Semuanya Telah Terbongkar.

1.1K 97 9
                                    

Hafifah mengambil ancang-ancang untuk keluar dari kamar... tapi, suatu gambar membuatnya terhenti sejenak.

28 foto. Tertera manis ditembok Ariska. Empat orang pertama telah dicoret dengan tanda silang merah, satu... dicoret dengan warna hijau ceklis.

Empat orang pertama. Hafifah mulai menatap jelas-jelas siapa orang yang berada di empat urutan pertama.

Ovi, Siti, Endang dan Lukman. Tepat!

Hafifah menutup mulutnya, kaget. Jadi selama ini... Ariska? Bukankah? Aaahhhh! Terlalu sulit untuk menjelaskan semua ini! Mengapa Ariska melakukan ini?

Dan orang yang diceklis hijau... Fajar Rizky? Ada apa dengan anak itu?

Ariska? Kenapa dengan Ariska? Tentang Ovi, Siti, Endang maupun Lukman. Ada apa dengan mereka? Kenapa? Ada apa dengan ini juga? Permainan macam apa ini? Permainan pembunuhan?

Apa alasan Ariska membunuh 28 target ini? Ada apa juga dengan Ariska. Seribu pertanyaan terbayang-bayang di benak Hafifah.

Spontan Cewek itu menatap kembali, melihat kembali gambar tersebut dan tidak menemukan fotonya disitu.

Hafifah teringat kata-kata Ariska tempo lalu. "Lo nggak akan pernah mati Fif. Lo baik!"

Jadi ini maksudnya? Ariska tidak akan membunuhnya? Mengapa?

Clek! Pintu kamar terbuka dengan tiba-tiba. Hafifah buru-buru mengubah posisinya kembali kepada meja belajar.

"Hafifah. Lama amat sih? Tidur ya?"

Alhamdulillah. Bukan Ariska. Tapi Nissa.

"Nggak Nissa! Gue lagi nyari bukunya... nggak ketemu-ketemu. Ini baru nemu. Yuk keluar!" Hafifah menggandeng Nissa keluar dari kamar Ariska. Tak mau Nissa juga melihat gambat itu.

"Lama banget Si Fifah ngapain sih?" Tanya Ariska.

'Bersikap seperti biasa! Ayo Hafifah! Bisa!'

"Lo Ka, naroh bukunya dimana! Gue udah nyubek-ngubek kayak pemulung. Kaga ada." Jawab Hafifah.

"Wuanjir. Udah ayo sini bawa. Bantuin gue ngerjain soalnya."

Hafifah mendekati Ariska dengan susah payah. "Enggak ngerti yang mana Ka?"

***

Usai pulang dari rumah Ariska, Hafifah benar-benar kembali tercenung. Kali ini bukan asumsi. Tapi Fakta atau Kenyataan.

Hafifah sekarang berdiri dalam keadaan yang membingungkan. Ia ditetapkan dalam pilihan yang sulit. Haruskah ia memberitahu kepada seluruh temannya? Tapi... Hafifah sayang Ariska sebagai sahabat yang sangat baik. Tapi... jika Hafifah tidak memberitahu ini, semua teman-temannya berada dalam keadaan yang berbahaya.

Oke. Hafifah tidak akan memberitahu. Hafifah akan selalu bersama Ariska untuk berjaga-jaga.

Tunggu, tapi, bagaimana dengan sahabat-sahabatnya? Nissa? Fitri? Sitha? Hilda? Finna? Fanny? Gimana sama mereka?

Labil.

"Arrggghhh!!!" Hafifah membaringkan tubuhnya di ranjang tidur. Matanya menerawang menatap langit-langit.

Apa yang harus dia lakukan sekarang?

***

Hafifah kini lebih banyak diam disekolah. Tak mau bercanda lagi. Cewek itu masih memikirkan nasib teman-temannya yang menetap ditangan Ariska, dengan silangan-silangan merah difoto itu.

Seharusnya, ia tidak memikirkan itu, karena toh dia nggak ada di album kematian itu. Tapi... disini menyangkut sahabat, sahabat macam apa yang hanya memikirkan keselamatannya sendiri? Lebih baik mati, dari pada harus melihat sahabat kita menghilang satu persatu. Terlebih lagi waktu dua tahun, waktu kebersamaannya, bercanda bareng, kemana-mana bareng. Orang yang nggak bisa nyelametin sahabatnya itu sama aja kayak orang bermuka dua! Munafik! Nggak sayang sama sahabatnya! Mendingan nggak usah punya sahabat deh!

Tapi, disini kita sama-sama tahu, seseorang terkadang mengenakan topeng untuk menutupi sifat aslinya. Sehingga yang kita lihat secara nyata bisa berupa tangisan sedih ketika hilangnya satu persatu sahabat baiknya, tapi dibalik topengnya ia tertawa bahagia. Dan ketika saat ia benar-benar lupa bahwa ia mengenakan topeng, ia menunduk, menjatuhkan topengnya. Dan sifat aslinya terlihat. Selalu berubah-rubah, dari sifat yang satu ke satu sifat yang lainnya.

"Dorrr!" Ariska menepuk bahu Hafifah dengan kencang, sehingga Hafifah berlonjak kaget.

"Astagfirullah!"

"Lagian dari tadi bengong aja. Itu disuruh kumpul dilapangan buat anak OSIS. Ayo kelapangan!" Ariska menuntun Hafifah berdiri.

Lapangan telah ramai dengan puluhan anak OSIS. Didepan ada Kak Madanih yang memberikan sebuah pengumuman. Disampingnya Kak Irham mendampingi.

"Ada apaan Nis?" Tanya Hafifah pada Nissa.

"Ituan Fif, katanya mau ada kemping buat pemberian itu loh yang merah-merah yang kayak punya Hilda." Ucap Nissa.

"Oh... Kapan Kempingnya?" Tanya Hafifah.

"Tanggal Lima September Fif. Hari Rabu." Jawab Sitha dan Finna berbarengan.

"Oke deh."

"Jadi... Kempingnya dilaksanakan pada hari Rabu, lima September di Gunung Ceremai."

Semua tercengang? Apa tadi dia bilang? Gunung? Gunung? Waaaahhhhhhhh...

"Yeayyyyy!!!"

Riuh-riuh teriakan langsung terdengar. Anak OSIS cowok juga ikut berteriak Gembira, pasalnya tidak biasanya kita kemping di Gunung. Ini kali pertamanya.

Hafifah tercenung, akankah rabu itu akan menjadi kali terakhirnya Hafifah bertemu dengan sahabat-sahabatnya?

Takterasa sebutir airmata terjatuh dipelupuk matanya. Bingung, harus bagaimana Hafifah menanggapi semua ini?

"Deh, Hafifah nangis kenapa?" Fitri yang pertama menyadari hal itu.

"Enggak Fit. Tadi angin kenceng banget... Gue kelilipan." Hafifah mengelap matanya pelan-pelan.

"Oh, emang tuh debunya lagi banyak." Tanggap Hilda.

"Iya Da. Gue kekelas ya, sebentar, nanti kalo ada pengumuman apa-apa kasih tau gue ya?" Hafifah memegang bahu Hilda.

"Iya Fifah."

Hafifah berlari kedalam kelas kembali.

Hafifah menelungkupkan kepalanya.

'Gue harus gimana?' Bisiknya. 'Endang....'

'Yakin Hafifah! Lo bisa nyelametin semua sahabat kita!'

Hafifah langsung menangkat kepala begitu suara hatinya dijawab oleh seseorang yang tak ada wujudnya secara asli. Yang jelas... itu suara Endang.

'Endangggg....?'

'Iya? Bisa bicara kan kita? Keren kan? Gue gitu loh...'

'Kangen...'

'Sama. Kapan lagi ya gue bisa peluk lo?'

Hafifah kembali meneteskan airmata.

'Idih... nangis, sahabat gue kan nggak cengeng sih.'

'Semua ini Dang... terlalu sulit untuk...'

'Kapan sih Tuhan memberikan cobaan tanpa sebuah jalan keluar? Kan pada dasarnya setiap permasalahan selalu ada jalan keluarnya. Gue selalu ada disamping lo, selalu ikut lo pulang, selalu ikut lo kesekolah. Masih disini... Sampe Tuhan memerintahkan gue untuk pergi lebih jauh. Nggak bisa dijangkau lagi.'

Hafifah mengelap matanya. 'Bantu gue selalu Dang.'

'Selalu ngebantu.'

Hafifah terdiam. Desiran angin melewati depan wajahnya. Ia tahu, Endang pergi sejenak dari khayalan nyatanya.




BERSAMBUNG~

UDAH TAU KAN SIAPA PSYCHOPATHNYA! :v

Maap ya Rada-rada gaje gitu :v atau bahkan ga nyambung ya? Wkwkwkwk... abaikan aja segala ketidak nyambungannya... :v oke sekian terima gaji :v

What's A Game?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang