Demons by Imagine Dragons
* * *
When the days are cold and the cards all fold.
Langit tengah mendung, berusaha mempersiakan kejatuhan air oleh awan. Orang-orang tengah berlarian mencari tempat berteduh untuk sekedar memasang jas hujan.
Dia diam. Memandangi sekumpulan orang di hadapannya dengan pandangan kosong, seakan tidak memiliki tujuan hidup.
"Tolonglah, aku tidak punya uang lagi."
Salah satu dari sekumpulan orang tersebut menoleh padanya, lalu menatap dengan dingin. "Astaga, Jun. Baik, baiklah. Kalau begitu kuganti tugasmu. Tugas barumu adalah membawa pacarmu dalam keadaan terikat atau membunuhnya kemudian membawa mayatnya ke hadapan kami."
When your dreams all fail and the ones we hail are the worst of all.
Jun terduduk lemas, mendapati bahwa kenyataan tengah mengujinya untuk terus setia pada tuannya. Kemudian seseorang menarik rambutnya kuat sekali, yang mengakibatkan Jun harus berdiri dengan kaki yang sangat lemas.
"Jangan duduk, Bodoh! Segera laksanakan atau kau yang mati!"
Kemudian orang tersebut mendorong Jun dengan keras. Jun terpaksa berjalan, menjauhi mereka agar tidak 'mati' dengan tidak terhormat.
Entah takdir memang ingin mempermainkannya atau tidak, namun Jun melihat pacarnya tengah berdiri memunggunginya sembari membaca novel di depan halte. Ia hendak berteriak memanggil pacarnya, namun tenggorokannya tersekat, suaranya tidak mau keluar. Sebagai gantinya, air mata justru mengumpul di pelupuk matanya, siap untuk jatuh menuju pipinya.
Pacarnya adalah satu-satunya orang yang peduli padanya. Dan kini ia harus membunuhnya? Seorang yang peduli padanya? Seorang yang selalu mengobati lukanya? Seorang yang telah ia anggap sebagai 'tiang' kehidupannya? Segala hal itu ... haruskah?
Your eyes, they shine so bright. I wanna save that light, I can't escape this now.
"Manda!" Akhirnya, sebuah suara mampu keluar dari mulut Jun.
Manda menoleh, mendengar suara Jun memanggilnya. Sebuah senyum manis langsung terulas di wajahnya ketika melihat sosok Jun di kejauhan. "Hei, Jun! Tak kusangka kita bertemu di sini."
Jun tersenyum terpaksa, kilasan-kilasan memori tentang Manda terputar di benaknya.
"Jun, jujur padaku. Kau kenapa sampai lebam dan nyaris tak berbentuk begini?"
" Aku ... masuk dalam perkumpulan orang jahat karena aku berhutang nyawa pada bosnya. Dan aku disuruh mencopet 10 orang dalam satu hari. Aku berhasil, sampai pada orang ke-sembilan aku ketahuan, dan dipukuli oleh masyarakat sekitar. Dan ketika aku melapor pada Bos ia langsung mengamuk, kemudian memukuliku dengan anak buahnya."
Kemudian Manda memeluknya, erat sekali. Seakan-akan Jun akan pergi jika ia melonggarkan sedikit pelukannya. Jun yang saat itu tengah dipeluk, hanya mampu memeluk balik dengan segenap kekuatan yang masih dimilikinya.
...
"Jun, sini aku obati."
Manda mengobati luka-luka pada Jun dengan lembut, penuh kehati-hatian. Astaga, Jun kala itu sangat berharap agar dapat memberhentikan waktu dan menatap Manda yang saat itu tengah fokus kepada lukanya dengan beberapa helai rambut yang jatuh menutupi matanya.
"Jun? Kau terluka lagi?"
Suara lembut Manda membuat Jun tersadar dari kenangan-kenangan yang tadi terputar. "Ah, iya. Maaf merepotkanmu."
Manda menarik tangan Jun, berjalan terlebih dahulu. Tangan yang tengah menariknya ... sebentar lagi akan pergi meninggalkannya. Punggung yang kini berjalan di depannya ... sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini karena dirinya.
"Manda," panggil Jun pendek.
Manda menoleh, "Iya?"
"Aku ... disuruh membunuhmu. Maaf ... maaf ... maafkan aku ...." Jun berbicara dengan air mata yang mengalir deras melalui matanya.
Tarikan pada tangan Jun berhenti sejenak. "Ya sudah, kuobati dulu lukamu, baru kamu bunuh aku." Manda berbicara kecil sembari tersenyum pahit.
When you feel my heat, look into my eyes. It's where my demons hide. It's where my demons hide.
Badan Jun membeku. Lidahnya terasa kelu, tak mampu berkata-kata. Manda terlalu pasrah, terlalu mengorbankan diri untuknya.
"Hei Jun, bisakah aku minta satu pelukan terakhir?"
Jun menatap Manda dalam, kemudian mengangguk perlahan. Belum tepat sedetik setelah Jun mengangguk, Manda sudah memeluknya erat.
Jun mengeluarkan pisaunya, lalu menancapkan pisau tersebut ke dalam punggung pacarnya itu. Manda terkesiap, kemudian melepas pelukannya terhadap Jun. Manda menatap Jun dalam, berusaha menembus pertahanan Jun.
"Maaf ... maaf ... maaf ...."
Manda mengelus wajah Jun, kemudian berkata dengan pelan, "Sebelum aku mati, izinkan aku bilang satu hal."
"Apa?"
"Aku mencintaimu lebih dari yang kamu rasakan."
Kemudian Jun menancapkan satu pisau lagi di dada Manda dan Manda langsung meninggal seketika.
Jun membopong mayat Manda menuju kamarnya, kemudian memfotonya dengan polaroid. Ia tersenyum miris sembari bergumam, "Maafkan aku, Manda," berkali-kali.[]
* * *
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Song Fiction : Lonely
Short StoryIni hanyalah nyanyian sepi mereka yang merasa kehilangan, kesakitan dan kesedihan yang teramat dalam terhadap sesuatu yang teramat berharga bagi mereka. 18 Oktober 2015 Theme: Angst