Penjelasan (1)

908 98 4
                                    

"Tau... coba buka Rhiq." Ucap Avisena, sembari menaruh gitarnya menjauh.

Thoriq membuka kertas itu.

"Kalian Akan Mati?" Thoriq mengeja huruf-huruf yang tertera diatas kertas itu.

Tepat saat kata terakhir yang diucapkan Thoriq. Suara-suara burung gagak terdengar dengan kencangnya.

Bulu kuduk mereka meremang, tanpa disadari, ketiganya bergerak mendekat. Berdesakan.

"Najis. Maho lo!" Thoriq melepaskan gengaman tangan Aldy dan Avisena yang saling berkaitan pada tangannya.

"Enak aja! Itu kan suara burung gagak Riq, kata ibu gue kalo misalkan..." Avisena bercerita.

"Udah napa lo!" Potong Aldy.

"Tau... positive thinking aja."

"Iya apa. Kan ngasih tau doang." Ucap Avisena.

"Udah, sekarang tenang aja. Doa..." Ucap Thoriq.

"Iya. Iya."

Avisena kembali mengambil gitarnya, lalu memainkan alat musik petik itu untuk menghilangkan rasa takut.

***

"Kita akan segera berjalan menuju puncak..." Ucap Kak Madanih.

"Semua barang-barang, kita tinggal disini. Berdoa dengan keyakinan masing-masing, berdoa dimulai."

Semua menundukan kepala. Kemudian kembali mendongak ketika Kak Madanih berkata 'berdoa selesai'.

"Ayo berpegang teguh. Siapa ikut bersama saya?" Tanya Kak Irham.

"Kak Irham sama kelas sembilan aja?" Usul Hilda.

"Iya tuh Kak." Tambah Ariska.

"Yaudah, saya kelas sembilan. Sisanya kelas delapan dan tujuh bersama Kak Madanih, Pak Joel, sama Pak Solah.

"Siap Kak!"

"Oke. Perjalanan dimulai."

Dan... Terpisah. Kelas sembilan terpisah dengan kelas tujuh dan delapan.

"Kalau misalkan kita kepisah sama Kak Irham gimana ya?" Tanya Fitri mengira-ngira.

"Idih. Jangan sampe lah." Ucap Nissa.

"Tau... mati kita kalau ketinggalan Kak Irham."

"Iya... Makanya kita harus bener-bener ngeliatin Kak Irham." Ucap Sitha.

"Iya tuh."

"Eh semuanya tunggu deh." Ucap Ariska, tiba-tiba.

Semua menoleh. Semua. Mereka juga berhenti.

"Ada yang denger suara cekikikan kuda nggak?" Tanya Ariska.

"Hah?"

"Iya. Beneran, ada tau." Ucap Ariska.

"Mana? Nggak ada."

'Bodoh... Menjauh terus Kak Irham. Teruss....' Ariska tersenyum miring. 'Pintar Kak. Terimakasih.' Ariska melihat Kak Irham menghilang ditelan banyaknya pepohonan berdaun lebat dan tinggi.

"Apa cuma perasaan gue aja ya?" Ucap Ariska.

"Iya kali. Udah yuk lanjut jalan." Ucap Hilda.

Mereka berbalik. Lalu menemukan Kak Irham yang sudah tidak ada ditempatnya, alias menghilang.

"Eh? Kak Irham mana?"

"Ya Ampun."

"Ya terus gimana dong?"

What's A Game?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang