5. Double K

402 20 2
                                    

Part ini aku perbaharui ya ;)
Selamat membaca ;)
❤❤❤
Aku masih memikirkan kejadian sore kemarin, saat Kevin mencium keningku dan mengucapkan kata-kata cinta yang selalu ia ucapkan padaku sejak dulu…. dia mengingatkanku akan teman masa kecilku yang namanya juga sama dengannya, Kevin.
#flashback
“Cacha… kamu gak makan?”tanya Kevin sambil menenteng bekalnya yang selalu ia bawa ke sekolah.
Aku menggeleng, “Aku lupa bawa bekal, padahal mama udah siapin bekal tadi…”ucapku sedih sambil memegangi perutku yang terasa sangat lapar.
“Makan aja bekal aku…”ucapnya sambil menyodorkan bekalnya padaku. Aku menatapnya ragu dan mengambil bekal yang ia berikan.
“Kamu gak makan?”tanyaku pelan. Dia menggeleng dan hanya tersenyum.
“Aku udah kenyang. Kamu makan aja bekal aku….”ucapnya sambil memamerkan deretan giginya yang putih.
“Aku makan ya!”ucapku dengan senang sambil menyantap bekal makannya hingga habis tak bersisa. “Kevinnn, makasih ya. Aku suka bekalnya….”ucapku sambil tersenyum manis.
Kevin hanya diam dan menatapku lama, “Kamu cantik… seperti Bundaku….”ujarnya sambil tersenyum malu. Aku menundukkan kepala dan tersenyum tipis.
“Kamu juga….”
“Aku cantik?”tanyanya kaget sambil menjatuhkan kotak makannya.
“Bukan cantik, tapi ganteng kayak papa aku….”ucapku sambil tersenyum malu dan segera berlari meninggalkannya.
--
Kenanganku bersama teman semasa kecilku kembali berputar dalam pikiranku hingga membuatku tak sadar telah melukis wajah Kevin masa kecilku….
Seperti apa ya wajahnya sekarang?
Apa dia masih mengingatku?
Apa dia sudah berubah?
Ponselku berdering dan memunculkan nama Kafka…..
“Ya halo….”ucapku pelan sambil terus melukis wajah Kevin yang sedang tersenyum kala itu.
Cha, gue butuh bantuan lo lagi nih….”ucapnya memohon. Bantuan apa lagi?
“Bantuan apa lagi? Bukannya kalian berdua udah jadian ya?”tanyaku pelan.
Jadi gini, kemarin gue udah nyatain cinta ke Reyna… tapi dia minta waktu.”ujarnya sedih. Hatiku tertohok begitu mendengarnya. Ja-jadi dia sudah menyatakan cintanya pada Reyna?
“Dia gak langsung nerima lo?”tanyaku bingung sambil menghentikan aktifitasku dan berbaring di sofa.
Enggak, dia butuh waktu katanya….”jedanya, lalu berucap kembali, “Tolong kasih tau gue, siapa laki-laki yang dia suka?”tanyanya penasaran. Hm, haruskah aku jujur bahwa Reyna juga memiliki perasaan terhadap Raka?
“Hm, gimana ya…. gue kurang tau.”kilahku, aku tidak boleh menceritakan yang sebenarnya. “Sabar aja, dia pasti bakal nerima lo kok!”ucapku soktau.
Hm, ya semoga…”ucapnya lesu.
“Gausah sedih gitu, takut banget ditolak sama Reyna ya?”
Takut banget!”ucapnya cemas, hatiku benar-benar hancur.
“Kafka, gue matiin dulu ya telponnya. Lagi ada Kevin soalnya hehe. Bye.”ucapku berbohong, lalu segera mematikan sambungan telpon secara sepihak.
Aku menekan dadaku yang terasa sangat nyeri, kenapa harus sesakit ini rasanya patah hati… apakah harus sedalam ini sakitnya? Kenapa rasanya seperti ditusuk ribuan jarum? Kenapa rasanya hatiku tidak berada lagi ditempatnya? Kenapa rasanya lemas sekali untuk bernapas pun sulit?
Kafkaaaaa…. kamu berhasil buatku sakit sedalam ini. Aku sakit, Kaf.. sakit banget rasanya… aku gak kuat lagi memendam rasa ini lagi sendirian…”ucapku dengan suara tercekat.
Aku membiarkan bulir-bulir air mata jatuh membasahi kedua wajahku. Aku ingin menangis sepuasnya hingga sesak ini berkurang… aku ingin berteriak dan bilang aku begitu mencintainya… tapi aku tidak berhak. Bersanding disampingnya pun aku tidak pantas. Apalagi berucap bahwa aku begitu dalam mencintainya?
Kafka…. seandainya senyum kamu untuk aku. Seandainya tawa kamu untuk aku. Dan seandainya cinta kamu pun juga untuk aku, mungkin aku tidak akan merasa sesakit ini. Aku pasti akan menjadi perempuan paling bahagia bisa memilikimu dalam hidupku…. tapi semuanya hanya mungkin, bukan?
Aku membuka buku Diary-ku yang sudah lama tak tersentuh. Kutulis curahan hatiku untuk Kafka….
Ingin kuteriakkan namamu...
Agar kau bisa mendengarkan seluruh isi hatiku untukmu…
Ingin kuteriakkan rasa sukaku padamu...
Agar kau tau perasaanku untukmu…
(Teruntuk Kafka dari  Cacha)
Kututup buku Diary-ku dan kusimpan rapi di dalam lemariku. Kupandangi lukisanku yang memamerkan gigi putih Kevin. Kalau dilihat-lihat senyum itu mirip sekali dengan Kevin si badboy. Apa mereka merupakan orang yang sama? Tapi kenapa sifatnya berbeda? Kevin teman masa kecilku tidak terlihat badboy seperti Kevin teman sekolahku di SMA dulu.
Ponselku berdering namun kuabaikan karena aku sedang tidak ingin diganggu. Kubuka jendela kamarku dan menatap ke langit…. menatap bintang yang begitu indah. Indah seperti Kafka. Kafka itu seperti bintang. Terlihat sangat indah dan sangat sulit untuk kugapai.
Aku tersenyum kala menatap indahnya bintang yang berkerlip, membuat langit malam semakin indah. Langit malam ini tidak berpihak padaku, namun dia bisa menjadi penghiburku di malam yang sunyi ini….
Kututup jendela kamarku dan kuusap dadaku lembut. Cacha jangan sedih ya. Cacha kuat. Cacha harus tetap semangat. Cacha kan pandai menyembunyikan perasaan….
Aku segera mencuci wajahku sebelum tidur dan tak lupa menggosok gigi. Begitu selesai, aku segera mengecek ponselku sebelum tidur.  Aku terkejut begitu melihat ada 5 missed call dari Kevin. Dan 5 chat di LINE dari orang yang sama.
Kevin : Cha angkat telpon aku…
Kevin : Cha, kamu udah tidur?
Kevin : Cha, kalau ungkapan cinta aku bikin kamu terbebani, lupain aja…
Kevin : Cha aku minta maaf kalau aku salah. Aku cuma mau bilang yang sejujurnya aja.
Kevin : Oke, aku gak akan ganggu kamu lagi, kalau itu mau kamu. Maaf.
Aku terkejut begitu membaca semua chat darinya. Maksud dia apa sih? Siapa yang merasa terbebani? Kenapa dia bisa berpikiran seperti itu? Tapi bukankah dengan dia yang gak akan ganggu hidup aku lagi, seharusnya aku merasa senang bukan? Jadi aku tidak perlu merasa bersalah karena tidak bisa membalas perasaan dan semua kebaikannya. Tapi, Kevin yang sekarang… kenapa mudah menyerah? Ah entahlah.
Aku tidak membalas chat darinya, lalu berusaha memejamkan mata hingga akhirnya aku terlelap dalam mimpi.
“Cha.. Bundaku bawain bekal untuk kamu.”ucap Kevin sambil memberikan kotak makannya padaku. Kami pun makan bersama sambil sesekali berceloteh ria.
“Makasih ya, Kev… masakan Bunda kamu enak banget!”ujarku dengan senang.
“Iya sama-sama, Cacha….”ucapnya sambil tersenyum manis, lagi.
“Kev, kamu kenapa baik banget sama aku?”
“Karena kamu cantik sama kayak Bundaku….”ucapnya dengan polos.  Aku tersenyum begitu mendengarnya. “Kalau kamu, kenapa mau main sama aku?”tanyanya lagi.
“Karena kamu ganteng sama seperti papaku…”ucapku sambil tersenyum manis padanya.
Aku terbangun dari mimpi indahku, kenangan itu kembali menyeruak dalam ingatanku hingga terbawa kedalam mimpi. Aku jadi merindukan Kevin…. dia tinggal dimana sekarang?
Aku segera mandi dan menunaikan ibadah sholat shubuh. Lalu membuka jendela kamarku dan menghirup udara pagi yang begitu sejuk. Kurentangkan kedua tanganku sambil menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan.
Pagi ini aku harus semangat. Aku tidak boleh terlihat lemah. Aku kuat dan bisa bersikap biasa saja seakan tidak ada hal buruk yang baru saja terjadi padaku. Aku berusaha tersenyum, lalu turun ke lantai bawah dengan perlahan. Kutunjukkan senyum palsuku dihadapan kedua orangtua-ku dan juga Kak Dhani yang masih muka bantal.
“Sayang, nanti temenin mama belanja bulanan ya.”ucap mama sambil mengoleskan roti dengan selai coklat untukku. Aku mengangguk dan segera meminum susu coklatku sampai habis. “Jam berapa Ma mau belanjanya?”
“Jam 10 ya sayang…sekalian mama mau ketemuan sama sahabat mama.”ucap mama sambil tersenyum senang. Aku mengangguk-anggukan kepala dan segera mengunyah roti yang mama berikan untukku.
--
Aku menyesap green tea-ku perlahan. Aku dan mama sedang menunggu seseorang yang tidak lain ialah sahabat mama. Aku tersedak begitu melihat Kafka dengan wanita yang sebaya dengan mamaku menghampiri meja kami. Aku terkejut bukan main waktu mama melambaikan tangannya pada wanita yang berjalan bersisian disebelah Kafka.
“CITRA!”teriak mama dengan mata berbinar. Mama langsung berhambur kedalam pelukan wanita itu. Kafka yang berada disebelahnya hanya diam, kebingungan.
“ALLISA!”ucap wanita itu sambil balas memeluk mama erat. “Yahampun, gue kangen banget sama lo tau!”ucapnya sambil ikut duduk dihadapan mama. Kafka ikut duduk disebelahnya dan berhadapan denganku. Apa dia anaknya sahabat mama?
“Cit, kenalin ini anak kedua gue…”ucap mama sambil memperkenalkanku pada sahabatnya.
“Cacha, tante.”ucapku dengan sopan sambil mencium punggung tangannya.
“Kenalin juga, anak ketiga gue nih… Kafka.”ucap sahabat mama sambil melirik Kafka. Tuhkan benar, Kafka anaknya….. jadi mama kita bersahabat?
“Anak lo cantik ya, persis kayak lo.”ucapnya yang membuatku tersipu malu. “Kafka, Cacha cantik kan?”tanya sahabat mama pada anaknya.
“Hm, ca-cantik.”ucapnya kikuk. Apa dia tidak ikhlas saat mengatakannya?
“Masih cantikan ‘sahabat saya tante’…”ucapku sambil melirik Kafka sekilas. Ingin melihat reaksinya.
“Ohya, siapa namanya?”
“Namanya ‘REYNA’….”ucapku sambil berusaha memaksakan senyum dihadapan mereka semua. “Anak tante aja, cinta mati sama dia.”ucapku jujur dan itu membuat Kafka tersedak minuman yang baru saja dia minum.
“Jadi kalian sudah saling kenal?”tanya sahabat mama padaku. Aku mengangguk.
“Kafka teman sekolahku dulu, tante.”ucapku sambil berusaha bersikap biasa saja.
“Kafka, kenapa kamu tidak cerita punya teman sekelas secantik Cacha?”
“Aku kan sukanya sama perempuan lain, ma.”ucap Kafka tanpa dosa. Dia tidak tau bahwa itu sangat menyakitiku. Begitu menohok tepat di ulu hatiku. Jadi, Kafka sudah begitu lama mencintai Reyna? Aku rasa, hatiku sudah benar-benar hancur saat ini. Sulit sekali untuk mengembalikan kepingan hatiku yang rasanya sudah hancur lebur hingga tak bersisa dan tidak bisa direkatkan kembali.
“Ma… aku ke toilet dulu ya.”ucapku dengan sopan, lalu setengah berlari menuju toilet. Aku menatap diriku di cermin dan memandangi wajahku dengan seksama. Apa aku tidak cantik? Apa aku tidak menarik dimata Kafka?
Aku segera keluar dari toilet dan tak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang juga baru saja keluar dari toilet pria. Aku tertegun begitu mendapati Kevin yang juga sama tekejutnya denganku. Kevin ada disini juga?
“Kevin?”ucapku memastikan bahwa dia benar Kevin. Dia diam dan hanya menatapku.
“H-hai.”ucapnya kikuk sambil menggaruk tengkuknya. Aku bingung dengan sikapnya.
“Kamu sama siapa kesini?”tanyaku penasaran. Belum sempat dia menjawab, sebuah suara menginterupsi pembicaraan kami.
“Kak  Kev, ayo pulang…”ucap seorang gadis cantik sambil bergelayut manja dilengan Kevin. Dia siapa? Pacarnya Kevin? Kok mesra banget sih?
“Aku balik dulu ya, Cha….”ucapnya, lalu segera meninggalkanku yang masih diam mematung. Jadi setelah menyatakan cinta, pergi begitu saja dan menemukan yang baru?
Aku berjalan pelan ke meja dimana mama sedang asik berbincang dengan sahabatnya, tante Citra. Seharusnya aku memanggilnya seperti itu bukan?
“Ma, aku gak enak badan. Aku pulang duluan, gapapa kan?”ucapku lesu sambil menatap mata mama.
“Kamu mau pulang sendiri?”tanya mama khawatir.
“Iya, ma. Gapapa, aku bisa kok nyetir sendiri.”ucapku sambil memijat pelipisku. Pening sekali kepalaku.
“Lebih baik kamu diantar sama Kafka aja ya?”tawar tante Citra padaku. Aku segera menggeleng dengan cepat, “Gak usah tante, saya bisa pulang sendiri kok...”
“Kafka, kamu anterin Cacha sampe rumah ya!”ucap tante Citra sambil menepuk lengan Kafka pelan sehingga membuat laki-laki itu bangkit dari duduknya.
“Aku pulang duluan ya ma… tante..”ucapku sambil mencium punggung tangan mereka.
Selama perjalanan kami hanya diam, aku lebih memilih memejamkan mata agar tidak terlibat pembicaraan mengenai Reyna. Begitu aku hampir masuk kedunia mimpi, kurasakan sebuah usapan lembut dikepalaku.
Kamu cantik. Daridulu hingga sekarang.”
Aku tidak tau itu mimpi atau kenyataan, yang kutahu…. usapan lembut pada puncak kepalaku membuatku tertidur nyenyak….
Aku merasakan sakit dikepalaku yang membuatku sulit sekali untuk membuka mata. Aku mencoba untuk membuka mata dan semakin pusing begitu melihat langit-langit kamarku berputar dengan kencang.
Namun ketika aku memejamkan mata, bayangan Kevin dengan gadis itu muncul dalam bayanganku…. dan juga ucapan Kafka kembali terngiang dikepalaku; Aku kan sukanya sama perempuan lain, ma.
Aku meneteskan air mata dan segera menelungkupkan wajahku ke bantal.
Kafka. Seseorang yang sangat sulit kugapai.  Seseorang yang hanya bisa kupandangi dalam diam. Seseorang yang hanya bisa kuucapkan dalam hati. Seseorang yang hanya bisa kupuja dalam hati. Itu kamu. Hanya kamu. Kafka Adriansyah.
Kevin.  Seseorang yang tidak pernah menyerah untuk mendapatkan hatiku. Dan juga seseorang yang dengan mudah membuatku tersenyum kembali. Itu kamu. Hanya kamu, badboy. Kevin Edgar Pratama.
Bolehkah aku menyebut kalian Double K….? Sama-sama memiliki inisial huruf K. Sama-sama memiliki arti tersendiri bagiku…. Kalian menempati hatiku dengan cara yang berbeda. Kalian membuat hidupku semakin rumit…. walaupun tanpa kalian aku tak tau akan seperti apa.
❤❤❤
Jangan lupa vomment-nya ya guys ;)
Salam hangat dariku, rindingdong❤

Antara Aku, Kau dan DiaWhere stories live. Discover now