#Cacha POV
Setiap malam pikiranku hanya tertuju pada dirinya. Entah ini hukum karma atau tidak. Tapi aku sangat merindukan seseorang yang dulu teramat aku coba untuk hindari. Ya, dia Kevin Edgar Pratama.
Kupandangi boneka Jerapah pemberiannya yang telah memiliki nama, Jeje. Kuusap dengan sayang Jeje yang tiap malam selalu berada dalam pelukan eratku. Jeje ini semacam peninggalan terakhir yang Kevin berikan untukku. Aku merasa seperti ada dia dalam boneka yang ada dihadapanku ini. Wangi Jeje ini mengingatkanku akan sosok Kevin yang selalu menebarkan pesonanya tanpa ia sadari. Tak terasa air mataku menetes membasahi kedua pipiku yang semakin hari semakin tirus.
Aku kangen kamu, Kev...
Kamu sedang apa sekarang?
Tidakkah kamu merindukanku juga?
Apa kamu tidak ingin mendengarkan penjelasanku dulu?Je... kenapa Kevin gampang banget mutusin aku? Bukannya dia pernah bilang kalau dia sayang dan cinta sama aku? Kenapa dia pergi gitu aja dari kehidupan aku setelah malam itu? Sebenarnya apa yang membuat dia mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan kita? Aku masih tidak mengerti.
Ingin sekali aku menghubunginya, tapi harga diriku lebih tinggi hanya untuk menelponnya yang jelas-jelas sudah memutuskan hubungan kita. Buat apalagi aku menghubunginya? Memohon padanya untuk kembali? Memangnya aku perempuan seperti apa yang harus mengemis-ngemis cinta...
Tapi tak bisa dipungkiri bahwa aku amat sangat merindukannya. Merindukan tawanya yang membuatku ikut tertawa saat melihatnya. Pelukan hangatnya. Dan sialnya, aku merindukan gombalannya. Kupejamkan kedua mataku dengan erat sambil mengingat-ingat momen kebersamaanku bersama si badboy Kevin.
#flashbackOn
"Cha kamu tau gak kalo aku lagi di rumah tuh kepikiran kamu terus. Bawaanya pengin bawa kamu pulang ke rumah. Terus aku pelukin terus."ucapnya sambil tersenyum manis tak lupa dengan usapan tangannya di puncak kepalaku.
Aku pura-pura muntah begitu mendengar perkataannya barusan. Dia cemberut lalu berhenti mengusap rambutku. Aku terkekeh pelan, lalu menyenderkan kepalaku ke bahunya.
"Ngambek deh..."ledekku sambil memeletkan lidah ke arahnya.
Dia menatapku datar, "Au ah gelap."
Aku segera bangkit dari sofa namun lengannya segera menarikku kembali ke sisinya. Aku menatapnya seakan bertanya mau apa lagi?
Dia menarik wajahku mendekat, lalu bibirnya yang tipis mencium keningku kilat. Aku tersenyum tipis dengan perlakuannya. Dia selalu tidak bisa marah lama-lama. Itu yang membuatku jadi semakin sayang dengannya.
"Mau kemana? Kok akunya dateng malah ditinggalin..."ucapnya merajuk. Aku hanya tersenyum sambil mengusap rambutnya dengan sayang. Dia ikut tersenyum dengan perlakuanku terhadapnya.
"Duh.. anak mama manja banget sih..."ucapku pada Kevin sambil masih mengusap-usap rambutnya seakan aku ini mamanya.
Kevin cemberut, "kamu itu bukan mamaku ya. Kamu itu mama dari anak-anakku nanti."ucapnya sambil mencium punggung tanganku.
Aku hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tingkahnya yang satu ini.
#flashbackOff
Aku segera membuka mataku lalu menatap langit-langit kamarku. Kev, kenapa merindukanmu membuatku merasa sesak seperti ini?
Dengan kekuatan penuh, aku mengetikkan sebuah pesan untuknya. Bismillah!Cacha Maulidina Airlangga : Hey.
Namun sudah setengah jam berlalu tak ada balasan darinya. Dulu dia selalu membalas pesanku dengan cepat. Kamu menghindariku?
--
#Kevin POV
Aku sedang sibuk memasukkan pakaianku ke dalam koper ketika ada sebuah pesan masuk dari Cacha. Aku membukanya perlahan sambil menekan dadaku yang terasa nyeri. Nyeri karena bayangan akan Kafka dan Cacha yang sedang berpelukan berkelebat dalam benakku. Sial.Cacha Maulidina Airlangga : Hey.
Aku segera menghapus pesannya dan kembali memasukkan beberapa pakaian yang masih tergeletak di atas tempat tidur. Tidak lama lagi, aku akan meninggalkan kota ini. Negara ini. Dan juga meninggalkan dia yang pernah dan akan selalu ada disini. Dihatiku. Cacha.
Aku akan pergi ke Jepang dan melanjutkan kuliahku disana. Mungkin ini salah satu cara paling pengecut. Melarikan diri dari kenyataan. Kenyataan pahit bahwa aku harus belajar untuk merelakan dia untuk laki-laki lain.
"Kev kamu sudah yakin?"tanya Bunda sambil mengelus pundakku begitu aku keluar kamar sambil menarik koper dengan tangan kiri. Aku harus meyakinkan Bunda bahwa aku benar-benar sudah merasa yakin. Aku mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Gimana dengan Cacha?"tanyanya lagi sambil menatapku iba. Ya, Bunda tau bahwa hubunganku telah berakhir dengan Cacha.
"Ya gak gimana-gimana, Bun. Kevin cuma gak mau memaksakan perasaan dia untuk cinta sama Kevin."ucapku sambil tersenyum hambar.
"Kamu ke Jepang bukan karna masalah kalian berdua kan?"tanya Bunda lagi sambil mengusap rambutku dengan sayang.
Aku diam, karena salah satu alasanku ya memang ingin pergi untuk sementara waktu. Pergi dari masalah percintaan yang aku sendiri tidak tau akhirnya akan seperti apa. Ya aku pengecut!
Mungkin dengan kepergianku akan merubah segalanya nanti. Kuharap segalanya akan terasa lebih baik ketika aku kembali nanti. Atau akan sebaliknya. Entahlah. Aku lelah dengan pemikiranku yang kalut seperti ini. Namun aku harus tetap pergi karena bila aku terus berada disini, aku takkan bisa tak melihatnya. Aku takut akan berlari kehadapannya dan merengkuhnya dengan erat seolah tak ada lagi hari esok.
Butuh waktu satu jam kurang sepuluh menit untuk tiba di bandara. Bunda terus menerus merangkul bahuku selama perjalanan menuju bandara. Sedangkan Papa hanya diam dan terus menghela napas berat. Maafkan keputusanku yang mendadak... mungkin aku sudah gila dengan mengambil keputusan ini.
Sebelum take off, aku memeluk Bunda sebelum berucap, "Bun, jangan bilang ke Cacha soal ini ya... bilang aja aku pindah kuliah di luar kota."
Bunda diam dan hanya memelukku dengan erat, "Jaga diri kamu baik-baik... jangan telat makan dan jangan nakal di negeri orang ya. Sering-sering kabarin Bunda ya biar gak kuatir."
Aku mengangguk pasti sambil membalas pelukannya sama eratnya. Lalu beralih menghampiri Papa yang sedari tadi hanya diam melihat istri dan anak laki-lakinya terlihat seperti adegan di acara telenovela.
"Jalani pilihan yang udah kamu ambil. Jangan pernah kamu sesali. Terus berjuang untuk masa depan kamu. Papa percaya sama pilihan kamu. Jaga diri disana."ucap Papa sambil menepuk-nepuk punggungku, memberi dukungan.
Aku melambaikan tangan sebelum berbalik meninggalkan mereka berdua.
Selamat tinggal Jakarta. Selamat tinggal kenangan. Dan selamat tinggal Cha...
--
#Cacha POV
Aku terus menerus mengecek ponselku namun hingga saat ini tak ada balasan darinya sama sekali. Nihil.
Kuamati foto profil LINE-nya. Menggemaskan namun tetap terlihat sisi badboy-nya...Aku semakin merindukan kamu, Kev...
Kangen tingkah konyol kamu...
Kangen tawa manis kamu...
Yang pasti kangen kamu yang selalu ada buat aku...
Lagi-lagi aku menangis...
Entah sudah air mata ke berapa yang mengalir di kedua pipiku.
Hingga terlintas dalam benakku untuk menulis suatu postingan di LINE.Never felt like this before ):
Ya... aku tidak pernah merasakan hal yang seperti ini sebelumnya. Kuharap hubungan kita masih bisa diperbaiki Kev. Ya, aku harap.... entah takdir masih berbaik hati atau tidak pada kita...
Tidak lama muncul sebuah postingan yang berasal dari Kevin tepat diatas postingan-ku.
Disini ku berpijak untuk masa depan yang lebih baik. New life. New me! (:
Apa maksud dari postingan-nya barusan? Apa ini pertanda bahwa dia benar-benar akan melupakanku? Menjalani kehidupan yang lebih baik tanpa diriku?
Apakah merindukanmu hanya sia-sia belaka? Apa aku harus berhenti untuk merindukanmu?
Jika memang itu mau-mu...
Aku akan belajar untuk melupakanmu...
Maaf karena aku telah merindukanmu...
♡♡♡
Jangan lupa vote dan comment-nya ya. Aku update cepet di sela-sela tugas dan kuis di semester 6 ini ):
Salam hangat dariku, rindingdong♡
YOU ARE READING
Antara Aku, Kau dan Dia
Teen FictionKafka, lelaki yang kucintai sejak duduk di bangku sekolah mencintai sahabatku. Aku harus mengubur perasaanku dalam-dalam. . Kevin, lelaki yang dulu dikenal dengan julukan 'bad boy'. Kini sudah menjadi lelaki yang berbeda 360 derajat dari sejak terak...