : Yes, I know him. You got my number from him?

Armelle : Something like that.

Grace : For what purpose? There's something you want to talk to me?

Armelle : Eh.... Can we communicate via Skype?

Ada jeda beberapa saat sebelum perempuan bernama Grace tersebut membalas pesannya.

Grace : Are you Jayden's friend? I've never heard your name.

Armelle : He never talk about me?

Grace : No. Are you a collager who studies at Paris, too?

Armelle : I live in Indonesia and I'm a student.

Grace : Sure. Call me at 11 if you really are Jayden's friend. Don't lie.

Armelle ingat kalau Paris mempunyai timezone GMT+1, sedangkan di tempat ia sekarang tinggal, timezone-nya GMT+7.

"Berarti bentar lagi, jam 11 di sana," gumamnya. Menggigiti kukunya, Armelle berguling bolak-balik di kasurnya. Gugup? Pasti.

"Ini terlalu nekat." Armelle menutupi wajahnya dengan tangan dan berteriak tertahan.

Bagaimana kalau ternyata, Grace tidak memiliki hubungan dengan Jayden seperti yang ia kira? Bagaimana kalau tebakannya salah? Bagaimana kalau ... ia tidak bisa membantu Jayden?

Armelle menghembuskan nafas panjang saat melihat jam yang tergantung di dinding kamarnya. Dengan segera, ia mengambil laptopnya dan mengaktifkannya.

Tangannya meraba-raba permukaan nakasnya, mencari-cari headset, dan sekali mendapatkannya, ia menghubungkan kabel kecil tersebut ke laptop dan menyumpalnya di kedua telinganya.

Setelah menunggu beberapa saat, Armelle membuka Skype-nya dan men-dial nomor Grace.

Tak lama, layarnya menampilkan wajah seorang perempuan dengan bentuk wajah agak lonjong dan rambut berwarna pirang pucat.

"Hello?" sapa Grace di ujung sana. Sepertinya, perempuan itu ada di kamarnya yang bernuansa pink pastel.

Armelle berdehem. "Hi. I'm Armelle, that girl who chatted you and promised to call at eleven."

Hello GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang