Prolog: Kematian Siti dan Ovi

3.5K 176 5
                                    

"Menggemparkan, sekaligus menyakitkan. Kita semua telah kehilangan salah satu sahabat tercinta kita. Dia telah pergi hari ini. Meninggalkan kita semua." Tutur Lukman. Sebagai Ketua OSIS, ia mengumumkan belasungkawa tentang kematian Siti pada siang hari ini.

Murid, guru, juga para pengurus lainnya juga kaget atas kematian Siti secara mendadak. Pasalnya, kemarin sore kita masih melihat Siti ketawa-ketiwi bareng anak OSIS yang lain.

"Semoga amal dan ibadahnya diterima Yang Maha Kuasa. Mari kita kirimkan doa untuk mendiang Siti. Berdoa dengan keyakinan masing-masing. Berdoa dimulai." Pak Joel menundukan kepalanya. Diikuti seluruh murid yang juga berkumpul di lapangan pada siang itu.

"Berdoa selesai. Tanpa penghormatan. Bubar barisan jalan!"

Seluruh murid berjalan meninggalkan lapangan dengan perasaan hancur.

Beberapa anggota OSIS masih berdiam diri di kelas. Masing-masing dari mereka mengeluarkan wajah murung, memperlihatkan kesedihan. Kemarin Ovi, sekarang Siti. Siapa lagi selanjutnya?

Dibenak mereka semua memikirkan kejadian yang terjadi belakangan ini. Kematian dua orang anggota OSIS ini benar-benar aneh. Masing-masing dari mereka juga mati dengan keadaan yang mengenaskan.

"Gue nggak tau kenapa Siti bisa pergi secepat ini. Gue takut... Siapa yang akan pergi selanjutnya?" Nissa mengeluarkan pertanyaan yang telah ternyiang-ngiang dibenaknya sejak tadi. Sesekali gadis itu menyeka airmatanya yang hampir terjatuh.

"Ini bener-bener aneh. Lo tau? Semuanya ini kayak seakan-akan udah direncanain tau nggak." Hafifah menunding perkiraan yang benar-benar mengagetkan.

"Kalo ini udah direncanain? Siapa selanjutnya?" Hilda membantah halus. "Yaudahlah... nggak usah dipikirin juga. Biarin mereka pergi dengan tenang. Gue yakin mereka nggak akan tenang kalo kalian begini."

"Lo nggak tau perasaan kita Da! Gue sama Siti udah sahabatan dari kelas tujuh. Dua tahun kita sahabatan!" Sitha mengangkat suara. Gadis ini memang sejolinya Siti sejak kelas tujuh.

"Gue juga sedih Siti ninggalin kita. Tapi kalau caranya begini. Dia nggak akan tenang disana." Tutur Hilda.

"Udah-udah. Sekarang pada bubaran aja. Kalian pada masuk ke kelas masing-masing aja." Lukman. Seperti biasa, selalu menjadi penengah ketika ada keributan.

Semuanya mengangguk. Mereka bubar dan masuk ke kelas masing-masing.

"Ada yang aneh sama semua ini Fif." Nissa menatap Hafifah saat hendak memasuki kelas.

"Aneh? Kayak gimana Nis?" Hafifah malah balik bertanya.

"Aneh aja."

"Hm... Lo mungkin cuma belum bisa nerima perginya Siti aja. Hm... Ayok masuk dulu." Hafifah menuntun Nissa kedalam kelas, kata-katanya hanya bermaksud untuk menenangkan.

***

Istirahat, Hafifah, Nissa, Hilda, Sitha, Finna, Endang, Ariska dan Fitri. Bergabung. Mereka semua islam. Sekolah mereka adalah sekolah yang masuknya pada siang hari dan akan beristirahat pada jam tiga. Jadi mereka melaksanakan shalat Ashar. Ketujuhnya berjalan ke arah Masjid yang letaknya berada tepat di depan sekolah.

"Masih sedih. Biasanya kita bersembilan ke Masjid." Tutur Nissa. "Sekarang tinggal delapan."

"Nissa... udah berapa kali sih Ida ingetin. Jangan ungkit-ungkit kepergian orang-orang yang udah nggak ada. Mereka nantinya nggak bakalan tenang." Hilda menegur.

"Ini tentang sahabat. Kita sama-sama tau. Kita nggak bakalan bisa lupain kenangan sama sahabat. She is the best girl of our friendship." Endang menatap Hilda. "Susah buat lupainnya. Kenangan kita sama dia banyak..."

"Gue tau. Tapi kalo kitanya larut-larut dalan kesedihan. Ya nggak bagus juga." Jawab Hilda, "udah nggak usah dibahas lagi."

"Udah-udah. Mendingan buru-buru. Soalnya udah iqamah tuh." Ariska memberi tahu.

"Oh iya."

Semuanya buru-buru melepaskan sepatu pada batas suci. Dan melanjutkan mengambil whudu di kamar mandi khusus perempuan.

***

Pulangnya, masih dengan pembahasan yang sama, tentang Siti.

Kali ini Hafifah, Endang, Anissa yang kerap disapa Nissa yang membicarakan kematian Siti.

Kematian Siti tak wajar. Luka sayatan benda tajam dinadi Siti merupakan bukti tegas bahwa Siti meninggal karena bunuh diri. Dan Ovi... Cewek berhijab itu juga meninggal dengan cara yang sama. Mengapa semuanya bunuh diri? Dan... pemikiran dari Avisena menyatakan bahwa Siti frustasi akibat kematian Ovi dihari sebelum Siti ditemukan tewas. Tapi lain dengan pemikiran Hafifah, gadis ini bilang bahwa semua ini memang terencanakan.

"Gue nggak tau pemikiran gue bener apa nggak. Tapi feeling gue kuat banget. Gue nggak tau kenapa yang ada diotak gue itu adanya rencanaan gitu. Percaya nggak sama gue?" Tanya Hafifah disela langkahnya.

"Bukannya gue nggak percaya sama lo Fif. Tapi... kayaknya enggak deh. Soalnya gini ya... mana ada orang kalo bunuh orang itu pake silet. Mana nusuknya di nadi. Kalo di film-film biasanya itu mah bunuh diri." Tanggap Endang.

"Hm... bener kata Endang Fif." Tambah Nissa.

"Engghhh... terserah sih mau percaya gue apa enggak. Tapi feeling gue sih gitu."

"Bener-bener aneh deh sama kejadian ini. Kenapa tiba-tiba Siti sama Ovi jadi gitu."

"Iya aneh banget."

Hafifah hanya mengangguk-angguk pelan. Kesal juga pemikirannya tidak diterima dengan baik. Ya... tapi apa boleh buat.

Di pertengahan jalan, Nissa melambaikan tangannya, tanda ia akan segera berpisah dengan kedua temannya itu.

BERSAMBUNG.

Ini cuma fiksi.. jadi join aja sama alur ceritanya. Makasih udah baca^^

What's A Game?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang