2- Ada apa dengan 11 IPA1?

3.9K 341 50
                                    

Aku menyandarkan punggungku pada tembok depan kelasku. Aku bosan dengan suasan kelas, mana Khari belom datang pula. Calvin menghampiriku dan berdiri di hadapanku.

"Hey, ngapain?" tanyanya.

"Nggak ngapa-ngapain. Bosen di kelas."

"Gue temenin ya." Aku mengangguk membalasnya.

Kami membahas segala hal konyol, apapun itu. Mungkin apa yang kami bicarakan akan terkesan aneh dan tidak jelas, tapi kami sama-sama nyambung dengan hal konyol itu. Sejujurnya, aku sedikit terganggu dengan sesuatu, tapi sudahlah.

"Lo pernah denger kan kalo ruang band angker?" tanya Calvin. Aku mengangguk menanggapinya. "Masa si Roy, katanya denger orang nyanyi malem-malem di ruang band, tapi pas dia ngintip kosong."

"Kok bisa? Wow. Roy juga ngapain ke sana malem-malem. Gila kali ya tuh anak?"

"Biasa, tasnya ketinggalan di sekolah. Koplak parah tuh anak, masa sudah tahu mau pertandingan malah tasnya ditinggal di kelas," cela Calvin. "Rasain aja, ketemu hantu ruang band."

Aku dan Calvin terbahak-bahak membayangkan Roy yang ketakutan.

Calvin menarik beberapa untai rambutku, memainkannya. Aku tertawa, Calvin tertawa. Tubuh tinggi Calvin, membuatku selalu mendongak saat berbicara dengannya.

"Hey! Kita beda dua puluh centi, ya?" ejek Calvin dengan nada jahil. Selalu saja ejekannya tentang masalah tinggi badan.

"Lo gak normal, terlalu tinggi."

"Kok bisa? Lo kependekan, lo cuma 158, lah gue 178, ingat itu."

Aku berdecak sebal saat dikatakan pendek. Dasar, makhluk aneh. Dia aja yang ketinggian. Lagian cewek imut kayak aku ini kan idaman.

"Cowok biasanya cari cewek yang pendek." Aku beralasan. Senyum jahil tercipta di bibirku.

Calvin memandangi wajahku. Jujur, ini terasa agak aneh. Ada sesuatu yang mengganjal. Hey, tatapanmu menggangguku, Vin. Bibirku membuat kerutan saat melihat Calvin tiba-tiba berubah tanpa ekspresi.

"Masa? Kok gue nggak?"

"Lo soalnya gak normal, wekk." Aku menjulurkan lidahku.

Mataku melirik Khari berjalan di samping David – mereka itu cocok karena partner bernarsis-narsis ria. Mereka melihat tatapanku dan tersenyum jahil. Dasar, aku tahu tatapan itu.

"Ehem... Ehem... Friendzone." Khari berbicara dengan tatapan masih lurus ke depan tapi tepat sasaran di telingaku.

Mati aku, malu ini. Calvin berhenti memainkan rambutku.

"Ehem... Ehem... kapan ditembak? Atau cuma diphp aja?" tambah David. "Jangan mesra-mesraan doang, sakit loh."

Aku mengerucutkan bibir dan menunduk malu. Aku juga baru sadar jika kami menjadi sedang pusat perhatian saat ini atau sedari tadi.

"Khar! Vid!"Aku mengejar dua orang yang sudah lari tunggang langgang, meninggalkan Calvin tanpa sepatah kata.

Aku sempat menoleh ke belakang. Gadis itu menghampiri Calvin yang sedang sendirian, lagi-lagi dia memasang wajah manjanya. Aku sadar sedari tadi dia mengintipku.

Sebuah senyum berhasil mendarat di bibir Marie. Yah, Marie, siapa lagi gadis itu jika bukan Marie. Aku mendengus sebal, tapi biarlah. Aku menarik Khari masuk kelas dan mendepak David.

*

Saat ini, Khari terus-terusan mengejekku karena sejak selebaran itu dibagikan sampai sekarang, tidak ada tanggapan dari pihak-pihak yang membutuhkan. Entah aku harus mengelak seperti apa, tapi kan nggak setiap hari kita mendapat masalah.

R.M.D.K.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang