selamat malam pembaca setiaku, part ini kupersembahkan untuk kalian semua yang tidak pernah lelah untuk memberikan vote dan juga comment di ceritaku. Happy reading^^
❤❤❤Aku benci situasi seperti ini, aku terus saja menatap lelaki yang dari tadi hanya diam tanpa bicara sedikitpun. Aku datang dengan terburu-buru ke café ini karena dia yang meminta namun sudah setengah jam tidak ada satupun kata yang meluncur dari bibirnya. Dia hanya mengaduk-aduk coffe latte-nya tanpa minat. Mau dia apa sih? Apa dia menganggapku sebuah patung?Atau angin lalu? Aku sudah duduk manis didepannya namun dia tak menatapku sama sekali. Aku berdehem agar dia mengalihkan pandangannya padaku, namun dia tetap bergeming. Dengan kesal, aku meletakkan uang lima puluh ribuan diatas meja dan bergegas pergi dari hadapannya.
Aku berjalan dengan langkah panjang tanpa minat untuk menoleh sedikit pun kearahnya, hingga sebuah tangal mencekalku. Kafka, ya dia yang mencekal tanganku. Dia tetap tidak berucap sedikit pun, hanya menarikku untuk kembali duduk ditempatku tadi.
Aku menghela napas pelan,"Lo kenapa sih, Kaf?"tanyaku pada akhirnya, aku bosan melihatnya yang tidak mau berucap sedikitpun. Dia akhirnya menatapku namun sedetik kemudian membuang pandangannya keluar jendela. Apa pemandangan diluar jendela lebih menarik ketimbang diriku yang duduk dihadapannya? Oh malangnya nasibku, mungkin kalau Kevin yang ada dihadapanku sekarang dia akan terus menatapku tanpa mengalihkan perhatiannya padaku. Kevin sama Kafka dua orang yang berbeda Cacha...... get up, cha!
"Sampe saat ini, dia belum kasih jawabannya ke gue."lirihnya pelan sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Dia membasahi bibirnya, "Gue gak tau kenapa dia harus berpikir selama ini buat jawab pernyataan cinta gue ke dia."ucapnya lagi sambil mengusap wajahnya gusar.
"Namanya juga perempuan, Kaf. Semuanya butuh waktu, gak bisa secepat itu ambil keputusan. Perempuan itu gunain perasaannya."ucapku yang lagi lagi sok bijak.
Dia menatapku sambil menautkan kedua alisnya, "Apa iya harus selama itu? Bayangin Cha, udah tiga minggu dia belum jawab pernyataan cinta gue."
Aku tersenyum miris, "Kalo lo cinta sama dia, sabar aja udah... toh siapa tau ada alasan kenapa dia belum bisa kasih jawaban ke lo. Calm down..."
Dia mengangguk-anggukkan kepala sambil memandang keluar jendela, "Apa... gue nyerah aja ya?"ucapannya membuatku menatap matanya dengan tajam, bisa-bisanya dia menyerah sebelum semuanya dimulai?
"Lo mau nyerah gitu aja? Katanya cinta, tapi segampang itu buat lo bilang nyerah?"tanyaku sambil menatapnya tajam, aku tidak suka dengan perkataannya barusan.
Dia menatapku tepat di manik mata, "Gue berasa digantungin tau gak?"tanyanya sambil tersenyum miris, "Gue berasa dimainin sama cewek."ucapnya lagi, lalu menarik jemariku untuk digenggam olehnya.
Aku menepis jemarinya, "Kaf, kalau lo memang cinta sama Reyna... jangan nyerah dan perjuangin cinta lo sampe dia bener-bener yakin akan perasaan lo buat dia."ucapku sebelum pergi meninggalkannya yang masih mencerna perkataanku barusan.
Bodoh! Cacha bodoh!
Kenapa harus ngomong kayak gitu ke dia?
Kafka kan mau nyerah, kenapa lo malah sok bijak nasihatin dia?!
Lo mau galau liat mereka beneran pacaran, hah?!
---
Aku berguling ke kanan ke kiri namun tidak bisa tidur dengan nyenyak, ah ini pasti karena genggaman jemari Kafka masih terasa di jemariku. Kenapa dia harus menggenggam jemariku? Apa aku mau dijadikan pelampiasannya? Apa aku sehina itu sehingga dia menjadikanku sebagai pelampiasan cintanya yang tak kunjung bertepuk?
YOU ARE READING
Antara Aku, Kau dan Dia
Teen FictionKafka, lelaki yang kucintai sejak duduk di bangku sekolah mencintai sahabatku. Aku harus mengubur perasaanku dalam-dalam. . Kevin, lelaki yang dulu dikenal dengan julukan 'bad boy'. Kini sudah menjadi lelaki yang berbeda 360 derajat dari sejak terak...