Awal Dari Semuanya

1.5K 129 1
                                    

Hafifah termenung. Ia menatap langit-langit ruang tamunya. Benaknya masih memikirkan kematian Siti dan Ovi secara mendadak. Hafifah menemukan kejanggalan dikejadian ini. Pasalnya, Siti dan Ovi bukanlah teman dekat. Hanya bercakap-cakap sebab mereka sekelas. Jadi... Ia tidak setuju dengan pemikiran Avisena yang mengatakan bahwa Siti mati karena memikirkan kematian Ovi. Apalagi, Ovi dan Siti sebelumnya tak ada masalah apa-apa.

Hafifah menelengkupkan badannya. Membuka ponselnya, membuka chatting dari beberapa temannya.

"Hafifah, udah makan? Mama mau makan. Mau bareng apa nanti aja?"

"Nanti. Hafifah belum lapar." Sahut Hafifah.

"Oke."

Hafifah kembali melanjutkan pemikirannya. Haruskah Hafifah menyelidiki semuanya? Dan jawabannya harus.

Dan besok adalah waktunya. Untuk memulai menyelesaikan semuanya.

***

"Empat... lima... enam... tujuh... Kalo sampe nggak ada yang baris ke lapangan. Push up kalian semua!" Terdengar suara Pak Joel dari speaker sekolah.

Buk! Buk! Buk! Derap langkah dari semua kelas terdengar dari lantai dua maupun lantai bawah sekolah ini. Buru-buru mereka semua berbaris di lapangan.

"Siap grak! Lencang depan grak! Tegap grak." Lukman memberikan aba-aba. Semua nurut.

"Selamat siang semuanya."

"Selamat siang pak."

"Pada siang hari ini. Bapak akan memberikan informasi tentang pelaksanaan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa yang akan diadakan pada esok hari. Bagi yang belum tau hal yang harus dibawa. Bisa melihat ke madding apa yang harus dibawa."

"Yeayyy!!!"

"Hanya itu informasi yang diberikan hari ini. Terimakasih. Bubar jalan!"

Murid-murid bubar memasuki kelas masing-masing.

"OSIS nya jangan bubaran dulu. Kumpul kesini. Gua mau buat kelompok." Hilda membuka lembaran kertas yang dibungkus sebuah map selheter.

Anak OSIS lainnya beremuk. Membentuk sekumpulan, lalu mendiskusikan sebuah kelompok yang akan dibagikan.

"Gue sama Tresna." Hilda menyebutkan dirinya sendiri.

Endang cemberut. Cewek polos yang satu ini memang penggemar berat Tresna. Dan Tresna, cowok itu, nggak tau gemar sama siapa.

Hilda menatap Endang geram. Bola matanya memutar. "Yaudah si Tresna sama Putri aja." Hilda mencoret namanya dan menuliskan Putri sebagai penggantinya.

"Trus, Hafifah sama Avisena, Finna sama Pandu, Rio sama Endang, Fajar Ali sama Thoriq, Fanny sama Lukman, Aldy sama Sitha. Udah kan? Ada lagi nggak?"

"Gue nggak disebut. Parah..." Fitri merajuk. Bibirnya menekuk pelan.

"Ohya... lupa. Lo sama Arfan terus Nissa, sisanya Ariska sama Fajar Rizky." Hilda menuliskan nama terakhir dibarisan terakhir.

"Gue disebutnya selalu terakhir!" Ariska mengeluarkan suara.

"Jangan baper kek. Lebay nih si Ariska. Hahaha..." Endang tertawa di akhir kalimatnya.

"Ih jahat." Ariska benar-benar menekuk wajahnya.

"Hehe... bercanda Ariska." Endang memeluk pelan pinggul Ariska.

"Udah kan Da? Kita pada mau kekelas nih. Udah bosen. Ada guru lagian." Fajar Rizky melenggang pergi, meninggalkan anak OSIS lainnya.

"Udah pada balik ke kelas." Lukman ikut meninggalkan lapangan.

Akhirnya semua bubar kekelas masing-masing.

***

Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa. Tanggal 24 Agustus. Murid-murid telah berdatangan kesekolah untuk melaksanakan Kegiatan LDKS di luar lingkungan sekolah. Sekolah ini menyewa sebuah Villa disebuah daerah dekat puncak. Mereka semua berangkat kesana menggunakan dua buah mobil bus yang telah disediakan.

"Shakira!"

"Saya!" Shakira buru-buru menaiki bus dan mencari bangku yang menurutnya cocok untuk ditempatinya.

"Yang terakhir, Zainal."

"Saya kak!" Zainal ikut naik menyusul Shakira yang lebih dulu naik kedalam bus.

"Udah semua pak. Bisa dimulai jalannya." Tutur Lukman. Cowok jangkung itu memberikan selembar kertas absensi kepada Pak Joel.

"Udah. Kamu masuk gih. Bapak bakalan ngomong ke sopirnya biar bisa jalan mobilnya." Pak Joel meninggalkan Lukman. Sedangkan Lukman juga memasuki bus khusus OSIS.

"Udah selesai ngabsennya Man?" Finna bertanya.

"Udahan. Tadi kata pak Joel, kita disuruh nungguin di bus."

"Oh... oke deh."

"Gue duduknya sama siapa nih? Boleh sama lo gak Fin?"

"Boleh." Finna mengangguk mantap.

Arfan mendelik. "Padahal gue mau duluan yang duduk kesana. Kamprettt..." bisik Arfan. Kecil sih, tapi terdengar.

"Ciee... om cemburu ya." Hafifah meledek Arfan dengan wajah ngeselinnya.

"Diem lo."

Hafifah membungkam mulutnya. "Huh.'"

Pintu bus terasa terbuka. Dan benar saja, pak sopir memasuki bus dengan segelas kopi di tangan kanannya.

"Biar nggak ngantuk." Katanya.

Satu hal yang ada dipikiran Hafifah. Perasaan nggak ada yang nanya deh.

Hafifah mengalihkan pandangannya kepada Ariska. Terlihat jelas bahwa Ariska sedang mencoretkan sesuatu diatas sebuah kertas.

"Ariska lagi nulis apa?" Tanya Hafifah

Ariska kaget bukan main. Hafifah pun begitu. Itu bukan pertanyaan yang aneh kan? Mengapa Ariska begitu kaget mendengar pertanyaan Hafifah.

"Ariska kok kaget?"

"Nggak kok." Suaranya tergengar gugup.

Hafifah menyadari suatu hal. Ada yang aneh pada Ariska hari ini.


BERSAMBUNG

Wkwkwkwk.. :v absurd banget ya? Wkwkwkwkkk.... Di Part selanjutnya bakalah ada yang..... Ah sudahlah :v thanks for vote!!

What's A Game?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang