Kenangan Terakhir by winterinnight

355 33 1
                                    

I Won't Give Up by Jana Kramer

* * *

Matahari hampir tenggelam ketika aku mendapat panggilan dari Amzar. Sebagai pengganti dari "Halo", ia selalu memanggil namaku dengan lirih. Sialnya, kalimat kali ini membuatku berlari kencang menuju sekolah. Kuabaikan teriakan kesal kakak karena pintu rumah yang kubiarkan terbuka. Prioritas utamaku saat ini ialah Amzar.

"Semua udah berakhir...," adalah kalimat yang membuatku lari kesetanan.

"Mia, lo berantakan banget." Dia tertawa kecil ketika melihatku yang tersengal. "Eh buset, sandal lo beda tuh," dia tergelak, lagi.

Aku berdiri menghadapnya dengan tangan terkepal. "Jangan ketawa dengan muka kayak gitu." Perasaan sesakku melebar melihat wajah terpukulnya dipaksa ceria.

"Gue nggak mau jatuh cinta lagi," dia menatapku sendu, "selalu berakhir kayak gini."

...don't tell me love is something you won't try again,
that's just not true...

"Lo belum ketemu seseorang yang tepat," balasku.

Dia menggeleng. "Gue capek dikhianatin mulu."

...but baby right now maybe what you need is a friend,
well, I'm here for you...

"Suatu saat nanti lo akan ketemu sama seseorang yang setia. Jadi, jangan bilang hal menyeramkan seperti, 'nggak mau jatuh cinta lagi'. Oke?" kutepuk pundaknya berulang kali untuk menyalurkan semangat.

"Ngomong doang sih, enak. Lo nggak tau, sih, gimana sakitnya jadi gue."

Gue selalu nyesek tiap hari, sialan lo. "Ahahaha!" Tawaku berhamburan, dengan ringan kupukul keras punggungnya. "Gue mau fokus sama sekolah dulu deh, terjun ke dunia percintaan mah nanti aja kapan-kapan kalau udah waktunya."

"Nggak seru lo, Nerd," dia tertawa, tapi kemudian tubuhnya berputar ke arahku. "Mau gue jodohin sama Lintang nggak? Dia lagi nyari cewek."

Gue maunya berjodoh sama lo. "Balik, ah. Kayaknya lo udah baik-baik aja."

Aku masih mendengar gelak tawa Amzar di balik punggungku. Langkahku terasa berat, sadar betul bahwa ia, laki-laki yang kucintai sejak lama, sama sekali tidak melihatku sebagai seorang gadis. Dia hanya menganggapku sebagai..., sahabat.

* * *

"Gue coba nyelametin dia," ucapku tegas.

"Tapi gue dengan jelas liat lo menyayat tangan dia," matanya berkilat marah.

"Justru gue mau nahan dia buat bunuh diri-"

"Sekarang, pergi. Gue nggak mau denger penjelasan apapun dari lo."

Dalam diam, aku melihat Firda menunduk sambil tersenyum kecil di balik punggung Amzar. Belum pernah kulihat senyum licik itu sebelumnya. Aku tau, dia tak suka dengan persahabatan kami. Tapi aku tidak menyangka, dia menjebakku setelah mereka putus. Hebat. Apa dia berencana menghancurkan persahabatan kami?

...I will be by your side,
if ever you fall deep in the dead of the night,
whenever you call...

Dia... benar-benar tidak pantas mendapatkan ketulusan Amzar. Lagipula, apa yang dilakukan cowok itu di sini, setelah tau dirinya telah diduakan? Perasaanku campur aduk mengetahui Amzar masih menyimpan rasa pada Firda. Ada rasa kecewa, sedih, sekaligus bingung. Tapi ternyata, rasa marah lebih mendominasi.

...and I won't change my mind
no, I'll see you through...

"Cewek kayak dia nggak pantes buat lo!"

"Bukan elo yang memutuskan!" Amzar balas membentak, rahangnya mengeras.

Aku terenyak. Penolakannya membuat kakiku lemas, mundur beberapa langkah sambil menggeleng tak percaya. "Gue nggak nyangka lo lebih milih dia, si pengkhianat, daripada gue yang notabene sahabat lo selama bertahun-tahun," suaraku bergetar, aku sadar.

...and I won't give up, no I won't give up, I won't give up on you...

Sebagai bentuk luapan kekecewaan, air mataku luruh tanpa izin. Amzar melihatnya. Dia tersentak kaget, hendak mendekat tapi ditahan Firda. Tidak ada penolakan dari Amzar. Artinya, pemuda itu sudah memutuskan untuk memilih mantan kekasihnya. Tentunya, yang masih ia cintai. Ha. Kenyataan begitu pahit.

* * *

"Mia... Mia...," belum pernah Amzar memelukku begitu erat seperti sekarang. "Gue minta maaf, gue bener-bener nyesel," dia bahkan menangis.

Air matanya mengalir tak terhenti, padahal aku tau betul ia paling benci kalau ada orang yang melihatnya menangis. Padaku saja, ia tak pernah menunjukkan setetes pun. Tapi sekarang, bahkan di tengah kerumunan orang, ia menangis sesengukan. Memanggil namaku berulang kali, meminta pengampunan padaku atas tindakannya barusan. Dan aku, tidak bisa berbuat apa-apa selain menatapnya nanar.

Diantara bisingnya kepanikan orang-orang, sirine ambulans membuat pandanganku teralihkan. Aku sudah di sini, Pak, aku tersenyum melihat seorang petugas berbaju putih mencoba membangunkanku, tapi terima kasih karena sudah berusaha. Sesaat setelah ia menggeleng pada Amzar dan menutupi seluruh tubuh serta wajahku dengan kain putih, Amzar berhenti menangis. Matanya menatap tubuhku yang dimasukkan ke dalam kantung kuning, dibawa pergi memasuki mobil.

Firda yang sejak tadi hanya diam berusaha memeluk Amzar, tapi pemuda itu menolak. Aku tau, saat ini dia ingin sendiri tapi dia butuh seseorang di dekatnya. Biasanya, dia akan menghubungiku. Tapi kali ini, aku tidak bisa datang dan berlari menghampirinya.

Maafkan aku, Amzar.

Ah, andai aku bisa mendekapnya dan berbisik aku mencintainya.

...you need someone who knows you from the inside out
The way I do...

***
THE END

Song Fiction : LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang