Tiba-tiba terdengar sindenan lagu Lingsir Wengi. Suasana mendadak menjadi kelam dan menakutkan.
Mereka semua menahan napas, saat sosok itu mulai menampakan dirinya...
"Kuntilanak!" Pandu berteriak, dengan spontan, ia melempar boneka Jelangkung yang dipegangnya tadi.
Pandu berlari keatas kasur, disusul teman-temannya. Mereka meringkuk menggunakan sebuah selimut.
"Masih ada nggak?" Aldy berteriak heboh.
"Nggak tau!" Balas Lukman.
"Duh... Lo sih Ndu pake ngajakin maenan Jelangkung!" Omel Vhiant.
"Deh. Kok nyalahin gue? Mana gue tau kalo jadinya begini!"
"Ini kita keluarnya gimana?" Tanya Arfan.
Mereka semua diam. Tak mengeluarkan suara lagi. Masih dalam selimut.
Tiba-tiba... Brak!!! Pintu tergebrak dengan kencang. Timbul Thoriq, Avisena, dan Tresna diambang pintu.
"Woy! Pada ngapain!" Tresna dengan gegayaan super menghampiri mereka, lalu membuka selimut yang menutupi tubuh mereka. "Idih pada maho."
"Kepalamu! Orang kita pada ketakutan!" Fajar Rizky berdiri dari tempat tidur.
"Lebay. Takut apaan sih..." ucap Thoriq.
"Ada kuntilanak." Jawab Ali.
"Alah... mana ada yang begituan. Lo-lo pada sih. Malem-malem main jelangkung. Jadinya berhalusinasi." Ucap Avisena.
"Emang ada beneran!" Tegas Pandu.
"Udah-udah! Mendingan pada tidur gih. Gue ngantuk." Tresna menghampiri kasur sebelah. Lalu membaringkan tubuhnya diatas kasur. Disusul Avisena dan Thoriq.
Dengan perasaan gelisah, pemain-pemain jelangkung tadi mencoba untuk tidur.
Tanpa mereka sadari, benda yang dimainkan tadi menghilang, tanpa jejak.
***
Hafifah, Nissa dan Sitha tengah duduk-duduk di dekat mobil tua yang telah lama terparkir didepan Villa. Mereka mengobrol-ngobrol bahkan bersenda gurau dengan suara yang super besar.
"Jangan deket-deket dia! Ntar digigit!" Nissa berteriak. Lawakannya berhasil mengundang tawa dari kedua temannya.
"Hahahahaa... Nanti kita pasangin dia behel. Tapi behel dari beton! Kalo behel biasa ntar langsung pada rontok!" Hafifah menanggapi.
"Parah lo... parah." Tanggap Sitha.
"Gignya dia kan gudang emas, coba aja dia suruh mangap, ntar dia nunjukin gudang emasnya. Ambil Ta! Jual!" Nissa ngakak nggak berhenti-berhenti.
"Parah parah... udah udah ah!" Hafifah terus memegangi perutnya.
"Hahahhhhahaha."
BRUK! Sesuatu terjatuh dari atas. Menimpa mobil tua yang terparkir di depan Villa. Tepat saat itu, tawa mereka langsung terhenti saat sebuah cairan merah mengalir deras dari atas mobil.
"Apaan tuh?" Nissa berteriak kaget.
"Itu... Ada darah?!" Sambung Sitha.
Hafifah mendongak keatas. Di dongakannya, ia melihat seseorang dibalkon lantai tiga berlari meninggalkan balkon. Gadis ini mengernyitkan dahinya.
"Itu siapa yang jatuh?!"
Ramai, tiba-tiba semuanya mengetubungi tempat itu. Pak Joel mengambil tangga, lalu menengok siapa yang terjatuh disitu. Pak Joel merangkak naik keatas mobil. Tak lama, ia turun membawa seorang gadis.
"ENDANG!!!"
***
Hafifah, Nissa dan Sitha tengah berada dikantor polisi. Mereka menjadi saksi atas terjatuhnya Endang dari lantai tiga pagi tadi.
Perkemahan dipulangkan karena sekolah harus segera mengurus kematian
"Tadi kami bertiga lagi ngumpul Pak." Tutur Hafifah.
"Iya pak. Kami awalnya biasa aja pas tau ada suara benda jatuh... Tapi setelah melihat cairan merah dari atas mobil. Kami langsung panik dan kaget pak." Lanjut Nissa.
"Hm... sudah cukup laporannya. Terimakasih nak."
Hafifah, Nissa, dan Sitha menghampiri pak Joel di luar.
"Udahan? Ayo... kita nyusul ke pemakaman Endang." Pak Joel merangkul hangat ketiga murid didiknya.
***
"Gue tau lo bidadari Ndang... Tapi nggak perlu jatuh dari langit." Avisena menaruh rangkaian bunga diatas makam bernisankan Endang Ayu Puspitta Rini.
"Huffttt..." Tresna mengeluarkan air mawar dari kantong kresek berwarna hitam. Lalu menyirami makam Endang dengan perlahan. "Terlalu cepet perginya. Nanti siapa yang BBM gue tiap malem?"
Hafifah, Nissa dan Sitha menaburi makam Endang dengan taburan bunga-bunga berwarna cantik.
"Nggak nyangka Endang bakalan pergi secepat ini." Fitri mengusap Nisan itu.
"Hhhhh… Kehilangan satu lagi sahabat kita." Finna membuang nafas panjangnya.
"Semoga tenang disana. Malaikat lemot."
"Endang..." Ariska mengeluarkan airmata. Cewek satu ini tampak sangat sedih atas kepergian Endang.
"Udah Ka... jangan nangis." Hafifah merangkul pundak Ariska lalu mengusap pelan bahu cewek itu.
"Yuk pada mau bubaran sekarang nggak?" Fajar Rizky berdiri dari makam Endang.
"Tunggu!" Tresna mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Kertas yang dilipat menjadi empat kali lebih kecil, ia menaruhnya diatas makam Endang.
"Yuk!"
Semua melangkah pergi, meninggalkan Endang yang telah tenang dialam sana.
***
Hafifah kembali menatap langit-langit ruang tamunya. Ia masih memikirkan siapa sosok yang berada bersama Endang sebelum cewek itu terjun bebas dari lantai tiga. Yang Hafifah lihat adalah... Dia perempuan.
Kejadian ini sepertinya benar-benar rerencanakan. Hafifah tak bisa mengabaikan semua kejadian ini, sebab orang-orang terbunuh itu adalah sahabat-sahabatnya.
Hafifah harus menemukan siapa 'dia'. Hafifah juga yakin, 'dia' juga pembunuh dari Ovi dan Siti.
***
Seminggu sudah Endang meninggalkan mereka semua. Polisi sudah mendapatkan hasil dari semua penjelasan dari yang bersangkutan... Hasilnya, Endang bunuh diri.
Selalu. Mengapa mereka semua beranggapan kalau Endang bunuh diri? Tapi Hafifah yakin... bahwa ini memang benar-benar sudah terencanakan. Hufftt... Sudahlah.
"Itu apaan rame-rame dilapangan?" Tanya Fitri.
"Nggak tau. Ayok liat!"
Mereka keluar.
"Terima! Terima! Terima!"
"Wah? Finna? Lukman?" Fitri tercengang saat Lukman berlutut didepan Finna.
"Terima! Terima! Terima!"
"Will you love me?"
"Terima! Terima! Terima!"
BERSAMBUNG.
Halah... Ceritanya makin absurd ya :v Bhakss... Nyambung-nyambungin aja ya kalo emang udah nggak nyambung :v Oke sekian terima kasih :v
KAMU SEDANG MEMBACA
What's A Game?
Mystery / Thriller[COMPLETED] (Cerita sedang direvisi) Disebut apakah permainan ini? Apakah permainan Kematian? Atau Permainan Maut? Yang jelas, Mereka ada dalam Target... ©2015 by HafifahKomariah